Bahasa tubuh adalah komunikasi pesan nonverbal atau tidak berkomunikasi dengan kata-kata
(Adharta)
Bahasa tubuh merupakan proses pertukaran pikiran dan gagasan dimana pesan yang disampaikan dapat berupa isyarat, ekspresi wajah, pandangan mata, sentuhan, artifak (lambang yang digunakan), diam, waktu, suara, serta postur dan gerakan tubuh yang menghasilkan sebuah komunikasi antar sesame. Satu keunikan bahasa tubuh ini adalah tidak bisa salah!
Ada 5 (Lima) fungsi dasar pesan nonverbal atau bahasa tubuh :
1. Repetisi : mengulang kembali gagasan yang sudah disampaikan secara verbal.
Contoh:
Anak kecil yang menjawab mau diajak ke dufan akan mengiyakan sambil melompat-lompat senang.
2. Subtitusi : Menggantikan lambang verbal.
Contoh:
Tanpa mengatakan sepatah katapun, di Indonesia bila seseorang menggeleng, maka lawan bicaranya akan tahu bahwa itu sebagai tanda ketidaksetujuan.
3. Kontradiksi : Menolak sebuah pesan verbal dengan memberikan makna lain menggunakan pesan nonverbal.
Contoh:
Seseorang mengiyakan dan menganggukkan kepala saat diminta mendekat namun lalu mengambil langkah seribu dan lari secepat-cepatnya. Bahasa tubuhnya yang menghindari kontak dengan melarikan diri menandakan bahwa ia takut, kontradiktif dengan awal pesan verbalnya saat ia mengiyakan.
4. Pelengkap : Melengkapi dan memperkaya pesan nonverbal.
Contoh:
Air muka yang menunjukkan rasa sakit luar biasa tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
5. Aksentuasi : Menegaskan pesan nonverbal.
Contoh:
Kekesalan diungkapkan dengan memukul lemari.
Secara naluri kita sebenarnya sangat membutuhkan bahasa tubuh, dengan demikian kita akan menghindari kesalahan-kesalahan dalam pesan berkomunikasi dengan sesama kita. Kalau kita di luar negeri maka stasiun TV atau gedung film akan menyediakan sebuah ruang dengan seorang pakar bahasa tubuh untuk menjadi intepreter, sehingga seorang bisu tuli bisa menikmati siaran berita dan cerita dengan sempurna.
Kita mengharapkan di negara kita ini ada yang memperhatikan orang bisu tuli, atau orang buta dengan huruf braille atau Gereja memberikan pesan melalui bahasa tubuh, tetapi saya berharap paling tidak kita sedikit memberikan perhatian kepada saudara-saudara kita yang cacat. Misalnya, gereja membuat Misa sebulan sekali khusus untuk orang bisu tuli dan para orang buta. Sedemikian rupa sehingga peran gereja akan menjadi bagian dari bahasa tubuh.
Sungguh suatu kegembiraan besar kalau orang bisu bisa bicara, orang tuli bisa mendengar dan orang buta bisa melihat. Kita juga bisa banyak berperan menjadi bahasa tubuh bagi saudara, sahabat dan keluarga kita yang dalam tanda kutip “belum” bisa mendengar, melihat dan berbicara tentang cinta Tuhan. Salam damai sejahtera. Tuhan memberkati. Doaku menyertai.









