Category Archives: Uncategorized

Selembar kertas

Cerpen 010

Oleh : Adharta
Ketua Umum
KRIS

KISAH PERJUANGAN ROBERT

Singapura
Medio September 2025

Anak Desa Trucuk

Di sebuah desa kecil bernama Trucuk, Jawa Tengah, kehidupan berjalan sederhana.
Sawah membentang luas, sungai mengalir tenang, dan suara ayam jantan menjadi penanda pagi.

Di desa itulah,
pada suatu malam yang penuh doa dan tangis, seorang bayi mungil lahir. Namanya Robert.
Tangisan pertamanya membawa duka.

Ibunya, Maryani, meninggal dunia saat melahirkannya. Sang ayah, Paijo, seorang kuli angkut tanah sekaligus petani kecil, menatap bayi itu dengan hati hancur.

Sejak awal,
hidup Robert adalah perjuangan, sebuah perjalanan panjang yang ditakdirkan penuh luka, tetapi juga penuh cahaya.

Masa Kecil yang Penuh Kekurangan.
Robert tumbuh sebagai anak yang tampan, dengan mata jernih yang selalu menyimpan rasa ingin tahu. Namun, kemiskinan membuatnya berbeda dari anak-anak lain.

Ia tidak pernah merasakan duduk di bangku sekolah dasar. Uang sekolah adalah sesuatu yang mustahil bagi Paijo.
Meski dilahirkan sebagai seorang Katolik, Robert belajar membaca justru dari teman-temannya yang mengaji di langgar desa.

Dari huruf-huruf Arab yang ia kenali, ia mulai meraba huruf Latin, hingga perlahan mampu mengeja kata-kata.

Pada usia 9 tahun, ia sudah membantu tetangga berjualan makanan di warung.

Teman-temannya sudah memakai seragam sekolah, tetapi Robert hanya duduk di pinggir kelas, ikut mendengarkan dari luar jendela. Kadang ia menyalin catatan di tanah dengan ranting kering. Ajaibnya, meski tak sekolah, otaknya begitu tajam.

Anak-anak sebaya yang bersekolah sering malah diajari olehnya.
Di saat anak lain sibuk bermain, Robert mengumpulkan buku bekas, kapur yang sudah patah, dan papan tulis lusuh.

Dengan itu semua, ia mulai mengajar anak-anak desa yang tak mampu sekolah.

Jumlah muridnya bertambah hingga lebih dari 40 orang. Mereka belajar menulis di sabak (papan tulis kecil dari batu hitam) dan berhitung dengan biji-bijian.
Di usia 11 tahun, Robert sudah dikenal sebagai “guru kecil”.

Anak-anak desa memanggilnya “Mas Robert”, dan mereka percaya padanya.

Dari keterbatasan, ia menyalakan api pendidikan.
Kehilangan yang Membentuk Jiwa

Ketika Robert berusia 13 tahun, cobaan besar datang. Paijo, satu-satunya orang tua yang ia punya, meninggal dunia karena TBC.

Robert menjadi anak yatim piatu.
benar-benar sebatang kara.
Di saat itulah, seorang tabib Tionghoa tua bernama Om Bing menaruh perhatian padanya.

Om Bing adalah seorang singshe yang mengobati orang tanpa bayaran.

Robert sering membantu mengambil ramuan dari hutan, menumbuk daun, hingga meracik obat.

Dari sinilah ia belajar bahasa Mandarin dan pengetahuan tentang pengobatan tradisional.

Dalam waktu tiga tahun, Robert tidak hanya fasih berbahasa Mandarin, tetapi juga memahami berbagai ramuan herbal.

Ketika Om Bing yang sudah berusia 80 tahun semakin lemah, Robert perlahan mengambil alih tugasnya. Namun, desa Trucuk tidak pernah lepas dari penderitaan.
Gempa bumi menghancurkan sawah, kelaparan merenggut nyawa, dan anak-anak desa makin banyak yang tidak bersekolah.

Cahaya dari Lomba MTQ

Robert tumbuh menjadi remaja yang unik. Ia Katolik, tetapi fasih membaca Al-Qur’an.

Ia sering diajak berdiskusi oleh guru-guru ngaji, bahkan mereka kagum pada kefasihannya berbahasa Arab.

Suatu hari, gurunya mengajak Robert ikut lomba MTQ tingkat kabupaten.
Tak ada yang menyangka, Robert yang bahkan tak punya ijazah SD, mampu meraih juara dua.

Namanya mulai diperbincangkan.
Namun jalan ke pendidikan formal tetap buntu.

Tanpa ijazah, sulit baginya masuk SMP atau SMA.
Hingga suatu ketika, seorang pastor dari Yogyakarta mendengar kisahnya.
Pastor itu melihat bakat Robert dalam musik dan paduan suara. Ia lalu membawanya ke Yogya dan memperjuangkan agar Robert bisa masuk sekolah Katolik, meski tanpa ijazah.

Robert diterima. Bakatnya meledak. Ia bukan hanya siswa yang rajin, tetapi jenius yang haus ilmu.

Kejeniusan yang Tak Terbendung
Di SMA Katolik Yogyakarta, Robert tampil luar biasa.
Ia belajar dengan cepat, jauh melampaui teman-temannya. Bahkan di kelas 3, ia ikut lomba Cerdas Cermat TVRI bersama dua temannya, Antonius dan Martinus. Mereka keluar sebagai juara pertama, mengalahkan sekolah-sekolah unggulan.
Setelah SMA, Robert bekerja di industri rekaman. Suaranya merdu, ia piawai menyanyi, dan perlahan menarik perhatian pemilik perusahaan.
Tanpa ijazah, sulit baginya melangkah, tetapi karena kehebatannya, ia akhirnya disekolahkan di sekolah musik.
Robert menyelesaikan pendidikan musik dengan gemilang. Ia lalu menjadi guru musik, instruktur paduan suara, bahkan dipercaya melatih musik di lingkungan TNI.

Tentara tanpa Ijazah
Kemampuan Robert membuatnya dilirik TNI.
Ia masuk dengan pangkat rendah, tetapi segera mencuri perhatian.

Ia tidak hanya mengajar musik, tetapi juga ikut membantu tim medis, memanfaatkan pengetahuannya tentang herbal.

Para dokter kagum padanya.
Robert melatih prajurit dalam strategi, pengobatan, hingga seni musik.

Banyak anak didiknya yang kemudian menjadi perwira. Bahkan namanya diusulkan untuk mendapat bintang penghargaan.

Namun tembok itu kembali menghadang. Ijazah.

Karena tak punya ijazah resmi, Robert tak bisa naik pangkat, tak bisa diakui setara dengan perwira. Akhirnya, dengan berat hati, ia meninggalkan dunia militer.

Kembali ke Desa
Robert kembali ke desa. Di sana ia mengajar di SMA sebagai guru musik, meski tanpa ijazah.

Ia juga membuka praktik sebagai tabib, meneruskan ilmu dari Om Bing.
Meski sudah berusia 30 tahun, Robert masih single.

Banyak gadis mengaguminya. Wajahnya tampan, kepandaiannya luar biasa, tetapi Robert merasa tak pantas menikah. Hidupnya adalah untuk mengabdi.
Ia mendirikan sekolah bahasa Mandarin, mengajar anak-anak mengaji, dan membangun pusat belajar kecil-kecilan di desanya.

Bagi Robert, agama adalah jalan menuju Tuhan, tetapi pendidikan adalah jalan menuju peradaban.

Cinta yang Datang Terlambat
Di usia 40 tahun, Robert jatuh sakit.
TBC, penyakit yang dulu merenggut nyawa ayahnya, kini menyerangnya. Dua bulan lamanya ia dirawat di rumah sakit Yogyakarta.

Di sanalah ia bertemu dengan Maria, seorang suster perawat.
Maria merawatnya dengan penuh kasih. Dari tatapan mata, percakapan sederhana, hingga doa-doa malam, tumbuhlah cinta.

Setelah Robert sembuh, mereka memutuskan menikah.
Hidup berumah tangga membawa kebahagiaan baru.
Meski tak dikaruniai anak kandung, Robert dan Maria mengangkat sepasang anak yatim, Agnes dan Rama.

Mereka hidup sebagai keluarga Katolik sederhana, penuh cinta, dan pengabdian.
Akhir kehidupan
Perjalanan
Robert terus mengajar hingga usia senja.

Ia tetap tabib, tetap guru, tetap penyanyi, tetap pengajar bahasa. Di usia 50-an, namanya masih dikenang banyak orang.

Murid-muridnya telah menjadi guru, dokter, perwira, dan pemimpin di berbagai tempat.
Namun di hati kecilnya, Robert masih menyimpan satu kerinduan: memiliki ijazah.

Bagi banyak orang, selembar kertas hanyalah formalitas.
Tapi bagi Robert, ijazah adalah simbol bahwa perjuangannya diakui.

Sayangnya, mimpi itu tak pernah tercapai. Hingga rambutnya memutih, Robert tetap tanpa ijazah. Tetapi, apakah artinya sebuah kertas jika hidupnya sudah menjadi ijazah abadi bagi banyak orang?
Robert telah membuktikan bahwa ilmu tidak mengenal tembok, pendidikan tidak mengenal status, dan kasih tidak mengenal batas. Dari desa kecil Trucuk, seorang anak tanpa ibu, tanpa sekolah, tanpa ijazah, menjelma menjadi guru sejati kehidupan.

Warisan Abadi
Ketika Robert menutup mata di usia senja, desa Trucuk berduka. Ratusan orang mengiringi jenazahnya, dari anak kecil hingga orang tua.

Mereka semua punya kisah tentang Robert.
“Kalau bukan karena Robert, saya tak bisa baca tulis.”
“Kalau bukan karena Robert, saya tak jadi guru.”
“Kalau bukan karena Robert, saya tak bisa jadi dokter.”
Di batu nisannya hanya tertulis sederhana:
Robert – Anak Desa, Guru Kehidupan.

Dan itulah warisan terbesarnya. Bukan ijazah, bukan pangkat, bukan kekayaan. Tetapi ilmu, cinta, dan pengabdian yang abadi.

http://www.kris.or.id
http://www.adharta.com

Doa Dalam Kepasrahan

Oleh : Adharta
Ketua umum
KRIS

Singapura
Kamis
18 september 2025

Sahabatku terkasih
Aku menerima kiriman doa dari sahabatku yang bisa kita dengar bersama. Doa-doa yang paling didengar oleh Tuhan. Hidup manusia penuh dengan suka dan duka, tawa dan tangis, bahagia dan derita. Dalam setiap perjalanan hidup, manusia selalu membutuhkan tempat untuk bersandar. Dan ketika dunia terasa sunyi, ketika pertolongan manusia lain terasa terbatas, hanya kepada Tuhan kita mengangkat tangan, memohon dengan kerendahan hati. Doa adalah jembatan kita menuju kasih-Nya yang tak terbatas. Namun, tahukah kita bahwa ada doa-doa tertentu yang memiliki kekuatan luar biasa, doa yang dijanjikan untuk langsung didengar oleh Tuhan Yang Maha Kuasa

Berikut adalah lima doa yang begitu istimewa, yang mampu mengetuk pintu surga dengan lebih kuat, karena lahir dari hati yang benar-benar tulus, penuh kesungguhan, dan kesakitan hidup yang nyata.

  • Pertama : Doa Orang yang Lapar
    Lapar bukan sekadar rasa perut kosong. Lapar adalah penderitaan batin, terutama ketika seseorang benar-benar tidak punya apa-apa untuk dimakan. Orang yang lapar, dengan tubuh lemah, hanya bisa berharap pada kemurahan Tuhan. Itulah sebabnya doa orang lapar didengar begitu cepat oleh Sang Pencipta. Orang yang berpuasa pun mengalaminya. Saat perut kosong, hati menjadi lebih jernih. Ketika rasa lapar menusuk, kita mengingat penderitaan mereka yang tidak beruntung. Maka doa dalam keadaan berpuasa menjadi lebih dalam, lebih sungguh-sungguh. Itulah mengapa dianjurkan berdoa di tengah atau menjelang berbuka puasa. Saat itu, doa seakan meluncur lurus ke hadapan Tuhan, penuh kesederhanaan, penuh pengharapan.
  • Kedua : Doa Orang yang Hilang Kebebasan
    Kebebasan adalah anugerah terbesar yang sering kali baru kita sadari ketika hilang. Orang yang dipenjara, orang yang tertindas, orang yang disiksa tanpa mampu melawan, mereka memandang langit tanpa kuasa berjalan di bawahnya. Namun, dari balik jeruji besi atau dalam gelapnya ruang penyiksaan, doa mereka melambung tinggi. Tangisan batin orang-orang terpenjara, yang tak mampu meminta tolong kepada manusia, langsung sampai kepada Tuhan. Karena siapa lagi yang bisa mereka andalkan selain Dia yang Maha Kuasa. Maka ketika kita mengunjungi orang yang dipenjara, atau menyapa mereka yang kehilangan kebebasan, jangan lupa minta doa mereka. Sebab doa yang lahir dari hati yang hancur, dari jiwa yang hanya bertumpu pada Tuhan, memiliki kekuatan luar biasa.
  • Ketiga : Doa Orang Miskin dan Menderita
    Kemiskinan seringkali membuat manusia dipandang rendah oleh sesamanya. Namun di mata Tuhan, orang miskin adalah sahabat-Nya yang terdekat. Empunya kerajaan sorga Doa mereka, yang lahir dari perut kosong, rumah yang reyot, dan harapan yang nyaris padam, justru menjadi doa yang paling jujur. Tidak ada kepalsuan dalam doa orang miskin. Tidak ada kepentingan duniawi. Yang mereka minta hanyalah kehidupan yang layak, makanan secukupnya, kesehatan bagi keluarga, dan kekuatan untuk bertahan. Itulah sebabnya doa mereka begitu mustajab. Oleh karena itu, memberi sedekah kepada orang miskin bukan hanya sebuah kewajiban moral, melainkan jalan untuk mendapatkan doa mereka. Dan doa orang miskin itu, yang lahir dari hati tulus dan penuh penderitaan, adalah doa yang didengar dengan penuh kasih oleh Tuhan.
  • Keempat : Doa Para Hamba yang Mengabdikan Hidupnya kepada Tuhan
    Ada sekelompok orang yang memutuskan untuk mempersembahkan seluruh hidupnya bagi pelayanan kepada Tuhan dan sesama. Mereka adalah para biarawan dan biarawati, pastor, frater, bruder, suster, ustaz, pendeta, biksu, dan para rohaniwan lainnya. Mereka meninggalkan banyak kesenangan dunia untuk berjalan di jalan sunyi pengabdian. Setiap hari, mereka berdoa bukan hanya untuk dirinya sendiri, melainkan juga untuk umat manusia.
    Suara doa mereka, yang diucapkan dalam kesetiaan dan konsistensi, menembus langit dengan kekuatan yang tak terbantahkan. Maka, ketika kita merasa lemah, mintalah doa dari mereka. Doa seorang hamba Tuhan yang tulus, yang tidak mencari keuntungan pribadi, adalah doa yang begitu manjur. Tuhan mendengar doa mereka karena mereka berdoa bukan untuk diri mereka, melainkan untuk kita semua.
  • Kelima : Doa Orang Sakit
    Sakit adalah salah satu cara Tuhan mengingatkan manusia tentang keterbatasan. Saat tubuh tak lagi berdaya, saat nafas terasa berat, saat rasa sakit menguasai setiap sendi, manusia tidak lagi berpikir tentang duniawi. Yang ada hanyalah kerinduan akan kesembuhan dan kerelaan berserah. Doa orang sakit lahir dari hati yang rapuh, yang pasrah sepenuhnya kepada Tuhan. Tidak ada kesombongan dalam doa itu. Tidak ada kebanggaan yang tersisa. Yang ada hanyalah ketulusan: “Tuhan, sembuhkan aku. Jika tidak, kuatkan aku untuk menerima”. Itulah sebabnya doa orang sakit sangat manjur. Dan bagi kita yang sehat, jangan pernah ragu untuk meminta doa dari mereka. Karena di balik tubuh yang lemah, ada kekuatan doa yang luar biasa.

Sahabatku terkasih
Kekuatan Doa yang Tulus, lima macam doa ini doa orang lapar, doa orang yang hilang kebebasan, doa orang miskin, doa para hamba Tuhan, dan doa orang sakit adalah doa-doa yang langsung didengar oleh Tuhan. Mengapa? Karena doa-doa itu lahir dari hati yang tulus, dari penderitaan yang mendalam, dari penyerahan diri sepenuhnya kepada Sang Pencipta. Doa bukan sekadar kata-kata indah yang kita ucapkan. Doa adalah jeritan hati, permohonan tulus, kadang dengan air mata, kadang dengan bisikan lirih, kadang bahkan tanpa kata-kata. Tuhan tidak melihat panjang pendeknya doa, tidak menilai indah atau tidaknya kalimat doa. Yang Tuhan lihat adalah kejujuran hati di balik doa itu.

Maka, marilah kita belajar dari mereka. Ketika berdoa, jangan sekadar melafalkan kata-kata. Doakan dengan hati yang tulus, dengan kerendahan, dengan kesungguhan. Dan jangan lupa untuk selalu mendukung mereka yang lemah, miskin, sakit, terpenjara, atau mengabdikan hidupnya untuk Tuhan. Sebab melalui mereka, doa-doa kita akan semakin kuat bergema di hadapan Tuhan. Doa adalah napas jiwa. Selama kita masih bernapas, marilah kita terus berdoa—karena doa adalah kunci yang membuka pintu kasih Tuhan, kapan pun dan di mana pun.

Dalam Doa ku

Adharta

Www.kris.or.id
Www.adharta.com

Doa

Oleh : Adharta
Ketua umum
KRIS
Singapura
Kamis
18 september 2025

Sahabatku terkasih

Ada kiriman Doa dari sahabat aku yang bisa kita dengar bersama

Doa Doa yang Paling Didengar oleh Tuhan

Hidup manusia penuh dengan suka dan duka, tawa dan tangis, bahagia dan derita.

Dalam setiap perjalanan hidup, manusia selalu membutuhkan tempat untuk bersandar.

Dan ketika dunia terasa sunyi, ketika pertolongan manusia lain terasa terbatas, hanya kepada Tuhan kita mengangkat tangan, memohon dengan kerendahan hati.

Doa adalah jembatan kita menuju kasih-Nya yang tak terbatas. Namun, tahukah kita bahwa ada doa-doa tertentu yang memiliki kekuatan luar biasa, doa yang dijanjikan untuk langsung didengar oleh Tuhan Yang Maha Kuasa

Berikut adalah lima doa yang begitu istimewa, yang mampu mengetuk pintu surga dengan lebih kuat, karena lahir dari hati yang benar-benar tulus, penuh kesungguhan, dan kesakitan hidup yang nyata.

Pertama
Doa Orang yang Lapar
Lapar bukan sekadar rasa perut kosong. Lapar adalah penderitaan batin, terutama ketika seseorang benar-benar tidak punya apa-apa untuk dimakan.
Orang yang lapar, dengan tubuh lemah, hanya bisa berharap pada kemurahan Tuhan. Itulah sebabnya doa orang lapar didengar begitu cepat oleh Sang Pencipta.

Orang yang berpuasa pun mengalaminya.

Saat perut kosong, hati menjadi lebih jernih. Ketika rasa lapar menusuk, kita mengingat penderitaan mereka yang tidak beruntung. Maka doa dalam keadaan berpuasa menjadi lebih dalam, lebih sungguh-sungguh

Itulah mengapa dianjurkan berdoa di tengah atau menjelang berbuka puasa. Saat itu, doa seakan meluncur lurus ke hadapan Tuhan, penuh kesederhanaan, penuh pengharapan.

Kedua
Doa Orang yang Hilang Kebebasan

Kebebasan adalah anugerah terbesar yang sering kali baru kita sadari ketika hilang.
Orang yang dipenjara, orang yang tertindas, orang yang disiksa tanpa mampu melawan
mereka memandang langit tanpa kuasa berjalan di bawahnya.
Namun, dari balik jeruji besi atau dalam gelapnya ruang penyiksaan, doa mereka melambung tinggi.
Tangisan batin orang-orang terpenjara, yang tak mampu meminta tolong kepada manusia, langsung sampai kepada Tuhan. Karena siapa lagi yang bisa mereka andalkan selain Dia yang Maha Kuasa

Maka ketika kita mengunjungi orang yang dipenjara, atau menyapa mereka yang kehilangan kebebasan, jangan lupa minta doa mereka.
Sebab doa yang lahir dari hati yang hancur, dari jiwa yang hanya bertumpu pada Tuhan, memiliki kekuatan luar biasa.

Ketiga
Doa Orang Miskin dan Menderita
Kemiskinan seringkali membuat manusia dipandang rendah oleh sesamanya.

Namun di mata Tuhan, orang miskin adalah sahabat-Nya yang terdekat.
Empunya kerajaan sorga
Doa mereka, yang lahir dari perut kosong, rumah yang reyot, dan harapan yang nyaris padam, justru menjadi doa yang paling jujur.
Tidak ada kepalsuan dalam doa orang miskin.
Tidak ada kepentingan duniawi.
Yang mereka minta hanyalah kehidupan yang layak, makanan secukupnya, kesehatan bagi keluarga, dan kekuatan untuk bertahan. Itulah sebabnya doa mereka begitu mustajab.

Oleh karena itu, memberi sedekah kepada orang miskin bukan hanya sebuah kewajiban moral, melainkan jalan untuk mendapatkan doa mereka.

Dan doa orang miskin itu, yang lahir dari hati tulus dan penuh penderitaan, adalah doa yang didengar dengan penuh kasih oleh Tuhan.

Keempat
Doa Para Hamba yang Mengabdikan Hidupnya kepada Tuhan
Ada sekelompok orang yang memutuskan untuk mempersembahkan seluruh hidupnya bagi pelayanan kepada Tuhan dan sesama. Mereka adalah para biarawan dan biarawati, pastor, frater, bruder, suster, ustaz, pendeta, biksu, dan para rohaniwan lainnya.
Mereka meninggalkan banyak kesenangan dunia untuk berjalan di jalan sunyi pengabdian.

Setiap hari, mereka berdoa bukan hanya untuk dirinya sendiri, melainkan juga untuk umat manusia.
Suara doa mereka, yang diucapkan dalam kesetiaan dan konsistensi, menembus langit dengan kekuatan yang tak terbantahkan.
Maka, ketika kita merasa lemah, mintalah doa dari mereka. Doa seorang hamba Tuhan yang tulus, yang tidak mencari keuntungan pribadi, adalah doa yang begitu manjur.
Tuhan mendengar doa mereka karena mereka berdoa bukan untuk diri mereka, melainkan untuk kita semua.

Kelima
Doa Orang Sakit
Sakit adalah salah satu cara Tuhan mengingatkan manusia tentang keterbatasan. Saat tubuh tak lagi berdaya, saat nafas terasa berat, saat rasa sakit menguasai setiap sendi, manusia tidak lagi berpikir tentang duniawi. Yang ada hanyalah kerinduan akan kesembuhan dan kerelaan berserah.

Doa orang sakit lahir dari hati yang rapuh, yang pasrah sepenuhnya kepada Tuhan. Tidak ada kesombongan dalam doa itu. Tidak ada kebanggaan yang tersisa. Yang ada hanyalah ketulusan: “Tuhan, sembuhkan aku. Jika tidak, kuatkan aku untuk menerima.”

Itulah sebabnya doa orang sakit sangat manjur. Dan bagi kita yang sehat, jangan pernah ragu untuk meminta doa dari mereka. Karena di balik tubuh yang lemah, ada kekuatan doa yang luar biasa.

Sahabatky terkasih

Kekuatan Doa yang Tulus
Lima macam doa ini doa orang lapar, doa orang yang hilang kebebasan, doa orang miskin, doa para hamba Tuhan, dan doa orang sakit
adalah doa-doa yang langsung didengar oleh Tuhan. Mengapa? Karena doa-doa itu lahir dari hati yang tulus, dari penderitaan yang mendalam, dari penyerahan diri sepenuhnya kepada Sang Pencipta.
Doa bukan sekadar kata-kata indah yang kita ucapkan. Doa adalah jeritan hati, permohonan tulus, kadang dengan air mata, kadang dengan bisikan lirih, kadang bahkan tanpa kata-kata. Tuhan tidak melihat panjang pendeknya doa, tidak menilai indah atau tidaknya kalimat doa. Yang Tuhan lihat adalah kejujuran hati di balik doa itu.
Maka, marilah kita belajar dari mereka. Ketika berdoa, jangan sekadar melafalkan kata-kata.

Doakan dengan hati yang tulus, dengan kerendahan, dengan kesungguhan. Dan jangan lupa untuk selalu mendukung mereka yang lemah, miskin, sakit, terpenjara, atau mengabdikan hidupnya untuk Tuhan. Sebab melalui mereka, doa-doa kita akan semakin kuat bergema di hadapan Tuhan.
Doa adalah napas jiwa. Selama kita masih bernapas, marilah kita terus berdoa—karena doa adalah kunci yang membuka pintu kasih Tuhan, kapan pun dan di mana pun.

Dalam Doa ku

Adharta

Www.kris.or.id
Www.adharta.com

Sebuah Perjalanan Syukur di Mount Alvernia Hospital, Singapura

Oleh : Adharta
Ketua Umum
KRIS

Singapura
No Yoru
September Medio

Sahabat ku Terkasih

Hidup sering kali berjalan dalam lingkaran waktu yang penuh misteri. Ada peristiwa yang pernah kita alami di masa lalu, lalu suatu hari seolah terulang kembali, membawa kita pada perasaan dejavu. Begitu pula perjalanan kesehatan saya. Pada tahun 1980, saya datang ke Singapura untuk berobat. Saat itu, saya ditangani oleh seorang dokter yang penuh dedikasi, Dr. John A Tambyah, di Rumah Sakit Mount Elizabeth Orchard. Dibantu Dr. Ong yang menjadi MOH Singapura.

Dari sana, akhirnya perjalanan saya membawa saya ke Mount Alvernia Hospital, sebuah rumah sakit yang mungkin kecil jika dibandingkan dengan nama-nama besar lain di Singapura, tetapi memiliki kehangatan, pelayanan, dan kasih yang sungguh luar biasa.

Kini, setelah 45 tahun berlalu, tepatnya Selasa, 16 September 2025, saya kembali menapaki jejak yang hampir sama. Kali ini bukan hanya untuk berobat, tetapi menjalani sebuah operasi penting: pemasangan ICD (Implantable Cardioverter Defibrillator) di jantung saya. Kehadiran istri tercinta, Lena, dan adik saya yang juga seorang dokter gigi, drg. Monalisa, menjadi pengawal penuh kasih yang membuat langkah saya terasa lebih ringan.

  • Check-in di Mount Alvernia Hospital
    Pagi itu, pukul 10.00, kami tiba di Mount Alvernia. Rumah sakit ini memang tidak sebesar rumah sakit megah lain di Singapura, tetapi ada sesuatu yang berbeda. Dari saat pertama kali memasuki lobi, saya merasakan suasana tenang, bersih, penuh keramahan. Seakan-akan setiap orang yang bekerja di sana bukan sekadar menjalankan tugas, melainkan benar-benar menghadirkan sentuhan kasih dan kepedulian. Kiri kanan saya melihat Salib tergantung simbol ke katolikan sangat hangat dan nyata. Saya ditangani langsung oleh Dr. Devinder Singh, seorang dokter spesialis jantung yang tidak hanya cerdas secara medis, tetapi juga bijak dalam tutur kata dan menenangkan hati pasien. Didampingi tim medis yang sigap, saya diarahkan untuk bersiap menjalani operasi.
  • Masuk Ruang Operasi theatre
    Tepat pukul 11.45, saya dihantar menuju ruang operasi, atau theatre seperti yang biasa disebut di sana. Lima perawat menyambut saya dengan senyum dan ketangkasan yang menumbuhkan keyakinan. Mereka menyiapkan semua perlengkapan dengan teliti, namun tetap hangat dalam sikap. Kehadiran para dokter lain yang mendampingi Dr. Devinder Singh menambah keyakinan bahwa saya berada di tangan yang tepat. Beberapa menit kemudian, dokter anestesi menyapa saya dengan penuh kelembutan, lalu meminta saya untuk rileks. “Santai saja,” katanya, sambil menyuntikkan obat bius. Dalam waktu kurang dari satu menit, kesadaran saya menghilang, seolah saya tertidur dalam damai.
  • Proses Operasi
    Operasi pemasangan ICD berlangsung sekitar 75 menit. Dalam rentang waktu itu, tubuh saya tidak sadar, namun hati saya yakin bahwa Tuhan bekerja melalui tangan para dokter dan perawat. Ketika akhirnya saya terbangun, ada rasa lega dan syukur yang begitu besar. Segala proses telah selesai dengan baik. Dr. Devinder Singh kemudian menjelaskan kembali kepada saya tentang fungsi ICD. Dengan sabar, beliau menunjukkan tayangan di layar besar televisi yang ada di ruangan. ICD adalah sebuah alat kecil, mirip dengan pacu jantung, yang ditanamkan di dalam tubuh untuk mencegah kematian mendadak akibat gangguan irama jantung berbahaya. Ketika jantung berdetak tidak normal, ICD segera memberikan terapi listrik kecil untuk mengembalikan irama jantung ke keadaan normal. Saya merasa tenang mendengar penjelasan itu, alat ini bukan hanya sebuah mesin, melainkan sahabat baru dalam tubuh saya, yang akan menjadi penjaga setia kehidupan.
  • Kembali ke Ruang Perawatan
    Usai operasi, saya tidak ditempatkan di ruang ICU. Bukan karena keadaan saya tidak serius, melainkan karena semua ruang ICU saat itu penuh. Bahkan kamar VVIP yang biasanya menjadi pilihan, juga sedang tidak tersedia. Namun, justru di situlah saya melihat betapa Mount Alvernia mengedepankan kemanusiaan di atas formalitas. Saya ditempatkan di kamar kelas dua, sekamar berdua, tetapi khusus dikosongkan untuk saya seorang diri. Keputusan itu bukan sekadar soal fasilitas, tetapi juga soal penghormatan terhadap pasien. Saya merasa dijaga dengan penuh perhatian, meski tidak dalam ruangan termewah. Di situlah letak keunikan Mount Alvernia:
    sederhana, namun sungguh luar biasa.

Rumah Sakit Kecil dengan Hati yang Besar, Mount Alvernia bukan rumah sakit yang mengejar kemegahan gedung atau kemewahan fasilitas. Sejak berdirinya pada tahun 1961, rumah sakit ini didirikan oleh para biarawan biarawati Fransiskan dari Kongregasi Divine Motherhood, dengan tujuan melayani sesama berdasarkan nilai-nilai Kristen dan ajaran Katolik. Pelayanan yang mereka berikan selalu menekankan kasih, kepedulian, dan kehangatan. Itulah yang membedakan Mount Alvernia dari rumah sakit lain. Di balik gedung yang tidak terlalu megah, tersimpan semangat pelayanan tanpa pamrih. Setiap tenaga medis bekerja bukan hanya untuk menyembuhkan penyakit, tetapi juga untuk menguatkan jiwa. Dan saya mengalaminya sendiri, sukacita dan rasa syukur

Hari itu menjadi salah satu momen paling penting dalam hidup saya. Saya tidak hanya menjalani sebuah prosedur medis, tetapi juga merasakan kasih Tuhan yang hadir melalui manusia-manusia pilihan-Nya. Dari dokter, perawat, hingga staff rumah sakit, semuanya adalah instrumen Tuhan yang bekerja dengan sepenuh hati. Saya bersyukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang memberikan kesempatan kedua dalam hidup saya. Saya bersyukur kepada istri saya, Lena, yang selalu mendampingi dengan cinta dan kesetiaan. Saya bersyukur kepada adik saya, drg. Monalisa, yang dengan keahliannya sekaligus kasih sayangnya, menjadi penyokong semangat saya. Saya juga bersyukur kepada Dr. Devinder Singh dan seluruh tim medis, yang menjalankan pekerjaannya dengan ketelitian dan kasih.

Tentang ICD: Penjaga Kehidupan
Implantable Cardioverter Defibrillator (ICD) adalah sebuah inovasi medis yang luar biasa. Bagi penderita gangguan irama jantung, alat ini ibarat penjaga tak terlihat yang selalu siaga. Ketika jantung berdetak terlalu cepat atau kacau, ICD segera memberikan kejutan listrik kecil agar irama kembali normal. Alat ini telah menyelamatkan jutaan nyawa di seluruh dunia, termasuk saya. Dengan adanya ICD, saya merasa lebih tenang dan percaya diri menjalani hidup. Saya tahu ada teknologi yang menjaga, namun lebih dari itu, saya tahu Tuhanlah yang mengizinkan teknologi itu ada demi keselamatan manusia.

Tidak lupa tim Pastoral Care hadir memberikan semangat baru, memberikan Doa, dan juga sangat nyata wartakan kasih Tuhan

Hari itu, Selasa 16 September 2025, akan selalu saya kenang sebagai hari sukacita. Bukan hanya karena saya selamat dari operasi, tetapi karena saya kembali diingatkan bahwa hidup adalah anugerah Tuhan yang harus disyukuri setiap hari.

Terima kasih, Mount Alvernia Hospital.
Terima kasih, Dr. Devinder Singh dan tim medis
Terima kasih kepada seluruh perawat yang telah melayani dengan kasih.
Terima kasih Dr. Nicolas Wanahita sebagai adviser kesehatan saya
Terima kasih Asuransi Prudential yang menanggung seluruh biaya perawatan saya yang jumlahnya tidak sedikit
Terima kasih Bapak Michael Richard seharian pusing mengatur financial Advicer dengan pihak Rumah Sakit dan Dokter

Terima kasih bagi semua keluarga dan sahabat yang tidak lelah mengawal dengan Doa yang dipimpin Bapak Zeno Christensen, Bapak Vincent, Bapak Teddy, Ibu Monica Joseph, Ibu Sandra, dan Tim Doa Jumat Pertama WMS. Special thanks kepada istri saya drg. Lena, dan adik saya drg. Monalisa, yang tidak pernah meninggalkan saya. Rumah sakit kecil ini mungkin tidak sebesar gedung-gedung megah lainnya, tetapi bagi saya, Mount Alvernia adalah tempat besar dalam kasih, besar dalam pelayanan, dan besar dalam arti kehidupan.

Semoga kisah ini menjadi saksi betapa kasih dan pelayanan tulus mampu memberikan harapan baru bagi siapa saja yang membutuhkannya.

Adharta

Www.kris.or.id

Www.adharta.com

ICD Penjaga Irama Jantung

Sebuah Perjalanan Syukur di Mount Alvernia Hospital, Singapura

ICD Penjaga Irama Jantung

Oleh : Adharta
Ketua Umum
KRIS

Bahan :
Mount Alvernia Hospital Singapore
Mount Elisabeth Orchard Singapore
Primaya Hospital. jakarta

Pendahuluan

Jantung, Sahabat Kehidupan
Setiap detak jantung adalah anugerah.

Dalam heningnya, jantung kita bekerja tanpa lelah sejak kita lahir sampai hari terakhir kehidupan.
Kita jarang menyadarinya, sampai suatu saat ia mulai memberi tanda-tanda lemah, berdebar tidak beraturan, atau bahkan berhenti tiba-tiba.

Penyakit jantung, terutama gangguan irama jantung, telah menjadi salah satu penyebab utama kematian mendadak di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Namun, ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan tidak pernah berhenti berkembang. Salah satu terobosan besar yang telah menolong jutaan nyawa adalah

ICD – Implantable Cardioverter Defibrillator.

Alat kecil ini sering disebut sebagai “si kecil penyelamat jiwa”,

karena fungsinya sederhana tapi luar biasa: menjaga detak jantung tetap stabil.

Dan besok, di Mount Alvernia Hospital Singapura, Adharta ketua umum KRIS
akan menjalani langkah penting: pemasangan ICD.

Ini bukan hanya tindakan medis, melainkan sebuah babak baru dalam perjalanan hidup Adharta.

Mari kita pahami, apa sebenarnya ICD itu, mengapa begitu penting, dan bagaimana kisah-kisah inspiratif lahir dari orang-orang yang sudah ditemani oleh sahabat kecil ini.
Apa Itu ICD?

ICD adalah sebuah perangkat kecil, ukurannya hanya sebesar token bank BCA yang ditanam di bawah kulit dada.

Fungsinya mirip dengan alat pacu jantung, tapi lebih canggih ICD mampu
Mendeteksi jika jantung berdenyut terlalu cepat, terlalu lambat, atau tidak beraturan.

Merespons cepat dengan mengirimkan kejutan listrik kecil untuk mengembalikan irama jantung.
Menjadi penjaga setia yang bekerja 24 jam sehari, tanpa henti, tanpa lelah.

Alat ini terdiri dari generator kecil dengan baterai yang dapat bertahan hingga 10 – 15 tahun, dan kabel tipis (elektroda) yang dihubungkan langsung ke jantung melalui pembuluh darah besar.

Jadi, setiap kali ada ancaman serius terhadap ritme jantung, ICD segera bertindak sebelum terlambat.

Siapa yang Membutuhkannya?

Tidak semua orang dengan masalah jantung perlu ICD. Namun, bagi mereka yang punya risiko tinggi henti jantung mendadak, ICD bisa menjadi penyelamat hidup.

Misalnya:
Pasien yang pernah mengalami serangan jantung dengan gangguan ritme serius.
Orang yang pingsan akibat aritmia ventrikel.

Pasien gagal jantung dengan kontraksi jantung lemah.
Mereka yang memiliki penyakit jantung bawaan berisiko.

ICD bukan sekadar alat medis, tapi jaring pengaman.
Ia ada di sana, diam-diam, tetapi siap beraksi jika sewaktu-waktu bahaya datang.

Bagaimana Prosedur Pemasangannya?

Banyak orang membayangkan operasi besar ketika mendengar kata “ditanam”. Padahal, prosedur pemasangan ICD relatif sederhana:
Dilakukan dengan bius lokal atau bius rotal jika diperlukan, jadi pasien tetap sadar setengah sadar atau pulas total

Dokter membuat sayatan kecil di dada bagian atas.
Generator ICD diletakkan di bawah kulit.
Kabel elektroda disambungkan ke jantung melalui pembuluh darah besar.

Setelah dipasang, alat langsung diuji untuk memastikan berfungsi baik.
Dalam beberapa hari, pasien sudah bisa beraktivitas kembali.

Ada beberapa hal yang perlu dijaga, seperti menghindari medan magnet kuat, tapi pada dasarnya hidup bisa berjalan normal.

Mengapa ICD Disebut Penyelamat Jiwa?

Gangguan irama jantung bisa terjadi tiba-tiba, tanpa peringatan. Kadang tidak terasa sama sekali, tapi bisa langsung menyebabkan kehilangan kesadaran, bahkan kematian mendadak.

ICD bertindak dalam hitungan detik, jauh lebih cepat dari tenaga medis mana pun bisa menjangkau.

Bagi banyak pasien, ICD bukan hanya alat, melainkan pelindung hidup. Dengan adanya ICD, ketakutan akan
“apakah jantung saya akan berhenti tiba-tiba?” berubah menjadi ketenangan, karena ada penjaga setia di dada.

Kisah Inspiratif: Hidup Baru dengan ICD
Mari kita bayangkan sebuah kisah.

Seorang pria sahabat saya kental
berusia 60 tahun di Surabaya, ayah dari tiga anak, tiba-tiba pingsan saat sedang berbincang dengan keluarganya. Dokter kemudian menemukan bahwa ia mengalami fibrilasi ventrikel, gangguan irama jantung yang mematikan.
Ia dipasangkan ICD.
Awalnya, ia takut. Bagaimana mungkin sebuah alat kecil bisa menyelamatkannya?
Tapi beberapa bulan kemudian, saat ia berjalan santai di pagi hari, jantungnya tiba-tiba berdebar tidak beraturan.
ICD langsung bekerja. Iapun merasa ada hentakan singkat di dadanya, lalu ritme kembali normal.
Saat itu ia tersadar, alat kecil ini benar-benar menjadi penjaga hidupnya.
Sejak saat itu, ia menjalani hidup lebih penuh syukur.
Ia masih bercengkerama dengan cucunya, masih bisa berjalan pagi, masih bisa memeluk istrinya.
Semua itu mungkin berkat “sahabat kecil” di dadanya.
Untuk Adharta Babak Baru Kehidupan
Besok, 16 September 2025, Adhatta akan menjalani prosedur pemasangan ICD di Mount Alvernia Hospital, Singapura.

Rasa khawatir, cemas, bahkan takut tentu wajar.
Namun ingatlah
ini bukan akhir, melainkan awal kehidupan baru.
Dengan ICD, Anda tidak lagi sendirian melawan gangguan irama jantung.
Ada teknologi cerdas yang akan menjaga setiap detak jantung Anda.

Ada sahabat kecil yang selalu siaga, bahkan ketika Anda tertidur lelap.

Setiap kali Anda merasa cemas, bayangkanlah
ada sebuah cahaya kecil di dalam dada Anda, yang menyala setiap kali badai datang, yang memastikan Anda tetap hidup, tetap bisa tersenyum, tetap bisa mencintai dan dicintai.

Tips Menjalani Hidup dengan ICD
Hidup dengan ICD berarti hidup dengan sahabat baru.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
Hindari medan magnet kuat, seperti speaker besar atau mesin industri tertentu.

Jangan khawatir tentang aktivitas sehari-hari. Anda masih bisa berjalan, bekerja, bahkan berolahraga ringan termasuk. Main Golf bersama teman teman
Kontrol rutin ke dokter.

Baterai dan fungsi ICD akan diperiksa secara berkala.
Hiduplah sehat. Jaga pola makan, olahraga sesuai anjuran, dan kelola stres.
Ingat, ICD bukan pengganti gaya hidup sehat, melainkan pendamping. Dengan menjaga diri, Anda memberi kesempatan alat itu bekerja lebih efektif.

Inspirasi Adharta

Setiap Detak Adalah Anugerah
Hidup sering kali kita jalani begitu saja, tanpa sadar bahwa setiap detak jantung adalah hadiah.

Namun ketika jantung mulai rapuh, kita baru merasakan betapa berharganya satu detak itu.

ICD hadir bukan hanya untuk memperpanjang hidup, tapi untuk memberi kesempatan kedua

kesempatan untuk lebih menghargai waktu, orang-orang yang kita cintai, dan mimpi-mimpi yang belum selesai.

Bayangkan saat Anda membuka mata setelah operasi besok. Ada alat kecil di dalam dada Anda, diam-diam bekerja, seolah berkata:

“Tenanglah, aku ada di sini. Aku akan menjagamu. Lanjutkan hidupmu, lanjutkan cintamu, lanjutkan mimpimu.”

Doa di akhir persiapan Adharta

Harapan Baru
Besok adalah hari besar.
Hari ketika teknologi dan cinta Tuhan berpadu untuk menjaga hidup Adharta.
ICD hanyalah alat, tetapi di baliknya ada kasih Tuhan yang mengizinkan Adharta diberi kesempatan baru.
Janganlah melihat operasi ini sebagai beban, tapi lihatlah sebagai pintu menuju masa depan yang lebih terjaga. Adharta masih punya banyak cerita untuk ditulis, banyak senyum untuk dibagikan, banyak doa untuk dipanjatkan.

Percayalah, ini bukanlah akhir perjalanan, melainkan awal babak baru. ICD adalah sahabat kecil yang akan berjalan bersama Adharta

Selamat menyambut hari esok dengan hati tenang.

Tuhan menyertai langkah Adharta, dan setiap detak jantung Anda akan menjadi saksi betapa berharganya hidup ini.

Www.kris.or.id
Www.adharta.com

Terima kasih semua pihak yang telah mendoakan saya
Semoga kisah ini memberi inspirasi pencegahan
Mengenang sahabatku
Martinus yang pagi pagi sudah tidak ada kehidupannya
Doaku

Sebuah Perjalanan Syukur di Mount Alvernia Hospital, Singapura

Oleh : Adharta
Ketua Umum
KRIS

Singapura
No Yoru
September Medio

Sahabat ku Terkasih

Hidup sering kali berjalan dalam lingkaran waktu yang penuh misteri. Ada peristiwa yang pernah kita alami di masa lalu, lalu suatu hari seolah terulang kembali, membawa kita pada perasaan dejavu. Begitu pula perjalanan kesehatan saya. Pada tahun 1980, saya datang ke Singapura untuk berobat. Saat itu, saya ditangani oleh seorang dokter yang penuh dedikasi, Dr. John A Tambyah, di Rumah Sakit Mount Elizabeth Orchard. Dibantu Dr. Ong yang menjadi MOH Singapura.

Dari sana, akhirnya perjalanan saya membawa saya ke Mount Alvernia Hospital, sebuah rumah sakit yang mungkin kecil jika dibandingkan dengan nama-nama besar lain di Singapura, tetapi memiliki kehangatan, pelayanan, dan kasih yang sungguh luar biasa.

Kini, setelah 45 tahun berlalu, tepatnya Selasa, 16 September 2025, saya kembali menapaki jejak yang hampir sama. Kali ini bukan hanya untuk berobat, tetapi menjalani sebuah operasi penting: pemasangan ICD (Implantable Cardioverter Defibrillator) di jantung saya. Kehadiran istri tercinta, Lena, dan adik saya yang juga seorang dokter gigi, drg. Monalisa, menjadi pengawal penuh kasih yang membuat langkah saya terasa lebih ringan.

  • Check-in di Mount Alvernia Hospital
    Pagi itu, pukul 10.00, kami tiba di Mount Alvernia. Rumah sakit ini memang tidak sebesar rumah sakit megah lain di Singapura, tetapi ada sesuatu yang berbeda. Dari saat pertama kali memasuki lobi, saya merasakan suasana tenang, bersih, penuh keramahan. Seakan-akan setiap orang yang bekerja di sana bukan sekadar menjalankan tugas, melainkan benar-benar menghadirkan sentuhan kasih dan kepedulian. Kiri kanan saya melihat Salib tergantung simbol ke katolikan sangat hangat dan nyata. Saya ditangani langsung oleh Dr. Devinder Singh, seorang dokter spesialis jantung yang tidak hanya cerdas secara medis, tetapi juga bijak dalam tutur kata dan menenangkan hati pasien. Didampingi tim medis yang sigap, saya diarahkan untuk bersiap menjalani operasi.
  • Masuk Ruang Operasi theatre
    Tepat pukul 11.45, saya dihantar menuju ruang operasi, atau theatre seperti yang biasa disebut di sana. Lima perawat menyambut saya dengan senyum dan ketangkasan yang menumbuhkan keyakinan. Mereka menyiapkan semua perlengkapan dengan teliti, namun tetap hangat dalam sikap. Kehadiran para dokter lain yang mendampingi Dr. Devinder Singh menambah keyakinan bahwa saya berada di tangan yang tepat. Beberapa menit kemudian, dokter anestesi menyapa saya dengan penuh kelembutan, lalu meminta saya untuk rileks. “Santai saja,” katanya, sambil menyuntikkan obat bius. Dalam waktu kurang dari satu menit, kesadaran saya menghilang, seolah saya tertidur dalam damai.
  • Proses Operasi
    Operasi pemasangan ICD berlangsung sekitar 75 menit. Dalam rentang waktu itu, tubuh saya tidak sadar, namun hati saya yakin bahwa Tuhan bekerja melalui tangan para dokter dan perawat. Ketika akhirnya saya terbangun, ada rasa lega dan syukur yang begitu besar. Segala proses telah selesai dengan baik. Dr. Devinder Singh kemudian menjelaskan kembali kepada saya tentang fungsi ICD. Dengan sabar, beliau menunjukkan tayangan di layar besar televisi yang ada di ruangan. ICD adalah sebuah alat kecil, mirip dengan pacu jantung, yang ditanamkan di dalam tubuh untuk mencegah kematian mendadak akibat gangguan irama jantung berbahaya. Ketika jantung berdetak tidak normal, ICD segera memberikan terapi listrik kecil untuk mengembalikan irama jantung ke keadaan normal. Saya merasa tenang mendengar penjelasan itu, alat ini bukan hanya sebuah mesin, melainkan sahabat baru dalam tubuh saya, yang akan menjadi penjaga setia kehidupan.
  • Kembali ke Ruang Perawatan
    Usai operasi, saya tidak ditempatkan di ruang ICU. Bukan karena keadaan saya tidak serius, melainkan karena semua ruang ICU saat itu penuh. Bahkan kamar VVIP yang biasanya menjadi pilihan, juga sedang tidak tersedia. Namun, justru di situlah saya melihat betapa Mount Alvernia mengedepankan kemanusiaan di atas formalitas. Saya ditempatkan di kamar kelas dua, sekamar berdua, tetapi khusus dikosongkan untuk saya seorang diri. Keputusan itu bukan sekadar soal fasilitas, tetapi juga soal penghormatan terhadap pasien. Saya merasa dijaga dengan penuh perhatian, meski tidak dalam ruangan termewah. Di situlah letak keunikan Mount Alvernia:
    sederhana, namun sungguh luar biasa.

Rumah Sakit Kecil dengan Hati yang Besar, Mount Alvernia bukan rumah sakit yang mengejar kemegahan gedung atau kemewahan fasilitas. Sejak berdirinya pada tahun 1961, rumah sakit ini didirikan oleh para biarawan biarawati Fransiskan dari Kongregasi Divine Motherhood, dengan tujuan melayani sesama berdasarkan nilai-nilai Kristen dan ajaran Katolik. Pelayanan yang mereka berikan selalu menekankan kasih, kepedulian, dan kehangatan. Itulah yang membedakan Mount Alvernia dari rumah sakit lain. Di balik gedung yang tidak terlalu megah, tersimpan semangat pelayanan tanpa pamrih. Setiap tenaga medis bekerja bukan hanya untuk menyembuhkan penyakit, tetapi juga untuk menguatkan jiwa. Dan saya mengalaminya sendiri, sukacita dan rasa syukur

Hari itu menjadi salah satu momen paling penting dalam hidup saya. Saya tidak hanya menjalani sebuah prosedur medis, tetapi juga merasakan kasih Tuhan yang hadir melalui manusia-manusia pilihan-Nya. Dari dokter, perawat, hingga staff rumah sakit, semuanya adalah instrumen Tuhan yang bekerja dengan sepenuh hati. Saya bersyukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang memberikan kesempatan kedua dalam hidup saya. Saya bersyukur kepada istri saya, Lena, yang selalu mendampingi dengan cinta dan kesetiaan. Saya bersyukur kepada adik saya, drg. Monalisa, yang dengan keahliannya sekaligus kasih sayangnya, menjadi penyokong semangat saya. Saya juga bersyukur kepada Dr. Devinder Singh dan seluruh tim medis, yang menjalankan pekerjaannya dengan ketelitian dan kasih.

Tentang ICD: Penjaga Kehidupan
Implantable Cardioverter Defibrillator (ICD) adalah sebuah inovasi medis yang luar biasa. Bagi penderita gangguan irama jantung, alat ini ibarat penjaga tak terlihat yang selalu siaga. Ketika jantung berdetak terlalu cepat atau kacau, ICD segera memberikan kejutan listrik kecil agar irama kembali normal. Alat ini telah menyelamatkan jutaan nyawa di seluruh dunia, termasuk saya. Dengan adanya ICD, saya merasa lebih tenang dan percaya diri menjalani hidup. Saya tahu ada teknologi yang menjaga, namun lebih dari itu, saya tahu Tuhanlah yang mengizinkan teknologi itu ada demi keselamatan manusia.

Tidak lupa tim Pastoral Care hadir memberikan semangat baru, memberikan Doa, dan juga sangat nyata wartakan kasih Tuhan

Hari itu, Selasa 16 September 2025, akan selalu saya kenang sebagai hari sukacita. Bukan hanya karena saya selamat dari operasi, tetapi karena saya kembali diingatkan bahwa hidup adalah anugerah Tuhan yang harus disyukuri setiap hari.

Terima kasih, Mount Alvernia Hospital.
Terima kasih, Dr. Devinder Singh dan tim medis
Terima kasih kepada seluruh perawat yang telah melayani dengan kasih.
Terima kasih Dr. Nicolas Wanahita sebagai adviser kesehatan saya
Terima kasih Asuransi Prudential yang menanggung seluruh biaya perawatan saya yang jumlahnya tidak sedikit
Terima kasih Bapak Michael Richard seharian pusing mengatur financial Advicer dengan pihak Rumah Sakit dan Dokter

Terima kasih bagi semua keluarga dan sahabat yang tidak lelah mengawal dengan Doa yang dipimpin Bapak Zeno Christensen, Bapak Vincent, Bapak Teddy, Ibu Monica Joseph, Ibu Sandra, dan Tim Doa Jumat Pertama WMS. Special thanks kepada istri saya drg. Lena, dan adik saya drg. Monalisa, yang tidak pernah meninggalkan saya. Rumah sakit kecil ini mungkin tidak sebesar gedung-gedung megah lainnya, tetapi bagi saya, Mount Alvernia adalah tempat besar dalam kasih, besar dalam pelayanan, dan besar dalam arti kehidupan.

Semoga kisah ini menjadi saksi betapa kasih dan pelayanan tulus mampu memberikan harapan baru bagi siapa saja yang membutuhkannya.

Adharta

Www.kris.or.id

Www.adharta.com

CD Penjaga Irama Jantung

ICD Penjaga Irama Jantung

Oleh : Adharta
Ketua Umum
KRIS

Bahan :
Mount Alvernia Hospital Singapore
Mount Elisabeth Orchard Singapore
Primaya Hospital. jakarta

Pendahuluan

Jantung, Sahabat Kehidupan
Setiap detak jantung adalah anugerah.

Dalam heningnya, jantung kita bekerja tanpa lelah sejak kita lahir sampai hari terakhir kehidupan.
Kita jarang menyadarinya, sampai suatu saat ia mulai memberi tanda-tanda lemah, berdebar tidak beraturan, atau bahkan berhenti tiba-tiba.

Penyakit jantung, terutama gangguan irama jantung, telah menjadi salah satu penyebab utama kematian mendadak di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Namun, ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan tidak pernah berhenti berkembang. Salah satu terobosan besar yang telah menolong jutaan nyawa adalah

ICD – Implantable Cardioverter Defibrillator.

Alat kecil ini sering disebut sebagai “si kecil penyelamat jiwa”,

karena fungsinya sederhana tapi luar biasa: menjaga detak jantung tetap stabil.

Dan besok, di Mount Alvernia Hospital Singapura, Adharta ketua umum KRIS
akan menjalani langkah penting: pemasangan ICD.

Ini bukan hanya tindakan medis, melainkan sebuah babak baru dalam perjalanan hidup Adharta.

Mari kita pahami, apa sebenarnya ICD itu, mengapa begitu penting, dan bagaimana kisah-kisah inspiratif lahir dari orang-orang yang sudah ditemani oleh sahabat kecil ini.
Apa Itu ICD?

ICD adalah sebuah perangkat kecil, ukurannya hanya sebesar token bank BCA yang ditanam di bawah kulit dada.

Fungsinya mirip dengan alat pacu jantung, tapi lebih canggih ICD mampu
Mendeteksi jika jantung berdenyut terlalu cepat, terlalu lambat, atau tidak beraturan.

Merespons cepat dengan mengirimkan kejutan listrik kecil untuk mengembalikan irama jantung.
Menjadi penjaga setia yang bekerja 24 jam sehari, tanpa henti, tanpa lelah.

Alat ini terdiri dari generator kecil dengan baterai yang dapat bertahan hingga 10 – 15 tahun, dan kabel tipis (elektroda) yang dihubungkan langsung ke jantung melalui pembuluh darah besar.

Jadi, setiap kali ada ancaman serius terhadap ritme jantung, ICD segera bertindak sebelum terlambat.

Siapa yang Membutuhkannya?

Tidak semua orang dengan masalah jantung perlu ICD. Namun, bagi mereka yang punya risiko tinggi henti jantung mendadak, ICD bisa menjadi penyelamat hidup.

Misalnya:
Pasien yang pernah mengalami serangan jantung dengan gangguan ritme serius.
Orang yang pingsan akibat aritmia ventrikel.

Pasien gagal jantung dengan kontraksi jantung lemah.
Mereka yang memiliki penyakit jantung bawaan berisiko.

ICD bukan sekadar alat medis, tapi jaring pengaman.
Ia ada di sana, diam-diam, tetapi siap beraksi jika sewaktu-waktu bahaya datang.

Bagaimana Prosedur Pemasangannya?

Banyak orang membayangkan operasi besar ketika mendengar kata “ditanam”. Padahal, prosedur pemasangan ICD relatif sederhana:
Dilakukan dengan bius lokal atau bius rotal jika diperlukan, jadi pasien tetap sadar setengah sadar atau pulas total

Dokter membuat sayatan kecil di dada bagian atas.
Generator ICD diletakkan di bawah kulit.
Kabel elektroda disambungkan ke jantung melalui pembuluh darah besar.

Setelah dipasang, alat langsung diuji untuk memastikan berfungsi baik.
Dalam beberapa hari, pasien sudah bisa beraktivitas kembali.

Ada beberapa hal yang perlu dijaga, seperti menghindari medan magnet kuat, tapi pada dasarnya hidup bisa berjalan normal.

Mengapa ICD Disebut Penyelamat Jiwa?

Gangguan irama jantung bisa terjadi tiba-tiba, tanpa peringatan. Kadang tidak terasa sama sekali, tapi bisa langsung menyebabkan kehilangan kesadaran, bahkan kematian mendadak.

ICD bertindak dalam hitungan detik, jauh lebih cepat dari tenaga medis mana pun bisa menjangkau.

Bagi banyak pasien, ICD bukan hanya alat, melainkan pelindung hidup. Dengan adanya ICD, ketakutan akan
“apakah jantung saya akan berhenti tiba-tiba?” berubah menjadi ketenangan, karena ada penjaga setia di dada.

Kisah Inspiratif: Hidup Baru dengan ICD
Mari kita bayangkan sebuah kisah.

Seorang pria sahabat saya kental
berusia 60 tahun di Surabaya, ayah dari tiga anak, tiba-tiba pingsan saat sedang berbincang dengan keluarganya. Dokter kemudian menemukan bahwa ia mengalami fibrilasi ventrikel, gangguan irama jantung yang mematikan.
Ia dipasangkan ICD.
Awalnya, ia takut. Bagaimana mungkin sebuah alat kecil bisa menyelamatkannya?
Tapi beberapa bulan kemudian, saat ia berjalan santai di pagi hari, jantungnya tiba-tiba berdebar tidak beraturan.
ICD langsung bekerja. Iapun merasa ada hentakan singkat di dadanya, lalu ritme kembali normal.
Saat itu ia tersadar, alat kecil ini benar-benar menjadi penjaga hidupnya.
Sejak saat itu, ia menjalani hidup lebih penuh syukur.
Ia masih bercengkerama dengan cucunya, masih bisa berjalan pagi, masih bisa memeluk istrinya.
Semua itu mungkin berkat “sahabat kecil” di dadanya.
Untuk Adharta Babak Baru Kehidupan
Besok, 16 September 2025, Adhatta akan menjalani prosedur pemasangan ICD di Mount Alvernia Hospital, Singapura.

Rasa khawatir, cemas, bahkan takut tentu wajar.
Namun ingatlah
ini bukan akhir, melainkan awal kehidupan baru.
Dengan ICD, Anda tidak lagi sendirian melawan gangguan irama jantung.
Ada teknologi cerdas yang akan menjaga setiap detak jantung Anda.

Ada sahabat kecil yang selalu siaga, bahkan ketika Anda tertidur lelap.

Setiap kali Anda merasa cemas, bayangkanlah
ada sebuah cahaya kecil di dalam dada Anda, yang menyala setiap kali badai datang, yang memastikan Anda tetap hidup, tetap bisa tersenyum, tetap bisa mencintai dan dicintai.

Tips Menjalani Hidup dengan ICD
Hidup dengan ICD berarti hidup dengan sahabat baru.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
Hindari medan magnet kuat, seperti speaker besar atau mesin industri tertentu.

Jangan khawatir tentang aktivitas sehari-hari. Anda masih bisa berjalan, bekerja, bahkan berolahraga ringan termasuk. Main Golf bersama teman teman
Kontrol rutin ke dokter.

Baterai dan fungsi ICD akan diperiksa secara berkala.
Hiduplah sehat. Jaga pola makan, olahraga sesuai anjuran, dan kelola stres.
Ingat, ICD bukan pengganti gaya hidup sehat, melainkan pendamping. Dengan menjaga diri, Anda memberi kesempatan alat itu bekerja lebih efektif.

Inspirasi Adharta

Setiap Detak Adalah Anugerah
Hidup sering kali kita jalani begitu saja, tanpa sadar bahwa setiap detak jantung adalah hadiah.

Namun ketika jantung mulai rapuh, kita baru merasakan betapa berharganya satu detak itu.

ICD hadir bukan hanya untuk memperpanjang hidup, tapi untuk memberi kesempatan kedua

kesempatan untuk lebih menghargai waktu, orang-orang yang kita cintai, dan mimpi-mimpi yang belum selesai.

Bayangkan saat Anda membuka mata setelah operasi besok. Ada alat kecil di dalam dada Anda, diam-diam bekerja, seolah berkata:

“Tenanglah, aku ada di sini. Aku akan menjagamu. Lanjutkan hidupmu, lanjutkan cintamu, lanjutkan mimpimu.”

Doa di akhir persiapan Adharta

Harapan Baru
Besok adalah hari besar.
Hari ketika teknologi dan cinta Tuhan berpadu untuk menjaga hidup Adharta.
ICD hanyalah alat, tetapi di baliknya ada kasih Tuhan yang mengizinkan Adharta diberi kesempatan baru.
Janganlah melihat operasi ini sebagai beban, tapi lihatlah sebagai pintu menuju masa depan yang lebih terjaga. Adharta masih punya banyak cerita untuk ditulis, banyak senyum untuk dibagikan, banyak doa untuk dipanjatkan.

Percayalah, ini bukanlah akhir perjalanan, melainkan awal babak baru. ICD adalah sahabat kecil yang akan berjalan bersama Adharta

Selamat menyambut hari esok dengan hati tenang.

Tuhan menyertai langkah Adharta, dan setiap detak jantung Anda akan menjadi saksi betapa berharganya hidup ini.

Www.kris.or.id
Www.adharta.com

Terima kasih semua pihak yang telah mendoakan saya
Semoga kisah ini memberi inspirasi pencegahan
Mengenang sahabatku
Martinus yang pagi pagi sudah tidak ada kehidupannya
Doaku

Singapura

Persahabatan di Atas Segalanya

Oleh : Adharta
Ketua Umum
KRIS

Tulisan
Pengalaman pribadi

Lavender
Sabtu
13 September 2025

Juga untuk mengenang para sahabat Singapura yang telah mendahului kita semua

Aku selalu mengenang sahabat dalam persahabatan

Hidup itu kadang seperti naik pesawat.

Ada rencana, ada jadwal, ada tiket di tangan.
Tetapi kita semua tahu, mesin pesawat bisa rusak, cuaca bisa berubah, pilot bisa mengumumkan, “Maaf, penerbangan kita tertunda dua jam.”

Begitu juga perjalanan saya ke Singapura baru-baru ini.
Penerbangan Batik Air 7153 yang seharusnya berangkat pukul 08.00 WIB harus ganti pesawat karena kerusakan mesin pesawat

Sambil menunggu, saya berpikir:
“Duh, bagaimana ini, jam 14.00 saya sudah ada janji dengan dokter jantung
Dr. Devinder Singh di Mount Elizabeth hospital Orchard.”

Namun, Tuhan memang pandai mengatur waktu. Walau sempat resah, saya tetap tiba tepat waktu.
Bahkan ada bonus
saya dan istri saya Lena sempat makan Tori-Q di Paragon
Makanan favorit istri saya, Lena
sebelum bertemu dokter.

Rasanya seperti pesan sponsor:

“Santai saja, semua baik-baik saja.

Bahkan masih ada waktu makan enak!”

Rumah Sakit Kedua saya Bernama Mount Alvernia

Pertemuan dengan dokter Devinder kali ini bukan hal kecil.
Untuk mempersiapkan tindakan pemasangan ICD (Implantable Cardioverter Defibrillator).

Bagi saya, ini bukan operasi pertama, bahkan bukan yang kedua.
Ini operasi keenam! Kalau ada penghargaan frequent flyer untuk pasien rumah sakit, mungkin saya sudah dapat kartu platinum.

Kenapa saya pilih Singapura? Jawabannya sederhana

kepercayaan.
Sejak 2019, ketika saya terkena serangan jantung, saya ditangani oleh Dr. Nicolas Wanahita di Mount Elizabeth Novena.
Selama lima tahun ini, beliau bukan hanya dokter, tetapi penjaga setia kesehatan saya.

Rasanya seperti punya bodyguard khusus jantung haha

Namun sesungguhnya, hubungan saya dengan Singapura dalam dunia medis sudah jauh lebih lama.

Tahun 1980, saya lumpuh total setelah kecelakaan motor.
Di Indonesia waktu itu, diagnosa masih samar-samar.
Saya hampir putus asa.
Tapi kemudian Singapura memanggil ini berkat dorongan dari kakak saya Risal dan seorang sahabat Michael Teo

Saya bertemu Prof. Dr. John A. Tambyah, bahkan sebagai wakil Menteri Kesehatan Singapura kala itu.
Beliau yang menangani sakit saya sampai operasi Tyroid toxicosia

Tahun 1982, saya menjalani operasi di Mount Alvernia
dan itulah awal persahabatan saya dengan negeri kecil ini.

Persahabatan yang Tidak Bisa Dibeli
Singapura sering disebut Fine City
bukan hanya kota indah, tapi juga kota penuh denda.

Buang sampah sembarangan? Denda.
Makan permen karet di MRT? Denda.
Merokok sembarangan? Denda.
Bahkan salah parkir bisa bikin kantong lebih tipis.

Ada juga yang menyebut Singapura itu Pay and Pay. Semua serba mahal.
Mau minum kopi di Orchard Road? Kadang bisa bikin kita kaget,
“Lho, ini kopi atau cicilan KPR rumah ?”

Tapi bagi saya, Singapura bukan soal mahalnya biaya atau banyaknya denda.

Singapura adalah negeri persahabatan. Persahabatan itu yang menyelamatkan, yang menguatkan, yang membuat biaya tak lagi terasa.
Saya ingat bagaimana almarhum sahabat saya,
Yusuf Kamarudin,

memperkenalkan saya kepada Dr. Ong
Menteri Kesehatan Singapura yang bekerja sama dengan Killcovud-19 selama masa pandemi

Pertemuan itu terjadi di klinik Marina East, saat saya juga berkenalan dengan mantan PM Goh Cho Tong
Dari situ persahabatan berkembang, bahkan sampai ke bisnis bersama teman teman
Ada Canadian Two-in-One Pizza dan Pizza Sarpino.

Kalau diingat-ingat, persahabatan kami bukan cuma di meja rumah sakit, tapi juga di meja makan pizza!

Ada pula sahabat baik saya,
Mr. Richard Ong, beliau Duta Besar negara Seychelles untuk Singapura.

Hubungan kami lebih dari sekadar sahabat; beliau sudah seperti keluarga, kakak angkat.
Kalau saya datang ke Singapura, rasanya belum lengkap kalau tidak bertemu Mr. Richard Ong.

Nostalgia Rasa
Bak Kut Teh
Pagi itu di Singapura, sebelum bertemu dokter, saya sempat bernostalgia. Sarapan Bak Kut Teh di Ya Hua Outram,
Tanjong Pagar. Restoran ini sudah jadi langganan sejak 1980-an.
Uniknya, rasa kuahnya tidak pernah berubah. Mungkin inilah rahasia Singapura: konsistensi.
Di sini, bahkan sup iga babi pun punya komitmen lebih kuat daripada sebagian yang jadi politikus kita.

Selesai sarapan, saya melanjutkan perjalanan bertemu sahabat lain,
Bapak Anton Liu, tokoh muda koperasi.
Kami bertemu di Starbucks Mount Elizabeth Novena.
Anton Liu
sedang berjuang melawan kanker paru-paru, menjalani 81 kali kemoterapi. Bayangkan, empat tahun berjuang, seminggu dua kali terapi.

Saat kami bertemu, ia sudah mencapai terapi ke-78.
Kami duduk, minum kopi, bercerita tertawa dan bercanda

Saya kagum pada keteguhannya. Kalau saya diberi gelar frequent flyer pasien rumah sakit, mungkin Anton Liu
pantas diberi gelar marathon fighter.

Kami berdua tertawa kecil di tengah cerita, karena terkadang tawa adalah obat terbaik yang tidak dijual di apotek.

Singapura
Pusat Medis Dunia
Mengapa Singapura bisa menjadi pusat kesehatan dunia?

Jawabannya terletak pada kombinasi disiplin, inovasi, dan investasi.
Standar Internasional
Hampir semua rumah sakit di Singapura sudah terakreditasi
JCI (Joint Commission International).

Artinya, standar layanan medis mereka setara dengan rumah sakit top dunia.

Dokter Berkelas Dunia
Banyak dokter Singapura menempuh pendidikan di universitas ternama seperti Harvard, Oxford, Cambridge, Johns Hopkins. Mereka pulang dengan ilmu, tapi tetap rendah hati melayani pasien Asia.

Teknologi Mutakhir
Dari operasi robotik, terapi gen, hingga penelitian stem cell,
Singapura tidak pernah ketinggalan. Bahkan pasien dari Eropa dan Timur Tengah sering datang ke sini.

Empati dalam Layanan
Walaupun sangat profesional, dokter dan perawat Singapura tetap ramah.

Mereka tidak hanya menyuntik obat, tetapi juga memberi semangat. Kadang satu kalimat

“You’ll be fine” bisa jadi vitamin tambahan.
Touching keluarga juga menarik
Saya dengan dokter Nicolas Wanahita
Tapi istri Beliau Alice juga sering menyapa walau tidak ada hubungannya namun persahabatan merembet sampai keluarga
(Hal ini yang tidak ada di jumpai di Indonesia)
Catatan saya buat yang menangani PEO
Patient Experiences Officer

Ajak Dokter menyapa pasien diluar jadwal dokter
Luangkan waktu sejenak

Apakah sudah minum Obat pagi hari?
Bagaimana tensi darah hari ini
Less then 1 minute touching tapi lebih dari a thousand hope

Singapura
Medical Tourism
Sebelum pandemi, lebih dari 500 ribu pasien internasional datang ke Singapura setiap tahun.
Indonesia termasuk penyumbang terbesar.
Banyak orang bilang:
“Kalau sakit serius, pergilah ke Singapura.”
Sure pasti sembuh

Singapura
Negeri Pendidikan
Selain medis, Singapura juga unggul di bidang pendidikan.
Universitas Dunia
NUS (National University of Singapore)
dan NTU (Nanyang Technological University)
selalu masuk 20 besar dunia.
(Salam hormat saya buat sahabat di Nanyang dan Parkway)

Bayangkan, negara sekecil Jakarta Selatan, punya universitas setara Harvard.

Sekolah Dasar yang Serius
Anak-anak Singapura sudah dibiasakan berpikir kritis sejak dini.

Tidak heran mereka sering juara olimpiade matematika atau sains.

Dukungan Pemerintah
Hampir 20% anggaran negara untuk pendidikan.

Pemerintah sadar, kekayaan alam Singapura terbatas.
Tapi otak manusia, kalau diasah, bisa jadi sumber daya tak terbatas.

Link ke Industri
Pendidikan di Singapura erat kaitannya dengan dunia kerja.
Lulusan politeknik dan universitas langsung siap kerja karena magang dan proyek industri menjadi bagian dari kurikulum.
Kalau medis adalah salah satu sayap Singapura, maka pendidikan adalah sayap lainnya.

Dua sayap inilah yang membuat Singapura bisa terbang tinggi.

Ada Humor Kecil Tentang Disiplin
Singapura
memang disiplin.
Kadang terlalu disiplin.

Saya pernah bercanda dengan seorang teman:
“Di Singapura, kalau kamu buang sampah sembarangan, kamu didenda.
Kalau kamu merokok di tempat terlarang, kamu didenda. Kalau kamu meludah sembarangan, juga didenda.
Tapi kalau kamu senyum sembarangan, siapa tahu malah dapat pacar.”
Karena di Singapura sesuai data Wanita jauh lebih banyak dari Pria
Jadi laki laki
Sangat laku di Singapura

Teman saya tertawa: “Betul, tapi pacarnya pun disiplin.
Kalau janji jam 2, jangan datang jam 2.15. Bisa diputusin!”

Humor-humor kecil ini justru membuat saya semakin kagum.
Karena disiplin yang ketat itu memang yang membuat Singapura bisa maju.

Sungapura
Renungan di Tengah Persahabatan
Kini,
menjelang operasi pemasangan ICD, saya merenung.

Enam kali operasi, bukan perjalanan mudah.
Tapi saya bersyukur. Di balik semua biaya dan rasa sakit,
ada sahabat-sahabat yang menemani.
Ada dokter yang penuh dedikasi.
Ada istri Lena dan anak cucu
Tidak lupa besan besan dan keluarga
(Sempat ketemu keluarga Besan di Singapura)
Semua
yang selalu mendukung.

Saya percaya, Tuhan menaruh orang-orang baik di sekitar kita agar perjalanan hidup tidak terasa terlalu berat.

Singapura mengajarkan saya bahwa persahabatan lebih mahal dari biaya rumah sakit, lebih berharga dari harga obat, dan lebih langka daripada tiket murah ke Orchard Road.

Negeri Persahabatan
Bagi sebagian orang,
Singapura adalah negeri mahal,
negeri penuh denda,
negeri yang serba ketat.

Tetapi bagi saya, Singapura adalah negeri persahabatan. Negeri yang menyelamatkan saya dari lumpuh.
Negeri yang memberi saya dokter dan sahabat.
Negeri yang mengajarkan bahwa dengan disiplin, ketekunan, dan persahabatan, tidak ada batas untuk harapan.

Persahabatan di atas segalanya. Itulah Singapura bagi saya.

Saya mencari sahabat
Untuk mengawali persahabatan

Www.kris.or.id
Www.adharta.com

Menyambut Hari Ulang tahun KRIS (Killcovid-19)ke 5

8 September 2020 – 28 September 2025

Oleh : Adharta
Ketua Umum
KRIS

Perjalanan Panjang Killcovid-19 hingga Menjadi KRIS
(Killcovid-19 Relief International Services)

Pendahuluan

Lahir dari Kepedulian
Tanggal 28 September 2020 menjadi titik bersejarah.

Saat bangsa Indonesia tengah berjuang menghadapi pandemi Covid-19 yang menggemparkan dunia, sekelompok orang dengan hati nurani besar berdiri dan membentuk sebuah komunitas yang diberi nama Killcovid-19
singkatan dari Komunitas Indonesia Lawan Libas Covid-19.

Pandemi telah menciptakan duka mendalam
(Ada puisi dan lagu
Luka dan duka Corona )
Semua
rumah sakit penuh, pasien terbaring di selasar dengan hanya beralaskan tikar, tenaga kesehatan kelelahan, dan masyarakat panik mencari obat maupun ruang rawat.

Dalam situasi genting itu, Killcovid-19 hadir bukan sekadar sebagai komunitas, melainkan sebagai gerakan moral dan kemanusiaan.

Gerakan Awal
Little Circle Kesehatan, Home Hospital, dan Vaksinasi serra pembagian obat obatan

Sejak awal, Killcovid-19 bergerak dengan program-program yang nyata.
Salah satu program unggulannya adalah little Circle Kesehatan, sebuah gerakan edukasi berbasis komunitas yang mengajarkan pencegahan Covid-19, gaya hidup sehat, dan pendampingan bagi keluarga yang terdampak.
Selain itu, ada Home Hospital konsep mendekatkan layanan kesehatan langsung ke rumah warga yang sakit, dengan menyediakan bantuan medis sederhana, vitamin, serta akses konsultasi dokter secara daring.

Namun, yang paling menggetarkan adalah program vaksinasi. Killcovid-19 menjadi salah satu pionir gerakan vaksinasi masyarakat, dengan menghadirkan berbagai jenis vaksin:
Gratis

Vaksin andalan Sinovac, Moderna, AstraZeneca, Inavac
Valsin
Berbayar dengan harga sangat terjangkau: Sinopharm
Program vaksinasi ini bukan hanya berlangsung di Jakarta, melainkan menjangkau hampir seluruh penjuru negeri

Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Lombok, NTT, hingga Maluku.
Ratusan ribu orang menerima manfaat, banyak di antaranya adalah masyarakat kecil yang awalnya tidak tahu bagaimana cara mendaftar atau mendapatkan vaksin.

Jejak Perjuangan di Provinsi-provinsi
Sumatera
Di Medan, tim Killcovid-19 bekerja sama dengan rumah sakit lokal, menyalurkan obat-obatan gratis seperti Avigan dan Ivermectin.

Antrean panjang terjadi di halaman RS, namun semangat relawan tidak surut.
Di Bandar Lampung, spanduk
spanduk bertuliskan pesan
“Ayo Vaksin, Lindungi Keluarga”

terpasang di jalan utama.

Edukasi tentang 3M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak) digaungkan lewat media sosial dan pengeras suara di kampung-kampung.

Di Palembang, vaksinasi massal dilakukan di balai kota.
Ribuan orang hadir, bahkan ada yang rela menunggu sejak pukul 3 dini hari.

Jawa
Di Cianjur dan Cipanas, tim edukasi mendatangi pasar-pasar tradisional, labrik pabrik sepatu membagikan masker gratis, serta mengingatkan pentingnya mencuci tangan.

Di Surabaya, salah satu kota yang sempat mengalami lonjakan kasus, Killcovid-19 mendirikan posko oksigen darurat.

Tabung-tabung oksigen dari donatur diletakkan di gudang logistik, lalu dibagikan gratis kepada keluarga pasien.

Nusa Tenggara Timur (NTT)
Di Mataloko, Bajawa, sebuah kisah mengharukan tercatat.

Tim edukasi Killcovid-19 datang menemui para nakes lokal, melatih mereka agar siap melaksanakan vaksinasi ke desa-desa terpencil di seluruh NTT.

Medan yang berat, jalan terjal, bahkan harus menyeberang sungai, tidak menyurutkan semangat.
Korban ketua Killcovid-19 bapak Payan Sianturi meninggal karena Covid-19

“Kalau kami tidak datang, siapa lagi yang akan melindungi saudara-saudara kita di pelosok?” kata salah seorang relawan.
Sulawesi & Kalimantan
Di Manado, Killcovid-19 menggandeng tokoh agama untuk meyakinkan masyarakat agar tidak takut divaksin.

Gereja, masjid, dan balai desa menjadi pusat edukasi sekaligus lokasi vaksinasi massal.

Di Balikpapan, relawan mendistribusikan paket vitamin dan masker ke kampung nelayan. Anak-anak kecil tersenyum gembira saat menerima masker warna-warni.
Untuk Kalimantan Timur Ketua Killcovid-19 bapak Werner Goana
Mendapqt penghargaan dari Panglima TNI dan Gubernur
Juga beberapa Ketua Killcovid beberapa propinsi menerima penghargaan khusus

Yogyakarta
Ketua Killcovid-19
Dr Teddy Yanong
Meninggal dunia karena Covid-19
Beliau juga mendapat penghargaan khusus bersama Rumah sakit Panti Rapih Yogyakarta

Bali & Maluku
Di Bali, program vaksinasi menyasar pekerja pariwisata. Mereka adalah garda depan pemulihan ekonomi, dan Killcovid-19 hadir memastikan mereka terlindungi.

Di Maluku, para relawan menempuh perjalanan laut untuk membawa vaksin dan obat. Ombak besar bukan penghalang, karena yang mereka bawa adalah harapan.
Program Edukasi dan Gerakan 3M
Selain vaksinasi, Killcovid-19 mencetak lebih dari 200.000 spanduk berisi ajakan 3M. Tidak hanya itu, ratusan ribu buku edukasi dibagikan gratis ke sekolah-sekolah dan komunitas.
Di media sosial, kampanye besar-besaran dilakukan dengan pesan sederhana namun kuat
“Jangan Lelah Melawan Covid-19.

Satu Masker, Sejuta Nyawa Selamat.”

Kisah Nyata Perjuangan Relawan & Tenaga Kesehatan
Banyak kisah heroik lahir dari lapangan.

Di sebuah rumah sakit di Jakarta, relawan Killcovid-19 menyaksikan pasien terpaksa tidur di lantai koridor.
Mayat jenasah bergelimpangan tiada yang mengurus
Mungkin cerita detail nanti bisa disampaikan ibu Monica Joseph dalam pengalaman pribadinya

Para penyintas pasien
Mereka hanya beralaskan selimut tipis, sementara oksigen terbatas. Relawan pun segera menggalang donasi untuk membeli oxygen generator dan tabung tambahan.

Di Cianjur, seorang relawan perempuan jatuh sakit setelah berminggu
minggu mengatur vaksinasi massal.
Namun setelah sembuh, ia kembali turun ke lapangan.

“Kalau saya berhenti, siapa yang akan melanjutkan?” katanya dengan mata berkaca-kaca.

Kolaborasi dengan Pemerintah & Rumah Sakit
Killcovid-19 tidak berjalan sendiri. Dukungan datang dari berbagai pihak

Menteri Kesehatan, Bapak Budi Gunadi Sadikin dan jajarannya
BNPB, almarhum Bapak Doni Monardo yang dengan penuh dedikasi mengawal penanganan pandemi
Para
Gubernur dan Walikota di seluruh Indonesia

144 rumah sakit yang menjadi mitra resmi
Kerja sama ini memperkuat jejaring Killcovid-19 sehingga mampu menjangkau hampir seluruh kota besar di 23 provinsi.
Ambulans, Obat Gratis, dan Bantuan Peralatan Kesehatan

Bantuan datang dari berbagai pihak, termasuk Alumni FE Tarumanagara yang menyumbangkan 1 unit ambulans, serta Yayasan Vivere yang dan beberapa yayasan sosial termasuk Yayasan Adharta yang mengimpor obat Lian Hoa bersama BNPB

Yang mendukung dengan fasilitas tambahan.
Ambulans
ambulans ini kini tersebar di PMI Jakarta, Departemen Kesehatan, serta beberapa rumah sakit daerah.

Killcovid-19 juga membagikan ribuan dosis obat Avigan, Ivermectin, dan berbagai vitamin secara gratis.

Tidak sedikit keluarga yang merasa terselamatkan berkat bantuan ini.

Akhir Pandemi dan Transformasi menjadi KRIS

Pada 1 Juni 2024, Presiden Joko Widodo resmi mengumumkan berakhirnya pandemi Covid-19.

Bagi Killcovid-19, ini adalah momen penuh haru tugas besar telah diselesaikan,
namun perjuangan belum usai.

Hari itu juga, Killcovid-19 resmi bertransformasi menjadi KRIS (Killcovid-19 Relief International Services).

Moto baru pun digemakan:
“Satu Hati, Satu Jiwa, Satu Tujuan
Indonesia Sehat.”

KRIS dan Arah Baru

Menuju Indonesia Emas 2045

KRIS hadir dengan visi jangka panjang: mengawal kesehatan rakyat Indonesia menuju Indonesia Emas 2045.

Fokus baru yang diemban meliputi

Edukasi kesehatan masyarakat secara luas
Penanganan stunting, dengan proyek percontohan di TTU (Timor Tengah Utara), Sulawesi Tenggara, Brebes, dan beberapa daerah lain
Kolaborasi internasional, membawa semangat solidaritas Indonesia ke dunia

KRIS tidak lagi hanya melawan Covid-19, tetapi membangun peradaban sehat untuk generasi mendatang.

Doa dan Semangat Abadi
Sejarah Killcovid-19 adalah bukti bahwa kekuatan gotong royong bangsa Indonesia mampu menghadapi krisis terbesar sekalipun.

Dari Mataloko hingga Medan, dari Surabaya hingga Manado, dari Jakarta hingga Maluku

ribuan relawan dan tenaga kesehatan telah memberikan yang terbaik.

Kini, melalui KRIS, semangat itu terus menyala.
Satu hati, satu jiwa, satu tujuan: Indonesia sehat, menuju Indonesia emas 2045.

📞 Call Center KRIS: 0811-9620-888 (WhatsApp)

Www.kris.or.id
Www.adharta.com

Lahir di laut

Oleh : Adharta
Ketua Umum
KRIS

Cerpen no 008

Medio September 2025

Tulisan ini buat keluarga besar saya
Mengenang masa sulit yang lalu
Tapi Tuhan maha baik memberikan perlindungan buat keluarga

Lahir di Laut

Kisah Keluarga yang Pulang ke Tiongkok

Ombak yang Menyimpan Rahasia
Tahun 1960, laut biru di antara Indonesia dan Tiongkok menjadi saksi bisu ratusan ribu manusia yang dilepaa oleh sejarah.

Di atas kapal-kapal yang berlayar ke arah utara, ada tangis, doa, dan harapan yang terbawa angin.

Mereka pergi bukan karena kemauan penuh, melainkan karena sebuah peraturan pemerintah
PP No. 10 Tahun 1960
yang menutup pintu rezeki bagi warga Tionghoa di tanah kelahiran mereka, Indonesia.

Di antara rombongan itu, ada seorang perempuan yang tengah hamil tua, hampir genap sembilan bulan. Ombak mengguncang kapal, udara asin menusuk, dan di atas geladak sempit itu, seorang bayi laki-laki lahir.

Tangisnya mengalahkan suara badai.
Bayi itu diberi nama Hai Hoa, yang berarti “bunga laut.” Sebuah nama sederhana, namun sarat doa, agar kelak anak itu bisa tumbuh tegar seperti karang di tengah samudera.

Pulang yang Tak Pernah Benar-Benar Pulang

Propaganda kala itu begitu manis.

Dari radio, surat kabar, dan pernyataan resmi, Tiongkok digambarkan sebagai negeri modern, penuh mesin otomatis, di mana semua serba tinggal menekan tombol.
Para perantau Tionghoa di Indonesia pun tergoda.
Banyak yang rela meninggalkan usaha, rumah, bahkan tanah kelahiran demi mengejar bayangan negeri makmur.

Namun kenyataan jauh berbeda.
Saat keluarga tante saya menjejakkan kaki di pelabuhan Tiongkok, yang ada hanyalah lahan tandus, rumah kumuh, dan pekerjaan kasar.

“Tombol” yang katanya akan membawa kemakmuran, ternyata hanyalah pacul dan sekop.

Mereka harus bekerja membalik tanah keras, memikul kayu ratusan kilo, berjalan hingga 10 kilometer setiap hari.

Tante saya yang melahirkan Hai Hoa di laut
menjadi simbol keteguhan.
Ada Tante saya lagi dari paman tertua
Sampai usia 80 tahun, ia masih terlihat memikul kayu, tubuhnya bungkuk, tangannya kapalan, tapi matanya tetap menyimpan semangat hidup.

Kisah Cinta Naxia dan Gao Liu
Di Hainan, di sebuah desa kecil yang terhimpit laut dan gunung, tinggal seorang gadis bernama Naxia bermarga Dung. Ia pernah bekerja sebagai tour guide, juga guru muda sebelum hidupnya dipaksa berubah oleh aturan negara.
Ia jatuh cinta pada Gao Liu, seorang lelaki sederhana, pekerja lepas sekaligus kuli bangunan.

Kisah cinta mereka bukan kisah manis yang penuh bunga, melainkan perjuangan.

Mereka hanya bertemu sekali setahun selama satu bulan. Selebihnya, Naxia harus bekerja, sementara Gao Liu berpindah-pindah proyek mencari nafkah.

Meski begitu, cinta tetap tumbuh. Mereka menikah sederhana, hanya dengan segenggam beras dan doa keluarga.
Tahun pertama pernikahan, lahirlah seorang anak perempuan yang diberi nama Ling Xia, mengambil nama belakang dari ibunya, karena keluarga ingin mengenang garis keturunan perempuan yang kuat.

Namun kebahagiaan itu tidak sepenuhnya utuh.
Pemerintah saat itu menerapkan kebijakan satu anak.
Tidak ada ruang untuk anak kedua.
Banyak pasangan yang hanya bisa berangan.

Ling Xia tumbuh cepat. Kini usianya tiga puluh tahun.
Ia bekerja sebagai pegawai negeri, namun hingga kini belum menikah. Kehidupannya stabil, tapi bayang-bayang kesulitan orang tuanya tetap melekat di hatinya.
Ia tahu, hidupnya adalah hadiah dari pengorbanan generasi sebelumnya.

Kenangan masa lalu
Hidup dengan Kupon
Hari-hari keluarga ini berjalan dengan kesulitan.
Semua kebutuhan pokok dibeli dengan kupon.
Setiap keluarga mendapat jatah terbatas.

Hilang uang, masih bisa dicari. Tapi hilang kupon, artinya hilang makan.
Bayangkan seorang ibu yang menangis semalaman karena kuponnya tercecer di jalan. Tidak ada belas kasihan, tidak ada pengganti.

Anak-anak hanya bisa menatap perut lapar mereka sambil berharap esok ada mukjizat.
Di pasar, orang-orang saling berebut, menukar kupon dengan beras, minyak, atau kain.
Dua mata uang
sama-sama RMB
beredar dengan fungsi berbeda: satu untuk rakyat, satu untuk militer dan pejabat.

Jurang sosial begitu terasa.
Namun, di tengah penderitaan itu, keluarga belajar satu hal
kebersamaan. Mereka berbagi nasi, berbagi garam, berbagi tenaga.
Sesama perantau dari Indonesia saling menolong.

Catatan sejarah

Kisah Keluarga Lain

Bukan hanya tante saya. Banyak keluarga lain yang bernasib serupa.
Ada keluarga Tan dari Surabaya, yang menjual rumah besar mereka untuk pulang ke Tiongkok.

Setibanya di sana, mereka hanya mendapat gubuk kecil. Ayah mereka yang dulunya pedagang sukses, akhirnya menjadi buruh tambang batu.

Anak-anaknya harus berhenti sekolah demi membantu keluarga.
Ada pula keluarga Lim dari Semarang, yang membawa serta piano tua ke kapal, berharap bisa mengajar musik di negeri baru. Tapi piano itu rusak terkena air laut.

Bertahun-tahun kemudian, anak perempuan mereka hanya bisa menekan papan kayu sambil membayangkan denting nada.
Namun tidak semua berakhir duka.

Kini, sebagian besar dari mereka telah melewati penderitaan panjang.

Anak-anak mereka menjadi dokter, insinyur, pengusaha, bahkan profesor.

Meski luka lama tak pernah hilang, kehidupan kini jauh lebih baik.

Kisah romantika

Surat yang Tak Pernah Sampai
Selama tiga dekade lebih, komunikasi dengan keluarga di Indonesia hampir terputus.

Surat-surat sering ditahan sensor, kabar datang terlambat, bahkan ada yang hilang sama sekali.

Bayangkan seorang ibu di Tiongkok yang menulis surat penuh rindu kepada adiknya di Indonesia, namun surat itu tidak pernah sampai. Sebaliknya, di Indonesia, seorang kakak hanya bisa menatap kosong ke arah laut, berharap kabar.
Baru setelah tahun 1990-an, komunikasi mulai lancar.

Telepon internasional, kemudian internet, mempertemukan kembali keluarga yang terpisah oleh politik.

Tangis bahagia pun pecah. Banyak yang kembali berkunjung, membawa cucu dan cicit.

Hatiku bahagia

Dari Derita ke Bahagia
Kini, ketika saya melihat keluarga besar mama, saya melihat wajah-wajah yang penuh syukur.

Mereka pernah merasakan pahitnya dipaksa pulang, pernah memikul kayu puluhan kilo, pernah hidup dengan kupon yang rawan hilang.
Tapi kini, mereka hidup senang.

Rumah-rumah berdiri kokoh, anak-anak mereka terdidik, bahkan banyak yang sudah berkeliling dunia.
Dan di antara semua kisah itu, saya selalu mengingat satu nama:
Hai Hoa.
Bayi yang lahir di laut, di antara tanah air yang ditinggalkan dan tanah baru yang belum dikenal.
Tangisnya di atas kapal dulu, kini bergema menjadi pengingat bahwa sejarah bukan hanya tentang kebijakan negara, tetapi tentang air mata manusia, tentang cinta yang bertahan, dan tentang harapan yang tak pernah padam.

Salam dalam doa

Inilah kisah keluarga saya, juga kisah ribuan keluarga lain yang menjadi korban sejarah PP No. 10 tahun 1960.

Sebuah kisah yang membuat kita sadar, betapa beratnya harga yang harus dibayar oleh generasi sebelum kita, demi kelangsungan hidup anak-cucu mereka.

Jika hari ini kita hidup dengan nyaman, jangan lupa, itu karena ada generasi yang rela menukar kenyamanan mereka dengan penderitaan.

Ada ibu yang kehilangan kupon demi anaknya. Ada ayah yang memikul batu demi sesuap nasi.
Ada bayi yang lahir di laut, yang tangisnya menjadi simbol keteguhan hidup.
Dan mungkin, di setiap tetes air mata itu, ada doa yang kini terkabul.

Www.kris.or.id

Www.adharta.com

Tulisan ini juga buat Adik ku
Hai Hoa
Aku rindu