Monthly Archives: September 2012

Award

Award terindah buat kita adalah surga yang indah.

Menanti sesuatu yang membahagiakan benar-benar mendebarkan, seperti menanti kelahiran anak pertama, pengumuman kenaikan kelas, lulus ujian, dan menanti hari perkawinan. Semua memberikan suasana menegangkan. Hari ini sama halnya dengan saya, seperti Pilkada, karena akan ikut dalam nominasi pemilihan The Most Outstanding Entrepreneur dari sebuah perguruan tinggi di Jakarta. Saya sendiri cukup kaget karena diberitahu masuk dalam nominasi di antara para pengusaha terkenal. Bahkan ada orang yang sangat terkenal sekarang dari sekian yang dipilih ada tiga nama, dan salah satunya saya. Semoga nanti malam keberuntungan berpihak ke saya. Semoga dan semoga!
Tujuh tahun lalu, saya mendampingi bapak walikota Jakarta Barat mendapatkan hadiah Award Kalpataru. Sepulangnya kami makan-makan di sebuah restoran untuk bersuka cita karena Jakarta Barat mendapat 3 award sekaligus. Salah satunya adalah kota yang memiliki tingkat kepedulian melalui kegiatan sosial terbaik milik warga Gereja Paroki Santo Kristoforus dan Lingkungan Keluarga Kudus. Kita boleh berbangga karena bazar Ramadan termasuk dalam penilaian dan pujian. Saya sendiri tersanjung sekali saat mendampingi.
Seorang sahabat saya bercerita bahwa putrinya akan mendapat Award dalam mengikuti Olimpiade Matematika International. Saat penganugerahan gelarnya, sekeluraga bersama para guru hadir. Lantaraj saking gembiranya sang ibu pingsan dan harus dilarikan ke rumah sakit. Setelah ia dirawat sejenak, boleh pulang. Analisa dokter hanya eforia yang terlalu besar dan emosi begitu tinggi mengakibatkan sang ibu kekurangan oksigen.
Kembali ke masalah penghargaan atau award memang memberikan kebahagiaan besar buat yang menerimanya maupun keluarga dan sahabat dekat. Demikian juga seperti saat kita mendapat award dengan adanya pengampunan dosa. Bukan saja bumi tapi surga juga bersuka cita. Bagi siapa yang berjuang melawan atau mengalahkan dosa atau menahan diri dari nafsu duniawi, seperti sahabat-sahabat kita yang melaksanakan puasa, maka di hari Idul Fitri mendapat award dalam hatinya. Setelah sebulan penuh berpuasa dan saling memaafkan.
Ada tiga kata ajaib, yang sering kita ucapkan dan mendapatkan award,
yaitu Maaf, Tolong dan Terima Kasih. Ini kisah yang disebarkan melalui BBM : “Maafkan saya, karena terlalu banyak merepotkan dan mengganggu waktu sahabat dengan membaca sarapan rohani, Tolong didelete atau dihapus saja jika kurang berkenan, dan Terima kasih atas saran dan nasihat serta bantuannya ”
Tadi malam saya berkomunikasi dengan sahabat saya di Amerika, karena beliau mendapat award minnggu lalu (di bidang lingkungan hidup dan menjadi inspirasi penulisan ini) dan beliau mengatakan bahwa
“Satu-satunya cara menjaga Lingkungan Hidup di sekitar kita adalah menjaga hati kita sendiri’!
“Opo Tumon? Spontanitas hati saya membantah, tetapi setelah mendapat penjelasan panjang lebar, saya setuju dan menyatakan benar, karena tanpa hati sama saja dengan pencemaran atau polusi.
Siapa saja tidak membantah bahwa hari ini juga kita sedang berjuang untuk mendapatkan award “Surgawi” yang indah melalui perbuatan baik kita. Akhir dari segala perjuangan kita dan ini saya sampaikan kepada sahabat saya yang mendadak mendapat sakit kanker akut di paru-paru. Sambil bercanda kata beliau mudah-mudahan kontrak saya diperpanjang supaya saya bisa masuk surga (dapat award). Air mata saya sempat menetes, karena beliau bersama saya sejak SMA sampai sekarang dan ia sangat dekat dengan saya. Semoga Tuhan memberikan kesembuhan buat beliau dan istri (yang juga menghadapi CA).
Tuhan memberi, Tuhan mengambil, Tuhan menjaga, Tuhan dan menyembuhkan. Tuhanlah gembalaku dan sumber kebahagiaanku yang begitu menghargaiku sedemikian tingginya, padahal apalah aku ini. Maafkan segala kesalahanku Tuhan. Tolonglah aku di saat susah dan terima kasih buat berkat-Mu.

Alergi

Kalau alergi, bisa diatasi dengan meningkatkan ketahanan dan kekebalan tubuh.

Saya menerima kiriman Surel untuk undangan seminar tentang alergi, dan diikuti dengan sedikit penjelasan tentang apa itu alergi dan bagaimana bisa terjadi, bagaimana mengatasi alergi dengan kekebalan tubuh.
Setahun yang lalu saya juga mengikuti seminar di UI tentang alergi. Mengapa saya suka mengetahui perihal alergi karena saya sejak usia 8 tahun sudah menderita alergi parah. Saya tidak bisa makan udang, ikan, kecap asin dan garam. Kita bisa bayangkan penderitaan ini. Kalau saya sudah kena alerti, maka bibir luka semua, jari tangan melepuh dan seluruh tubuh bisulan. Saya sangat menderita. Itu semuanya berakhir sekitar usia 25-an. Saya sekarang sudah sembuh, walaupun kadang-kadang trauma itu masih ada.
Mulai dari Dr. Edwin Djuanda, Prof. Dr. Junus, Dr. Inyo Beng Liong dan anak-anaknya seperti Dr. Subandi, Dr. Wati Suryati, Dr. Tan Kee Hock (Mt. E) dan Dr. Phang Hian Tjing (GH). Mereka ini adalah nama-nama dokter alergi terkenal. Ada juga sejumlah dokter lain yang menangani aku.
Mulai dari phisioterapy, aroma teraphy, macam-macam obat dan vitamin. Semua sudah coba termasuk obat Cina.
Alergi bagi yang pernah mengalami adalah momok. Misalnya bayangkan bagaimana saya harus tidur telungkup selama seminggu karena punggung penuh bisul dan sakit sekali, tapi ini nyata dan tidak bisa di hindari. Berbahagialah teman-teman yang punya daya tahan kuat terhadap alergi.
Alergi yang dihadapi manusia dalam kehidupan rohani kita menyebutnya luka batin atau sakit hati. Gejalanya sama yaitu melemahnya daya tahan tubuh dan sakit luar biasa. Gejala awal alergi batin adalah iri hati, cemburu, marah, sombong, ingkar janji dan bohong. Gejala awal ini kalau tidak diatasi secara cepat akan membuat tingkat alergi lebih tinggi dan bisa menjadi penyakit jiwa dan raga.
Sepanjang proses kehidupan kita diisi dengan adanya kekebalan tubuh terhadap gejala-gejala alergi batin yang memungkinkan kita kita terbebas dari sakit, baik penyakit jiwa maupun raga.
Semoga kasih Tuhan dan rahmat-Nya bisa memberikan kekuatan buat kita untuk mengatasi segala sakit penyakit di sekitar kita.

Lilin

Sahabat yang paling kupercaya, adalah dia yang menyalakan lilin saat aku tiada.

Perjalanan dengan naik mobil memang sangat menyenangkan apa lagi bisa menikmati pemandangan. Semasa anak-anak masih kecil kami selalu menyediakan waktu touring dengan mobil, bahkan pernah sampai Denpasar. Suatu kesempatan aku bersama teman-teman melakukan perjalanan di Australia, melalui Perth kami ke Alice Spring lalu naik mobil jmenuju ke arah Rock Wave. Di dalam perjalanan sampai malam hari, cuaca bagus sekali, lalu kami turun dan menginap malam hari. Kami duduk di halaman Mobil Inn. Tiba-tiba lampu mati lalu gelap gulita karena di daerah padang pasir. Beberapa saat kemudian penjaga datang dengan beberapa lilin. Kami duduk ngobrol minum kopi sambil menatap lilin. Luar biasa, karena di kegelapan ternyata terang lilin jadi sangat nyata. Suhu udara 15 derajat jadi sedikit hangat, tapi saking asyiknya ngobrol, lilinnya meleleh sampai mau habis. Kata temanku sungguh mulia lilin ini, rela mencair untuk menerangi!!!
Kalau pernah nonton film “Assasination” yang main Van Damme, dan Jessy. Film action yang bagus tentang balas dendam dan kehidupan keras karena tidak ada saling percaya dan selalu saling curiga. Dalam dialognya kata Jessy : ”Aku tidak bisa mempercayai siapapun, apa lagi laki-laki di dunia, aku hanya percaya kepada siapa yang kelak menyalakan lilin di saat aku tiada!!!
Indah sekali kata-kata ini karena kita selalu ingat lilin saat kegelapan hadir di rumah kita saat lampu mati.
Tuhan selalu menyalakan lilin buat kita, sehingga hati kita bebas dari kegelapan. Sayangnya angin egoisme selalu meniup mati lilin di hati kita. Lilin di hati selalu leleh dan mencair untuk menerangi. Meleleh adalah pengorbanan karena memberikan terang baik untuk diri sendiri atau orang lain yang kita cintai. Ibarat lilin harus rela mencair.
Bagi kita lilin sudah hampir punah karena ada lampu dan listrik. Kalau mau cari lilin datang saja. Di gereja masih banyak lilin. Berlutut dan memasang lilin di kaki Bunda Maria lalu berdoa agar Bunda Maria mau menyalakan lilin di hati kita seperti lilin yang kita pasang. Padahal di dalam gereja sudah terang benderang. Mengapa harus pasang lilin? Dalam kehidupan, kita pun merasa terang benderang, tetapi lilin tetap kita nyalakan sehingga suatu saat ada kegelapan, maka kita sudah terang. Atau jika ada sahabat yang membutuhkan lilin, maka bisa mengambilnya.
Terang lilin berbeda dengan terang lampu karena ia dibakar di atas sumbu. Lilin itu menyala seolah-olah ia berasal dari bumi dan nyalanya membuat hati kita tenang. Cobalah berdoa di rumah di dampingi lilin atau hanya menatap nyala lilin rasanya sejuk sekali.
Saat kita dibaptis, kita dapat lilin. Saat Paskah dan Natal penuh lilin. Saat perkawinan kita juga dapat lilin. Lilin identik dengan DOA. Jadi di manapun kita berada, dekat lilin kita sudah mendapat Doa dalam hati kita.
Semoga Kasih Tuhan menerangi kita, dan kita bisa jadi lilin yang rela mencair untuk menerang.

Tersesat

Siapa yang merasa tersesat, itu pertanda dia mulai benar.
Siapa yang berprasangka, dia akan tersesat!

Semalam saya bersama beberapa sahabat duduk menikmati kopi Luwak, melewati Minggu sore yang indah sambil berdiskusi bisnis. Biasanya jarang sekali saya mau karena hari Minggu biasanya jatah untuk cucu, tapi apa boleh buat ini emergency, apalagi didampingi dua pastor sahabatku sehingga suasana bisnis berubah jadi liturgis. Masih sekitar berbicara bisnis, saya teringat strategi approach dan win win solution, yang saya pelajari. Ada pepatah mengatakan “Siapa berprasangka, dia akan tersesat”! Ada juga kita petik tulisan pendeta besar Nus Remas, yang dikirim via BBM ke saya :

“God says that not only you are accepted, you’re valuable. You can be rich or poor, but it has nothing to do with your value as a person.
“Come to the Lord, the living stone rejected by people as worthless but chosen by God as valuable.” (1 Peter 2:4).

Batu bangunan tertentu, dipakai sebagai petunjuk, tapi kalau sudah ada tanda-tanda lain, maka batu itu akan dibuang orang, namun batu itu jadi batu penjuru agar orang tidak tersesat lagi. Suatu reformasi luar biasa, di mana orang yang berprasangka bahwa Batu Penjuru yang sudah tidak berguna dan dibuang ternyata dipakai Tuhan. Bahkan ia memiliki nilai sangat bagus. Memang benar sekali kita tidak bisa begitu saja berprasangka karena justru dapat menyesatkan kita, tetapi sebaliknya kalau kita merasa tersesat maka kita akan mulai dari awal dan mengetahui persis jalannya.
Acara malam tadi malam dilanjutkan dengan nonton film Bourne Legacy, sebuah film drama action bercerita tentang kehidupan spionase. Sebuah dialog diakhir film antara Aaron dan Marta, “Apakah kita tersesat?”, tanya Marta. “Iya kita tersesat!”, jawab Aaron. “Tapi biarkan kita tersesat, mungkin itu petunjuk kita supaya tidak tersesat!”, lanjutnya
Sampai malam saya merenung tiga kondisi tersesat dan dijelaskan oleh Pendeta Nus perihal tersesat itu. Sungguh berbahagia karena kita semua bagai orang yang tersesat dan disini nilainya bagus bagi kehidupan rohani kita.
“Thy Word is a lamp unto my feet and the light unto my path”. Tersesat, pasti kita semua pernah mengalaminya, apalagi tersesat dalam arti kata kehidupan rohani. Tersesat seakan-akan suatu keadaan di mana Tuhan memberikan kesempatan kepada kita agar mengetahui jalan hidup kita. Seperti batu yang dibuang orang kini menjadi batu penjuru. Semoga kita semua bisa menemukan jalan kita dan tidak tersesat.

Kebetulan

Sesungguhnya kebetulan itu tidak ada, yang ada hanya terkejut.


Suatu perjalanan ke mana saja pasti akan melihat fatamorgana, ada yang baik ada juga yang kurang bahkan ada tidak baik menurut pandangan manusia. Padahal bagi Allah semua kejadian baik adanya.
Suatu hari saya terbang dari Medan ke Jakarta dengan Garuda. Penerbangan siang hari tapi cuaca buruk sekali. Semua itinerary saya telah diatur oleh protokol. Saya bersama sahabat Pak JP Soetadi Martodihardjo. Pada saat di atas pesawat saya duduk kursi nomor 1A dan 1B. Anehnya di eksekutif class ini hanya kami berdua saja. Perasaan saya tambah aneh karena beberapa sahabat saya, juga ada boss saya semua naik ekonomi. Padahal rata-rata mereka biasa pakai kelas bisnis. Tidak berapa lama naiklah Sultan Hamengku Buwono X bersama Ratu Hemas di kursi nomor 1D dan 1E dan duduk pas di samping saya. Sahabat saya tadi langsung sembah sujud dan salam serta mencium tangan rajanya. Ini tradisi Jawa sedangkan saya hanya salaman dan senyum saja, karena saya dan Sri Sultan sudah kenal cukup lama. Beliau juga bisa menyebutkan namaku dan sekaligus arti nama saya.
Kelihatannya seluruh ruang kelas kksecutive dikosongkon untuk Sri Sultan dan Ratunya, tapi entah mengapa saya juga tidak tahu, apakah ada sengaja diberikan khusus kursi dengan nomor 1 di samping raja. Sedangkan kapasitas ruangan 40 kursi hanya diisi 4 orang. Bahkan hadir walikota dan pejabat lainnya semua di kelas ekonomi. Tentu saja saya tersanjung bahkan biasa didampingi 3 pramugari kali ini 6 orang pramugari dan semua dengan kostum khusus kerajaan. Di atas pesawat kami bercerita panjang lebar dan bernostalgia di masa lalu. Kami tidak lupa berbicara tentang filosofi dan ritual keagamaan, saya juga menyinggung falsafah Jawa “SOPO WERUH ING PANUJU sasat SUGIH PAGER WESI” (Semua tujuan luhur pasti dituntun, dan tidak terjadi secara kebetulan — terjemahan versi saya)
Memang bertemu dengan Sri Sultan tidaklah mudah apa lagi bisa ngobrol santai dan bercanda selama dua jam di atas pesawat bahkan ikut kuliah atau belajar tentang kehidupan, baik sebagai orang biasa juga sebagai seorang raja.
Siang tadi saya menghadiri acara Halal bi Halal. Ada Lurah Jelambar, para ketua RW, para ketua RT, ibu-ibu PKK, pejabat Muspida, tokoh-tokoh masyarakat. Saya didudukan di paling depan bersama bapak Lurah Jelambar dan istri.
Dalam Santapan Rohani Ustad Ratno, memberikan Tadyaah sebagai Siraman Rohani yang adem. Yang menarik adalah kisah tentang sahabat Nabi Muhamad SAW, seorang buta dan rumahnya jauh dari mesdjid. Lalu beliau menghadap nabi mohon ijin pindah tinggal dekat mesjid atau di dalam mesjid, tapi kata nabi, jangan! Kalau begitu saya beribadah di rumah saja, juga kata nabi jangan! Jadi saya harus bagaimana? Kata nabi : “Kalau kamu berjalan ke mesjid, karena setiap langkah kirimu akan menghapus dosamu, dan setiap langkah kananmu akan membeikan kebahagiaan bagimu, dan jarak jauh akan berobah menjadi dekat!
Saya masih termenung ingat pepatah Jawa tadi dan saya juga tidak kebetulan dengar santapan rohani ini. Maklum karena rumah saya dekat sekali dengan Gereja Paroki Santo Kristoforus Jakarta.
Memang benar bahwa jarak kita dengan rumah ibadah bukanlah jauhnya jalan tetapi hati kita. Jadi, kalau hati kita jauh dari Tuhan jarak 100 meter dari rumah ibadah pun tidak akan sampai. Sebaliknya jarak 10km pun kita bisa sampai!
Sedangkan langkah kiri kita adalah niat. Setiap niat baik yang kita jalankan pasti akan dituntun. Otomatis akan menghapus dosa kita. Sedangkan langkah kanan kita adalah ibadah (menyenangkan hati orang adalah ibadah), sehingga setiap kita beribadah hadiahnya adalah kebahagiaan kita. Seperti saya sering sampaikan bahwa di dalam kebahagiaan ada keselamatan dan kesembuhan.
Acara ditutup dengan doa oleh Ustad, bersalam-salaman, saling memaafkan dan makan siang. Sungguh berbahagia. buat saya dan Anda sahabat-sahabatku karena kita sering menerima berkat. Kita sering mengibaratkan berkat itu sebagai kebetulan, dan terjadinya tanpa kita duga. Bagaimana pun juga Tuhan selalu menuntun kita di jalan benar tetapi kita yang sering keluar dari jalur yang benar.