Sebenarnya nasib manusia sudah ditakdirkan, tetapi takdir itu sendiri menjadi bagian dari manusia untuk menjadi dirinya, bukan untuk kepentimgan dirinya.
Penerbangan Jakarta-Surabaya saya kali ini membangun stress luar biasa, karena saya membuat janji makan malam jam 7 di Surabaya, sekaligus janji makan pagi jam 8 di Jakarta sehingga jadual saya adalah terbang jam 3 sore lalu menggunakan night flight Garuda jam 23.00 malam kembali ke Jakarta. Maksud hati merajut nasib tapi kenyataan takdir berkata lain, karena sejak pagi hari saya coba mengambil ticket ternyata tidak bisa. Semua flight fully booked sampai last flight, 8 jam menunggu di airport akhirnya terbang jam 21.30 malam, sehingga saya miss makan malam dan harus di ganti makan siang besok hari, terpaksa dua jadwal saya di Jakarta harus di eliminir, syukur esoknya bisa diwakilkan.
Ada tiga orang anak laki-laki seorang pengusaha. Dia tahu bahwa anaknya semua baik-baik, tetapi dia ingin anaknya mandiri, akhirnya dia memanggil ketiga anaknya dan kepada mereka masing-masing diberikan uang sebagai modal. Lalu katanya : “Anakku sebelum aku tiada, kiranya kalian bisa mengerti arti sebuah kebijaksanaan, kalian semua sudah sekolah tinggi, sudah bisa menguasai keadaan nah marilah kita melihat nasib masing-masing”, katanya. “Carilah usaha sesuai dengan keinginan kalian dan kita akan lihat tahun depan saat musim semi tiba, siapakah diantara kalian yang bernasib baik dan mujur”, lanjutnya.
Anak-anaknya semua gembira mendengar ucapan ayahnya karena mereka bangga mendapatkan kepercayaan yang begitu besar, dan tentu saja timbul rasa persaingan diantara mereka untuk menunjukkan kemampuannya. Sang anak sulung adalah anak yang pemberani berwibawa dan penuh kepercayaan, berani mengambil resiko, lalu setelah menerima uang tersebut dia membeli segala macam hasil bumi yang ada, lalu mengapalkannya menuju kota besar. Perjalanan pertama sukses besar, lalu dia berusaha keras, kedua, ketiga dan selanjutnya dan modalnya berlipat ganda, tetapi menjelang musim semi, hasil bumi berlimpah, tapi harga jatuh. Sang sulung menderita kerugian, bahkan penuh dengan hutang, juga semua kekayaannya habis. Hanya tinggal baju di badan dan niat baik, tetapi dia tidak putus asa. Dia bekerja sendiri membantu pengusaha lain dan pelan-pelan bisa memenuhi kebutuhan hidupnya, serta layak menjadi orang normal.
Anak kedua adalah anak yang sangat pintar. Dia tahu berdagang itu beresiko tinggi, lalu dia pergi ke lahan-lahan murah di desa. Di sana dia membeli sawah dan ladang lalu menanam padi dan kacang-kacangan. Hasilnya pada musim panen bagus sekali, saat musim semi tiba juga mengalami hal yang sama. Hasil bumi berlimpah ruah, walaupun tidak sampai merugi seperti kakaknya, sang adik cukup sulit menghadapi situasi ini.
Sang bungsu anaknya tidak terlalu pintar, dia membawa modal dari ayahnya, dia tahu bahwa seperti di alkitab disebutkan, bahwa dia harus usaha, karena kalau tidak pasti ayahnya kelak akan marah kalau dia tinggal diam, tetapi dia tidak punya keahlian dagang. Dia tidak menguasai cocok tanam seperti kakak-kakaknya, tetapi dia tahu bahwa setiap orang mengusahakan hasil bumi perlu distribusi dan pergudangan yang baik. Akhirnya dia membeli kendaraan angkutan dan membangun gudang. Saat musim semi hasil panenan berlimpah sehingga gudangnya penuh sesak. Kendaraan juga overloaded. Walaupun harga sewa gudang sudah dinaikan sampai berlipat ganda, tetapi orang tetap memohon kepadanya, karena kalau tidak hasil buminya akan rusak. Di sisi lain kelebihan hasil bumi harus dikirim ke pelabuhan dan memerlukan truck untuk membawanya. Sungguh luar biasa penghasilannya bak air bah. Ia menerima rejeki dan tidak bisa menolak. Dalam satu musim saja dia menjadi orang kaya raya
Ketiga kakak adik akhirnya menghadap sang ayahanda dan menceritakan riwayat mereka masing masing. Sang Ayah bangga dan tertawa besar lalu katanya “Sebenarnya nasib manusia sudah ditakdirkan, tetapi takdir itu sendiri menjadi bagian dari manusia untuk menjadi dirinya, bukan untuk kepentimgan dirinya”
Anak-anaknya bingung terutama anak sulung dab adiknya. Mereka malu karena tidak berhasil. Sebaliknya menurut mereka adik bungsu punya nasib yang mujur dan ditakdirkan menjadi orang kaya. Tetapi sekali lagi ayahnya menjelaskan bahwa sekali-kali nasib manusia adalah untuk menjadikan dia dirinya sendiri bukan untuk kepentingannya, sehingga banyak disalahgunakan atau disalahtafsirkan. Jika seorang gagal dia akan mengambil escape clause bahwa dia gagal karena nasib, dia gagal karena sudah ditakdirkan gagal, atau dia tidak berhasil karena garis tangannya. Sama halnya seorang pemimpin atau seorang yang ikut pemilihan menjadi pemimpin dan gagal tentu dia akan berkata bahwa itu adalah nasib dan dia telah ditakdirkan tidak menjadi pemimpin.
Sungguh suatu kebahagiaan besar kalau kita bisa mengerti kebijaksanaan Ilahi, karena Tuhan tidak menginginkan anak-anak-Nya susah, gagal atau menderita, tetapi Dia ingin anak-anak-Nya mengenal Dia dan bisa secara bijaksana menjadi dirinya tanpa harus ada keluhan, tanpa kekecewaan dan tanpa saling menyalahkan termasuk menyalahkan nasibnya.
Semoga Tuhan memberkati kita semua menjadi orang yang mengenal dirinya sendiri. Salam dalam doa.
Sebuah kisah inspiratif yang membuka pandangan orang akan nasib yang dialaminya. Nasib manusia sudah ditakdirkan, tetapi takdir itu sendiri menjadi bagian dari manusia untuk menjadi dirinya, yang pada hakekatnya, sebenarnya nasib itu ditentukan oleh manusianya sendiri. Tergantung dari adanya keinginan untuk belajar lebih baik dan mau berusaha atau tidak.
Sebenarnya nasib manusia sudah ditakdirkan itu benar. Namun, hidup adalah pilihan. Kita yang memilih bagaimana melalui hidup ini dengan nasib yang sudah ditakdirkan. Kita yang memilih untuk menjalani nasib dengan suka cita. Nasib yang baik akan selalu menyertai mereka yang berhati baik dan mulia, dekat dengan-Nya, tidak serakah dan selalu bersyukur atas kehidupan ini.
nasib adalah sesuatu yang sudah ditakdirkan kepada manusia. nasib itu ada yang buruk dan ada yang baik. nasib buruk akan datang ketika seseorang telah hilang kendali ketika apa yang di dapat atau yang diinginkannya dengan cara yang tidak wajar, contohnya saja jika seseorang dalam pekerjaannya dan telah di percayakan atasannya, makan orang tersebut tidak melakukannya, maka mungkin saja dia akan mendapatkan nasib buruk. tetapi sebaliknya, jika orang tersebut melakukannya dan dengan sungguh sungguh dia mengerjakannya, kemungkinan orang tersebut akan terus mendapatkan kepercayaan dari atasannya, dan itu adalah nasib baiknya..
kata takdir ini kedengaran sedikit menyeramkan tetapi kata takdir itu sendiri merupakan sesuatu yang dikatakan nasib dari seseorang.tetapi menurut saya takdir itu sendiri masih bisa merubah nasib yang ada itu tergantung pada karma yang dilakukannya dalam kehidupannya dahulu dan sekarang.
ya emang nasib udah di adah di takdirin, tapi apa salah nya buat nasib itu lebih baik dari sebelum nya
nasib seseorang dapat dirubah sesuai dengan
kemauan diri sendiri. sehingga tidak sesuai takdir. sehingga kita jangan terpaku dengan takdir kita jika takdir kita kurang baik maka kita harus berusaha untuk merubahnya. Karena jika kita hanya menerima nasib hidup kita tidak akan berubah.
Meskipun hidup kita mungkin sudah ditentukan oleh nasib atau takdir, jalan hidup kita ditentukan dari bagaimana kita hidup. Apakah sukses atau tidak, itu pilihan kita. Nasib ada untuk kita hadapi, bukan sebagai alasan dalam hidup. Sekian 🙂
menurut saya, kita hidup di dunia ini tidak bisa hanya bergantung pada nasib saja. jika kita hanya bergantung pada nasib, maka kita akan menjadi malas dan tidak mau berusaha. banyak orang yang malas dan tidak mau berkerja keras, sehingga mereka bisa saja kehilangan kesempatan untuk menjadi orang yang sukses, hanya karena alasan “itu semua sudah nasib”.
“Sebenarnya nasib manusia sudah ditakdirkan, tetapi takdir itu sendiri menjadi bagian dari manusia untuk menjadi dirinya, bukan untuk kepentingan dirinya.”
Sungguh sangat memotivasi sekali cerita serta kalimat diatas, saya mendapatkan masukkan bahwa terkadang kita selalu memikirkan diri sendiri terlebih dahulu daripada kepentingan orang lain, sehingga saat kita mengalami masalah baik itu dalam pekerjaan kita maupun urusan yang lain selalu menyalahkan orang lain dan bukan menyalahkan diri sendiri.
Yang perlu kita lakukan adalah merubah pandangan serta pola pikir kita mengenai segala hal agar dapat merubah nasib kita menjadi lebih baik. Nasib ditentukan oleh sifat/karakter seseorang.
Dari artikel di atas yang dapat saya simpulkan adalah ketika kita berusaha keras tetapi tidak membuahkan hasil yang diinginkan, kita tidak dapat menyalahkan nasib kita. Dunia ini memang banyak hal yang tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan, tetapi kita tetap harus bersyukur dan berusaha maksimal.Hal-hal yang akan terjadi nanti kita serahkan semuanya kepada Tuhan. Kita harus berpikir bijak dalam menghadapi hidup ini.
Dari artikel ini saya mendapatkan nilai bahwa Tuhan Yang Maha Esa telah menyediakan takdir bagi namun takdir tersebut tergantung pada kita untuk meraihnya ataupun tidak. Intinya semua manusia bisa memperoleh takdir yang baik selama dia tetap berusaha untuk mencapai target yang baik menurutnya dengan cara tidak mengeluh dengan semua cobaan karena sungguh itu hanyalah sedikit kepahitan dari manisnya buah yang akan diberikan Tuhan Yang Maha Esa apabila kita dapat melewatinya. Jadi kesimpulannya Tuhan hanya menyiapkan Takdir dan Cobaannya bagi manusia lalu bagaimana manusia bisa sampai kesana itu tergantung bagaimana sikap dan kerja keras manusia tersebut
Sebagai manusia, nasib kita memang sudah ditentukan oleh tuhan, tapi Tuhan tidak merubah nasib dari diri kita sendiri, melainkan kita yang harus merubah nasib dari diri kita sendiri. dalam menghadapi suatu masalah apabila kita bertemu dengan tantangan yang sangat sulit untuk dilewati, janganlah kita menyerah begitu saja pada nasib, tapi kita sendiri yang harus merubah nasib kita sendiri menjadi lebih baik. bila hanya doa, doa, doa dan doa saja bagaimana Tuhan bisa membantu? doa tanpa usaha sama dengan nol. maka dari itu jangan hanya pasrah saja pada Tuhan tapi kita sendiri yang harus merubah nasib kita.