Author Archives: adharta

Unknown's avatar

About adharta

Be positif

Kesehatan itu mahal

Oleh : Adharta
Ketua Umum
KRIS

Jakarta
Rabu
10 September 2025

Berbahagialah buat anda yang sehat lahir batin
Dan buat anda yang mau hidup sehat buat semua sahabat

Saya melakukan Check up dengan Dr Nico Wanahita di Mount Elisabeth Novena Singapura
Sejak paska operasi Jantung saya selama 5 tahun terakhir dan operasi HNP tahun lalu dengan Dr Luthfi Gatam di Rumah Sakit Eka Hospital di BSD

Relomendasi
Dr. Nico Wanahita
Saya harus menjalani terapi jantung dengan operasi pemasangan alat ICD sejenis pacu jantung yang di tanamkan di dada
Rencana tindakan di tangani Dr Devinder Singh di Mount Elisabeth Novena
Pada hari Selasa Minggu depan

Semua sahabat ku terkasih

Saya ingin menyumbangkan pemikiran saya tentang kesehatan
Buat semua sahabat
Keluarga
Anak dan cucu semua

Kesehatan Itu Mahal

Mengapa dan Apa yang Harus Kita Siapkan?

Pernahkah para sahabat mendengar pepatah,

“Sehat itu mahal”

Pepatah ini bukan sekadar kata-kata.
Coba bayangkan: untuk operasi kecil saja bisa butuh puluhan juta rupiah.

Belum lagi kalau penyakit yang dihadapi bersifat kronis seperti kanker, diabetes, atau gagal ginjal dan Jantung

Bukan hanya biaya rumah sakit, obat, dan dokter, tetapi juga waktu, tenaga, bahkan penghasilan keluarga ikut terkuras.

Kenapa Kesehatan Mahal?
Biaya rumah sakit tinggi. Teknologi medis semakin canggih, tapi biaya ikut melonjak.

Akses terbatas. Tidak semua daerah punya fasilitas lengkap.

Penyakit gaya hidup. Junk food, rokok, kurang olahraga penyakit kronis.

Terlambat diperiksa. Banyak orang baru ke dokter setelah parah.
Hilang produktivitas.

Sakit berarti tidak bisa bekerja.

Apa yang Bisa Kita Siapkan Sejak Dini?

Pola hidup sehat. Makan bergizi, olahraga teratur, tidur cukup, jauhi rokok dan alkohol.

Kesehatan mental. Kelola stres, bangun relasi positif, cari bantuan profesional bila perlu.
Check-up rutin.

Lebih baik tahu sejak awal daripada terlambat.

Lingkungan bersih.
Air, udara, rumah sehat.

Persiapan finansial berupa
Asuransi kesehatan, dana darurat, tabungan.
Edukasi keluarga.

Ajarkan anak sejak kecil pentingnya hidup sehat.

Kesehatan adalah investasi terbaik.
Jangan tunggu sakit baru sadar berharganya tubuh sehat. Ingat, mencegah jauh lebih murah dan lebih mudah daripada mengobati.

Buat semua sahabat ku
Pengalaman yang saya alami ini memberikan kita sesuatu yang berharga

Kesehatan sebagai Investasi

Mengapa Mahal dan perlu Persiapan Sejak Dini

Kesehatan merupakan modal utama kehidupan manusia.
Tanpa kesehatan, produktivitas menurun, kualitas hidup merosot, dan beban sosial-ekonomi meningkat.

Ungkapan “kesehatan itu mahal” mengandung makna bahwa nilai kesehatan baru benar-benar dirasakan ketika seseorang jatuh sakit, dan pada saat itulah biaya yang harus dikeluarkan sering kali jauh lebih besar daripada yang diperkirakan.

Faktor Penyebab Kesehatan Mahal
Biaya pengobatan modern. Teknologi kedokteran dan obat-obatan berstandar tinggi membutuhkan investasi besar.

Keterbatasan layanan kesehatan. Distribusi fasilitas tidak merata menyebabkan pasien harus mengeluarkan biaya tambahan.

Penyakit degeneratif. Penyakit jantung, kanker, dan diabetes membutuhkan pengobatan jangka panjang.

Keterlambatan deteksi. Minimnya pemeriksaan rutin memperbesar risiko biaya besar.

Sahabat ku terkasih

Dampak ekonomi. Sakit tidak hanya mengeluarkan uang, tetapi juga mengurangi pendapatan keluarga.
Kesehatan mental. Gangguan psikologis juga memerlukan perawatan intensif dan biaya yang tidak sedikit.

Para sahabat sehat

Persiapan Sejak Dini
Pola hidup sehat. Nutrisi seimbang, olahraga, istirahat cukup, dan menghindari kebiasaan merokok.
Kesehatan mental. Manajemen stres, relasi sosial yang sehat, serta keberanian mencari bantuan profesional.
Pemeriksaan kesehatan berkala.
Medical check-up, vaksinasi, dan tes laboratorium rutin.

Kebersihan dan lingkungan sehat. Upaya menjaga sanitasi dan lingkungan yang bebas polusi.

Para sahabat dan rekan sejawat di bidang kesehatan

Perlindungan finansial. Asuransi kesehatan, dana darurat, dan investasi kesehatan jangka panjang.

Pendidikan kesehatan. Edukasi sejak dini mengenai pentingnya menjaga tubuh dan pikiran.
Kesimpulan
Kesehatan adalah investasi jangka panjang yang tidak ternilai harganya.

Mahalnya biaya pengobatan seharusnya menyadarkan masyarakat bahwa pencegahan merupakan strategi terbaik. Dengan persiapan yang matang sejak dini, baik secara fisik, mental, maupun finansial, setiap individu dapat mengurangi risiko sekaligus memastikan kualitas hidup yang lebih baik.

Sahabat sehat
Tidaklah kita menyadari kondisi ini

Marilah mulai sekarang kita memberikan sedikit waktu luang setiap hari bagi kita yang mau hidup sehat
Kita bertanya pada diri kita masing masing

Apa yang saya persiapkan hari ini supaya saya hidup bisa sehat

Terima kasih buat keluarga ku
Iatri tercinta
Yang setiap pagi dan malam mengingatkan saya harus minum obat
Setiap malam mau tidur dan bangun pagi
Berdoa bersama
Tuhan berilah kami kesehatan

Terima kasih buat para Dokter yang merawat saya selama ini

Terima kasih Tuhan buat berkatmu bagiku dan bagi sahabatku semua

Www.kris.or.id
Www.adharta.com

Cerita dari Bulan Purnama, Kenangan, dan Harapan

Cerita dari Bulan Purnama, Kenangan, dan Harapan

Oleh : Adharta
Ketua Umum
KRIS

Jakarta
Senen
8 September 2025

Saya bersama pastor Sumpana MSC dan Bapak Sanny District Governor Rotary Club 3410
Kita menikmati makan malam di Haidilao Restauran Taman Anggrek

Sungguh nyaman malam ini sambil makan kita banyak bercerita masa lalu

Sepanjang jalan kita melihat kiri kanan banyak sekali orang sudah mulai jual moon cake atau kue bulan
Yang puncaknya akan dirayakan pada tanggal
6 Oktober 2025 nanti

Saya tertarik menulis tentang moon cake lebih awal karena kisah ini memberikan inspirasi buat kita memasuk festival mid autum nantinya

Sahabat ku

Bulan, Keluarga, dan Sepotong Kue

Setiap kali bulan purnama menggantung di langit musim gugur, ada suasana yang berbeda.

Cahaya bulan terasa lebih lembut, lebih bulat, lebih sempurna.

Malam itu, orang-orang di berbagai penjuru Asia menyalakan lampion, duduk bersama keluarga, dan menatap langit sambil berharap sesuatu yang indah.

Malam itulah yang disebut Mid-Autumn Festival atau Festival Pertengahan Musim Gugur.

Dan di tengah perayaan, ada satu makanan yang selalu hadir: kue bulan.

Kue berbentuk bundar ini bukan sekadar camilan manis.

Ia adalah cerita, legenda, simbol cinta, dan doa.

Dalam sepotong kue bulan, tersimpan sejarah panjang dari zaman raja-raja hingga zaman kita sekarang, dari dapur tradisional nenek-nenek di kampung hingga toko kue modern di mal besar.

Seperti yang barusan saya lihat dan nikmati

Dari Langit ke Piring: Legenda
Dewi Bulan
Mari kita mulai dari kisah paling tua dan paling romantis

legenda Chang’e, Dewi Bulan.

Alkisah, langit pernah memiliki sepuluh matahari. Panasnya membakar bumi, membuat tanah kering dan manusia menderita. Seorang pemanah gagah, Hou Yi, lalu menembakkan panahnya hingga sembilan matahari jatuh. Tinggallah satu matahari, cukup untuk menghangatkan bumi.

Sebagai hadiah, Hou Yi diberi pil keabadian. Tetapi ia ragu meminumnya, karena ia mencintai istrinya, Chang’e, dan tak ingin hidup abadi sendirian. Suatu hari, pil itu nyaris dicuri oleh orang jahat.

Untuk menyelamatkan suaminya, Chang’e menelan pil tersebut. Seketika tubuhnya melayang ke langit dan ia menetap di bulan.

Sejak itu, Hou Yi setiap malam menatap bulan dengan penuh rindu. Orang-orang pun percaya, pada malam Mid-Autumn Festival, Chang’e muncul dengan paling terang di langit. Untuk menghormatinya, mereka membuat persembahan kue bundar
yang kelak kita kenal sebagai moon cake.

Kue Bulan dan Pemberontakan Rahasia

Selain kisah cinta, ada pula kisah heroik tentang kue bulan.

Pada masa Dinasti Yuan, ketika bangsa Mongol berkuasa di Tiongkok, rakyat Han ingin memberontak. Tapi bagaimana caranya menyebarkan pesan tanpa ketahuan penjaga?

Jawabannya: kue bulan.
Di dalam kue, mereka selipkan pesan rahasia

“Bangkitlah pada malam bulan purnama.”

Dengan cara itulah kabar pemberontakan menyebar dari desa ke desa. Pada malam Mid-Autumn, rakyat bangkit serentak, dan pemberontakan pun berhasil.
Sejak saat itu, moon cake tak lagi sekadar makanan.

Ia menjadi simbol persatuan dan harapan akan kebebasan.
Kue Bulan Tradisional: Rasa yang Sarat Makna
Jika kita lihat kue bulan klasik, bentuknya selalu bundar.
Itu bukan kebetulan. Lingkaran adalah simbol kesempurnaan dan kebersamaan.

Isinya pun penuh filosofi:
Pasta biji teratai

lambang kesucian.
Kacang merah
simbol kebahagiaan.

Kuning telur asin:
melambangkan bulan purnama yang bulat.
Campuran kacang dan biji-bijian
tanda kemakmuran.
Kulit kue dihiasi ukiran cantik
huruf keberuntungan, gambar kelinci, atau bunga. Setiap detail punya arti, seakan kue bulan bukan sekadar makanan, melainkan doa yang bisa dimakan.
Dari Dapur Nenek ke Hotel Bintang Lima

Dulu, kue bulan dibuat sederhana di rumah-rumah. Anak-anak membantu menekan adonan ke cetakan kayu, lalu menunggu sabar di depan oven tradisional.

Rasanya manis legit, teksturnya padat, dan aromanya memenuhi rumah.
Kini, moon cake berevolusi.

Ada snow skin moon cake yang lembut seperti mochi, disajikan dingin dengan warna pastel. Ada yang berisi cokelat, matcha, kopi, bahkan durian.

Ada pula versi sehat: rendah gula, bebas gluten, bahkan vegan.

Hotel-hotel berbintang dan toko kue terkenal berlomba membuat moon cake edisi terbatas dengan kotak mewah.

Memberi moon cake pun jadi bagian dari etika bisnis, semacam cara halus untuk berkata:

“Saya menghargai hubungan kita.”

Meski begitu, entah sederhana atau modern, moon cake tetap punya tujuan yang sama
mendekatkan hati kita kepada orang yang kita cintai dan juga kepada yang Maha Kuasa

Sepotong Moon Cake, Segenggam Kenangan
Di balik setiap moon cake, ada kisah pribadi.

Saya ingin bercerita dari kisah di ceritakan Mama saya

Seorang ibu di Tiongkok selalu mengirim moon cake pada putrinya yang kuliah di Amerika.
Meski ribuan kilometer memisahkan, mereka percaya bulan yang sama menyatukan hati. Saat si anak menggigit moon cake, ia seperti merasakan pelukan ibunya.

Kalau cerita dari Ayah saya

Di Singapura, ada pasangan lanjut usia yang tiap tahun membeli moon cake dari toko yang sama sejak mereka pacaran.

Kini rambut mereka memutih, tapi setiap gigitan moon cake selalu mengembalikan mereka ke masa muda, ke jalan kecil penuh lampion di Chinatown.
Di Indonesia, banyak keluarga Tionghoa berkumpul pada malam Mid-Autumn. Anak-anak menyalakan lampion, orang tua berbagi cerita, lalu bersama-sama memotong moon cake.

Meski sederhana, momen itu jadi harta berharga yang tersimpan dalam hati setiap anggota keluarga.

Filosofi yang Manis
Apa yang bisa kita pelajari dari moon cake?

Tentang berbagi: Moon cake selalu dipotong untuk semua orang. Kebahagiaan tidak untuk dimakan sendiri.

Tentang ingatan: Rasa manis moon cake membawa kita pada kenangan masa kecil, orang tua, atau kampung halaman.
Tentang harapan

Bulatnya moon cake dan purnama jadi lambang doa
agar hidup kita juga bulat, utuh, tanpa kekurangan.

Moon Cake, Bulan, dan Kita
Bulan purnama selalu membuat manusia berhenti sejenak.

Menatap langit, kita merasa kecil tapi juga terhubung dengan sesuatu yang besar

Moon cake membantu kita merayakan perasaan itu
rasa syukur, kerinduan, dan harapan.

Dulu, moon cake menyelamatkan bangsa lewat pesan rahasia. Kini, moon cake menyatukan keluarga yang berjauhan lewat rasa dan kenangan.

Dulu, moon cake dipersembahkan pada Dewi Bulan.

Kini, moon cake dipersembahkan pada cinta yang tak lekang oleh waktu.

Sahabat ku dimana pun anda berada terimalah Salam ku melalui kue Bulan

Sepotong Bulan di Tangan Kita
Di dunia modern yang serba cepat, tradisi sering kali tergerus.

Namun, selama orang masih menyalakan lampion, selama keluarga masih duduk di bawah bulan purnama dan membagi moon cake, tradisi ini akan tetap hidup.

Moon cake bukan hanya kue. Ia adalah sepotong sejarah, sepotong cinta, sepotong bulan yang bisa kita genggam.

Dan mungkin, saat kita menggigit moon cake sambil menatap langit malam, kita sedang menyatukan diri dengan masa lalu, masa kini, dan masa depan.

Karena dalam setiap moon cake, ada bulan yang tak pernah padam. 🌕

Adharta

Untuk yang mau pesan Moon Cake
Bisa menghubungi
Call Centre KRIS
0811962088
Atau WA saja
Stock cukup

Ada harga khusus buat semua sahabat

Www.kris.or.id
Www.adharta.com

Sabda yang Hidup 150 Tahun

Serikat Sabda Allah

Oleh : Adharta
Ketua Umum
KRIS

Menatap masa depan

Sebuah undangan hadir di hadapan aku dari Pastor profesor Dr. Bernadus Boli Udjan SVD dari Ledelero Flores

Rasanya kepingin terbang kesana tapi sayang waktu tempat keadaan memisahkan kita
Namun tulisan ini mewakili aku hadir di Ledelero

Salam dan Doaku

Di sebuah rumah sederhana di Steyl,
Belanda,
pada tanggal
8 September 1875, seorang imam bernama Arnoldus Janssen menyalakan lilin kecil.

Lilin itu bukan hanya tanda doa, melainkan awal sebuah perutusan besar.

Di tengah situasi sulit Kulturkampf yang menekan Gereja di Jerman, Janssen melangkah dengan iman yang melampaui logika.
Ia mendirikan sebuah serikat misionaris baru

Societas Verbi Divini (SVD) — Serikat Sabda Allah.

Siapa yang menduga, lilin kecil itu akan bertumbuh menjadi terang besar yang menyinari dunia hingga hari ini?

Serikat Sabda Allah kini hadir di lebih dari 80 negara, melintasi benua, bahasa, dan budaya.

Tahun ini, Gereja bersyukur atas 150 tahun karya misi SVD

Sebuah perjalanan iman yang penuh haru, darah, air mata, sekaligus sukacita.

Sabda yang Menjadi Daging
Nama SVD menyimpan makna terdalam perutusan ini. Bagi Janssen, Yesus Kristus adalah Sabda yang hidup

Sabda yang menjadi manusia. Maka, setiap misionaris SVD dipanggil bukan sekadar mengajar atau berkhotbah, tetapi menghidupkan Injil di tengah masyarakat.
Motto mereka jelas:

“Vivit Verbum Dei
Sabda Allah itu hidup.”

Sabda Allah bukan teks mati, tetapi kuasa yang mengubah hidup, membebaskan yang tertindas, menguatkan yang lemah, dan membawa harapan bagi yang putus asa.
Perjalanan Panjang ke Ujung Dunia
Sejak awal, SVD dikenal sebagai serikat misionaris yang berani menyeberangi batas.

Hanya empat tahun setelah berdiri, misionaris pertama dikirim ke Tiongkok (1879).
Dari sana, pintu-pintu misi terbuka ke Jepang, Afrika, India, Papua Nugini, Amerika Latin, dan akhirnya Indonesia.

Mereka pergi tanpa banyak bekal, seringkali dengan risiko kehilangan nyawa.

Banyak yang wafat muda karena penyakit, konflik, atau kerasnya alam. Namun, semangat mereka tak padam: Injil harus hadir di tempat yang paling sulit sekalipun.

Flores: Tanah Subur Sabda
Indonesia mencatat bab penting dalam kisah SVD.

Pada tahun 1913, tiga misionaris SVD menjejakkan kaki di Flores

Pater Arnold Verstraelen, Pater J. H. Lichtenberg, dan Bruder H. Lemaire.

Mereka menemukan tanah yang keras namun hati yang subur.
Dari Ende hingga pelosok pegunungan, mereka berjalan kaki, menyeberangi sungai, mendaki bukit, dan tinggal bersama rakyat kecil.

Mereka bukan hanya mengajar iman, tetapi juga membangun sekolah, membuka pelayanan kesehatan, dan mendampingi masyarakat.

Dari tanah Flores inilah, Gereja Katolik Indonesia bertumbuh kokoh.

Lembaga pendidikan seperti Ledalero melahirkan ratusan imam, teolog, dan pemimpin Gereja.

Tak berlebihan jika Flores disebut sebagai “jantung misi SVD di Indonesia.”

Misi yang Menyentuh Hidup
Yang khas dari SVD adalah pendekatan mereka yang holistik.
Injil diwartakan bukan hanya lewat kata-kata, tetapi lewat pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan sosial.
Di sekolah-sekolah SVD, anak-anak belajar membaca, menulis, dan mengenal dunia.
Di rumah sakit Katolik, masyarakat kecil mendapat pelayanan tanpa membedakan agama.

Di desa-desa, para pastor SVD menjadi sahabat, guru, bahkan petani bagi umatnya.
Misi ini menunjukkan wajah Allah yang penuh kasih
Allah yang hadir dalam keheningan doa sekaligus dalam peluh kerja sehari-hari.

Tiga Warisan Spiritualitas
Dalam perayaan 150 tahun, SVD kembali menekankan tiga nilai utama yang diwariskan Santo Arnoldus Janssen:
Kerasulan doa doa sebagai sumber tenaga misi.

Kerja sama dengan awam misi adalah tugas seluruh umat, bukan hanya imam.

Semangat misi sejagat
setiap misionaris siap diutus ke mana saja, tanpa batas.

Nilai-nilai ini tidak pernah usang. Justru di zaman modern, ketika dunia dilanda konflik, kesenjangan, dan krisis lingkungan, semangat universal dan solidaritas lintas batas sangat dibutuhkan.
Perayaan di Ende:

Sabda yang Menyala
Keuskupan Agung Ende, sebagai pusat karya SVD di Indonesia, mempersiapkan perayaan penuh makna.

Menurut Pater Sandro, SVD, Ketua Panitia HUT, pesta ini bukan sekadar nostalgia, tetapi ajakan memperbarui semangat komunio dan sinodalitas.
Paroki-paroki mengadakan lomba Kitab Suci, turnamen futsal, hingga festival paduan suara. Puncaknya, pada 19 September 2025, ribuan umat akan berkumpul dalam perayaan syukur bersama

Bapak Uskup.
Suasana ini mengingatkan bahwa misi SVD tidak hanya dimiliki para imam, tetapi juga ditanggung bersama oleh umat Allah.
Menyongsong Masa Depan
Seratus lima puluh tahun adalah usia matang. Namun bagi SVD, ini bukan akhir, melainkan awal babak baru. Tantangan zaman terus berubah: digitalisasi, pluralisme agama, ketidakadilan sosial, perubahan iklim, hingga krisis panggilan.

Tetapi Sabda Allah tetap hidup. Dan serikat ini tetap dipanggil untuk menjadi garam dan terang di dunia. Dari Steyl ke Flores, dari Papua hingga Eropa, dari desa terpencil hingga kota besar, misi SVD tetap sama: menghadirkan kasih Allah bagi semua orang.
Penutup: Lilin yang Tak Pernah Padam
Ketika Arnoldus Janssen menyalakan lilin di Steyl, mungkin ia tak membayangkan cahaya itu akan menyinari dunia hingga 150 tahun kemudian.

Namun hari ini, kita melihat lilin itu masih menyala
bahkan lebih terang.
Sabda Allah sungguh hidup. Ia hidup dalam doa para misionaris, dalam kerja keras para bruder, dalam senyum anak-anak sekolah, dalam harapan para pasien miskin, dalam setiap umat yang berani terlibat dalam misi.

Seratus lima puluh tahun adalah bukti

Sabda Allah tidak mati.
Ia terus bergerak, menyalakan hati, dan mengubah dunia.

Www.kris.or.id
Www.adharta.com

Kisah Hidup Santo Carlo Acutis

Kisah Hidup Santo Carlo Acutis

Oleh : Adharta
Ketua Umum
KRIS

Jakarta
Sabtu 6 September 2025

Semalam pastor Berty Tijow MSC
Kepala paroki Santo Kristoforus Grogol

Mengirim kabar berita bahwa reliqui Rambut Santo Carlo Acutis
tiba di pariki Santo Kristoforua Grogol
Saya sangat terinspirasi untuk membuat kisah beliau semoga bisa menjadi inspirasi bagi anak anak Muda sekarang

Awal Kehidupan dan Lahir

Santo Carlo Acutis
lahir pada 3 Mei 1991 di London, Inggris, dari orang tua berkebangsaan Italia.

Saat masih kecil, ia tinggal di Milan, Italia, dan menunjukkan minat besar sejak usia dini terhadap kehidupan iman dan teknologi

Pengalaman Iman
Sejak usia tiga tahun, Carlo sudah memiliki spiritualitas yang menawan. Ketika kakeknya meninggal, Carlo yang belum mencapai usia sekolah berkata ingin berdoa di gereja untuk mendoakan kakeknya
penanda hubungan batin yang kuat dengan iman.

Pada usia 12 tahun, ia sudah menjadi katekis di parokinya, Santa Maria Segreta, dan bahkan membantu teman-temannya memahami iman.

Ia menunjukkan penghormatan mendalam terhadap beberapa santo seperti Fransiskus Asisi, Maria Magdalene de’ Pazzi, dan malaikat pelindungnya,
St. Mikael

Hasrat di Dunia Digital
Carlo dikenal pula sebagai “computer geek”.
Ia ahli dalam bahasa pemrograman seperti Java dan C++,

sering membantu orang-orang dengan masalah teknis.

Ia membuat halaman web untuk paroki dan juga organisasi volunteer
masing-masing menjadi pemenang kompetisi nasional di Italia

Namun yang paling luar biasa adalah ketika ia menciptakan website katalog mukjizat Ekaristi dan kemunculan Maria di seluruh dunia.

Situs ini diluncurkan pada 4 Oktober 2006, hanya beberapa hari sebelum ia meninggal
Sebuah warisan digital yang menyebar ke 17 bahasa dan dipamerkan secara global

Perjuangan Hidup & Kematian

Tak lama setelah peluncuran web tersebut, Carlo dinyatakan menderita leukemia.

Meskipun harapan sembuh sangat minim, ia tetap tegar:

“Death has become the passage towards life,”

katanya kepada ibunya, sebuah pengakuan iman yang dalam.
Ia meninggal pada usia 15 tahun, meninggalkan warisan besar bagi dunia digital dan iman

Beatifikasi dan Pengakuan Ajaib
Carlo dibeatifikasi pada 10 Oktober 2020 di Biara Santo Fransiskus Asisi, mewakili Paus Fransiskus

Doa-doa kepada Carlo dikaitkan dengan dua mukjizat yang diakui oleh Vatikan:

Penyembuhan seorang anak di Brasil dengan kelainan pankreas bawaan sekitar tahun 2020.

Kesembuhan seorang mahasiswi, Valeria, setelah kecelakaan bersepeda serius pada 2022

Kanonisasi:

Menjadi Santo Millennials Pertama
Pengangkatan Carlo sebagai santo resmi ditetapkan pada 7 September 2025 besok
oleh Paus Leo XIV. Ia akan dikanonisasi bersama dengan Pier Giorgio Frassati
sosok muda lain yang penuh inspirasi.
Acutis menjadi santo generasi milenial pertama, simbol iman dan teknologi yang berpadu harmonis

Relikui:

Rambut dan Hati
Relikui Carlo telah tersebar di berbagai lokasi di dunia.

Ada potongan rambutnya (relikui kelas pertama)
yang disertai sertifikat resmi dari Uskup Assisi, Domenico Sorrentino, menunjukkan otentisitas dan disimpan dengan hormat

Relikui ini juga dibawa ke beberapa tempat suci, misalnya ke Washington, D.C., di Saint John Paul II National Shrine

Sementara itu, Gereja di Malta
Gereja San Francesco di Rabat (Gozo)
juga menyimpan relikui rambut Carlo yang sama untuk devosi umat

Kehidupan yang Inspiratif untuk Generasi Muda
Modern namun Sakral
Carlo mengenakan kaus santai, headphone, atau membawa laptop sambil memegang rosario atau Ekaristi
simbol iman yang melekat dalam keseharian digital.

Cambridge of Faith & Tech
Ia duduk di depan layar komputer sambil merancang situs mukjizat Ekaristi, dengan ekspresi penuh semangat untuk berbagi iman.

Momen Tenang & Doa

Carlo berlutut dalam adorasi Ekaristi, dikelilingi cahaya lembut
gambar simbolik bahwa “menghadirkan Tuhan” menjadi pusat hidupnya.
Warisan bagi

Kaum Muda

Carlo memimpin kelompok muda, mengajarkan iman di paroki, sambil mengajar cara membuat situs web rohani
menyatukan kepercayaan dan kreativitas.

Relikui & Devosi

Gambar relikui rambutnya yang terjaga aman, dikelilingi sinar dan tangan umat yang berdoa sebagai wujud pengabdian.
Penutup
Kehidupan Carlo Acutis membuktikan bahwa generasi muda mampu menjadi jembatan antara teknologi dan iman, antara dunia digital dan dunia rohani.

Meskipun hidup hanya 15 tahun, warisannya luar biasa
sebagai santo milenial pertama, pengembang digital, dan teladan cinta akan Ekaristi

Www.kris.or.id
Www.adharta.com

Cewama Eka Tayai

(Mengabdi untuk Persatuan)

Cerpen 007

Oleh : Adharta
Ketua Unun KRIS

Kisah ini kupersembahkan buat anak cucuku
Dan para sahabat Pilot

Menatap masa depan

Tahun 1980. Udara di Tangerang masih bersih dan lengang, jauh berbeda dengan hiruk-pikuk kota metropolitan Jakarta yang hanya berjarak beberapa puluh kilometer.

Di sinilah Jimmy menapaki jejak hidupnya sebagai taruna muda Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia,

Curug
Tak seorang pun menduga, anak kampung yang dulu hanya putra seorang pegawai negeri kecil di Surabaya itu, kelak akan dikenal sebagai sosok pilot tangguh yang mengabdi tidak hanya untuk keluarganya, tetapi juga bagi bangsa Indonesia.

Asal-Usul Sederhana
Jimmy lahir sebagai anak kedelapan dari sepuluh bersaudara. Ayahnya seorang pegawai negeri sederhana, ibunya membuka warung kecil di depan rumah untuk menambah penghasilan.

Hidup mereka jauh dari kata cukup.
Sering kali Jimmy kecil harus menahan lapar karena nasi hanya cukup untuk kakak-kakaknya.

Namun, dari kerasnya hidup itulah ia belajar arti ketekunan.
Sejak SMP, Jimmy sadar bahwa untuk bisa keluar dari lingkaran kemiskinan, ia harus bersekolah setinggi-tingginya.

Namun harapan itu bagai mimpi. Bagaimana mungkin orang tua dengan sepuluh anak bisa membiayai kuliah semuanya?

Bahkan, salah satu kakaknya yang berhasil kuliah di sebuah universitas swasta di Jakarta, harus bekerja serabutan untuk membayar biaya kuliah sendiri.

Namun tekad Jimmy tidak pernah surut. Setelah lulus SMA di Surabaya, ia berangkat ke Jakarta bersama dua sahabatnya, Freddy dan Johnny.
Mereka bertiga menumpang kereta ekonomi, membawa tas kecil, dan sejuta mimpi di kepala.
Hidup di Jakarta

Jakarta menyambut mereka dengan wajah keras. Mereka harus bekerja sambil mencari peluang sekolah. Freddy dan Johnny beruntung, mereka diterima di universitas swasta dengan bantuan keluarga.
Jimmy tidak seberuntung itu. Ia mencoba mendaftar di beberapa universitas, tetapi biaya menjadi tembok penghalang.
Untuk bertahan hidup, Jimmy bekerja sebagai sopir taksi gelap di kawasan Gajah Mada, tepat di depan klub malam Blue Ocean di Jalan Hayam Wuruk.

Malam demi malam ia berkeliling kota, menjemput tamu asing, pejabat, hingga pengunjung klub. Kehidupan keras di jalanan membuat Jimmy semakin matang menghadapi dunia.
Suatu malam, nasib mempertemukannya dengan seorang penumpang istimewa: seorang perwira tinggi TNI bernama
Kolonel Suryadi. Percakapan singkat di dalam mobil itu membuka jalan baru.
Melihat kejujuran dan kesopanan Jimmy, Suryadi menawarinya pekerjaan sebagai sopir pribadi keluarganya. Tanpa pikir panjang, Jimmy menerima.
Menjadi Bagian Keluarga
Sejak hari itu, Jimmy tinggal bersama keluarga Suryadi di Kebayoran Baru.

Di sana, ia bertemu dengan Budi, putra Suryadi yang seusia dengannya. Meski Jimmy hanya seorang sopir, Budi tidak pernah memandang rendah.

Mereka justru menjadi sahabat karib.
Budi bercita-cita menjadi pilot dan mendaftar di STPI Curug. Jimmy yang setia mengantarnya ke kampus, suatu hari bertemu dengan dosen bernama Pak Megi. Pertemuan itu unik

mobil Pak Megi mogok, dan Jimmy dengan sigap menawarkan tumpangan ke Jakarta.

Dari situlah hubungan baik terjalin. Pak Megi, kagum dengan sikap tulus Jimmy, menawarkan beasiswa terbatas agar ia bisa juga bersekolah di STPI.
Jimmy hampir tak percaya. Dari seorang sopir taksi gelap, kini ia punya kesempatan menjadi taruna penerbangan. Keluarga Suryadi menyambut kabar itu dengan sukacita.

Bahkan, mereka menganggap Jimmy sudah seperti anak sendiri.
Taruna Teladan
Hari-hari di STPI Curug menjadi masa terindah sekaligus terberat.

Jimmy belajar dengan giat, tak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Ia dan Budi sama-sama menjadi taruna teladan, disegani karena kedisiplinan dan kecerdasannya.
Setelah lulus,

Budi melanjutkan sekolah penerbangan untuk memperoleh CPL (Commercial Pilot License). Jimmy, sementara itu, tetap membantu Pak Suryadi yang saat itu naik jabatan di TNI AU.

Dari sanalah jalannya semakin terbuka.
Jimmy kemudian direkrut menjadi perwira muda TNI AU, menjalani pendidikan khusus di Halim Perdanakusuma. Dari langit, ia menemukan panggilannya.

Ia bukan hanya mengendarai pesawat, tetapi juga merasakan makna mengabdi untuk negeri.
Misi di Papua
Salah satu pengalaman yang membekas adalah ketika Jimmy ditugaskan membawa pesawat kargo ke Wamena, Papua, untuk mengantar bahan makanan. Daerah itu sulit dijangkau, dan pesawat kerap menjadi satu-satunya jalur suplai.
Di sana ia bertemu Ratna, seorang dokter muda lulusan Universitas Indonesia yang sedang menjalani tugas pengabdian. Perjumpaan pertama sederhana, namun meninggalkan kesan mendalam. Ratna kagum pada keberanian Jimmy, sedangkan Jimmy terpesona oleh ketulusan Ratna merawat pasien di pelosok.
Pertemuan demi pertemuan membuat benih cinta tumbuh. Meski kehidupan mereka keras, keduanya merasa menemukan pasangan sejiwa.

Dengan restu keluarga Suryadi yang menggantikan orang tua Jimmy yang sudah wafat
mereka akhirnya menikah.
Keluarga yang Hangat
Jimmy dan Ratna membangun rumah tangga sederhana di Kemayoran. Kehidupan mereka penuh kehangatan. Anak pertama, Andi, tumbuh cerdas dan bercita-cita menjadi diplomat.

Anak kedua, Maya, mewarisi jiwa ibunya dan ingin menjadi dokter.
Makan malam selalu menjadi momen penting. Ratna menyiapkan masakan sederhana, Jimmy bercerita tentang pengalaman terbang, dan anak-anak berbagi kisah sekolah.

Gelak tawa memenuhi rumah mereka.
Di balik kesibukan sebagai pilot dan dokter, keluarga ini selalu menemukan waktu untuk saling mendukung.
Dari Militer ke Komersial
Setelah beberapa tahun mengabdi di TNI AU, Jimmy memutuskan beralih ke penerbangan komersial. Ia bergabung dengan maskapai nasional, namun tetap dipanggil untuk misi khusus pemerintah, terutama yang berhubungan dengan diplomasi udara dan bantuan kemanusiaan.
Ia pernah terlibat dalam misi Garuda di Timur Tengah, membawa pasukan perdamaian Indonesia. Baginya, meski sudah bukan tentara aktif, jiwa pengabdian tidak pernah pudar.
Mengabdi Lewat Usaha
Kesuksesan tidak membuat Jimmy lupa asal. Ia mendirikan lembaga pelatihan penerbangan kecil di pinggiran Jakarta, khusus untuk anak-anak dari keluarga tidak mampu. “Kalau dulu saya bisa mendapat kesempatan, mengapa tidak saya teruskan untuk orang lain?” katanya.
Ratna pun mendirikan klinik swadaya untuk masyarakat miskin.

Klinik itu melayani pasien dengan biaya sukarela. Mereka berdua menjadikan keberhasilan bukan hanya milik keluarga sendiri, tetapi juga jalan untuk memberdayakan sesama.
Cetama E9ka Tayai
Di setiap kesempatan, Jimmy selalu mengingatkan anak-anak dan para taruna muda tentang semboyan yang ia pegang:

“Cewama Eka tayai
Mengabdi untuk persatuan.”

Baginya, persatuan bukan hanya untuk negara, tapi juga untuk keluarga, sahabat, dan masyarakat. Mengabdi tidak harus selalu di medan perang, tapi juga lewat kasih, ketulusan, dan berbagi kesempatan.

Penutup
Di usia senja, Jimmy duduk di beranda rumahnya bersama Ratna. Cucu-cucunya berlarian di halaman, Andi sudah menjadi diplomat muda yang bertugas di luar negeri, sementara Maya tengah menjalani pendidikan dokter spesialis.
Jimmy tersenyum haru. Dari anak kampung yang nyaris tak mampu kuliah, ia kini melihat generasi penerusnya berdiri dengan gagah. Ia berbisik kepada Ratna,

“Hidup ini adalah pengabdian. Kita mungkin lahir sederhana, tapi jika hati kita ikhlas untuk mengabdi, hidup akan menjadi cerita indah yang bermanfaat bagi bangsa.”

Ratna menggenggam tangannya erat. Sore itu, langit Jakarta berwarna jingga, seakan mengamini perjalanan panjang seorang manusia yang setia pada semboyan hidupnya

Cewama Eka tayai Mengabdi untuk persatuan.

Www.kris.or.id
Www.adharta.com

Situasi dan Kondisi Jakarta dan Indonesia Pasca Demonstrasi

Jakarta, Rabu 3 September 2025

Oleh : Adharta
Ketua Umum
KRIS

Beberapa hari terakhir, suasana Jakarta masih berada dalam kondisi yang belum sepenuhnya pulih.
Meski inti demonstrasi telah selesai, namun sisa-sisa ketegangan sosial masih terlihat.

Di sejumlah titik, masyarakat masih berkerumun, sebagian tanpa tujuan jelas, sebagian lagi terbawa arus euforia massa.

Kerusuhan memang tidak lagi meluas, tetapi tetap ada titik-titik rawan yang memerlukan penanganan serius dari aparat keamanan.

Pidato Presiden yang menegaskan perlunya langkah tegas dari pemerintah menjadi sinyal kuat bahwa negara tidak boleh kalah dari kekacauan. Namun, yang menarik perhatian publik adalah munculnya insiden penjarahan, bahkan disebutkan beberapa anggota DPR dan seorang menteri ekonomi seperti Sri Mulyani ikut terdampak.

Hal ini menimbulkan tanda tanya besar: mengapa aparat seolah membiarkan, dan apakah ini bentuk strategi untuk menghindari korban jiwa?

Tulisan ini akan mencoba menimbang secara netral situasi tersebut, menguraikan untung dan rugi dari adanya demonstrasi, siapa yang diuntungkan dan dirugikan, serta langkah-langkah apa yang seharusnya ditempuh setelah demonstrasi berakhir.

Pada bagian tertentu saya akan memberikan pandangan pribadi sebagai bentuk refleksi.

Gambaran Situasi Jakarta dan Indonesia

Jakarta sebagai ibu kota selalu menjadi barometer stabilitas nasional.

Ketika Jakarta bergejolak, hampir pasti seluruh Indonesia merasakan dampaknya. Demonstrasi besar yang awalnya dimaksudkan untuk menyuarakan aspirasi, pada akhirnya sering berkembang menjadi kerumunan tanpa arah.

Di sinilah terjadi pergeseran: dari gerakan massa yang terorganisir menjadi kumpulan orang-orang yang sekadar ikut-ikutan.

Kerusuhan yang masih tersisa di beberapa titik menunjukkan adanya tiga kelompok berbeda:

  1. Pendemo murni mereka yang benar-benar datang untuk menyampaikan aspirasi.
  2. Massa oportunis – mereka yang hanya ikut-ikutan tanpa memahami isu.
  3. Kelompok anarkis – mereka yang memanfaatkan situasi untuk menjarah atau menimbulkan ketakutan.

Dari sisi aparat, kehadiran TNI dan Polri cukup efektif menekan eskalasi.

Namun kritik tetap muncul, terutama saat terjadi penjarahan di beberapa pusat ekonomi. Tindakan yang dianggap terlalu pasif atau membiarkan peristiwa terjadi menimbulkan kecurigaan bahwa ada kalkulasi politik maupun keamanan di balik itu.

Untung dan Rugi dari Demonstrasi

  1. Keuntungan

Meskipun kerusuhan membawa banyak kerugian, demonstrasi tetap memiliki sisi positif

Aspirasi tersampaikan: Demonstrasi adalah saluran demokratis untuk mengingatkan pemerintah bahwa ada suara rakyat yang harus didengar. Tanpa demonstrasi, aspirasi bisa terpendam.

Kontrol sosial
Demonstrasi menegaskan bahwa kekuasaan tidak absolut. Pemerintah dipaksa untuk mendengar dan menimbang kembali kebijakan yang diambil.

Kesadaran publik :

Isu yang tadinya hanya dibicarakan terbatas bisa menjadi pembicaraan nasional.

Misalnya, kebijakan ekonomi, ketidakadilan, atau korupsi.

Kebangkitan solidaritas: Dalam situasi tertentu, masyarakat bisa bersatu memperjuangkan hal yang dianggap benar.

  1. Kerugian

Namun, sisi negatif jauh lebih nyata terlihat, terutama jika demonstrasi berkembang menjadi kerusuhan

Kerusakan fasilitas umum: Gedung, jalan, transportasi, dan infrastruktur rusak, yang biaya perbaikannya ditanggung oleh negara (artinya rakyat juga yang menanggungnya dan membiayai).

Kerugian ekonomi: Aktivitas perdagangan terhenti, investor kehilangan kepercayaan, dan citra Indonesia di mata dunia menurun.

Ketidakamanan sosial

Penjarahan dan anarki menimbulkan rasa takut, terutama bagi masyarakat kecil yang paling rentan.

Polarisasi masyarakat: Demonstrasi sering memecah belah antara yang pro dan kontra.

Hal ini meninggalkan luka sosial yang tidak cepat sembuh.

Citra pemerintah melemah

Jika pemerintah dianggap lamban atau tidak tegas, wibawa negara ikut turun.

Secara pribadi, saya menilai keuntungan dari demonstrasi akan terasa jika berlangsung damai dan terorganisir.

Namun ketika berubah menjadi anarki, kerugian yang ditimbulkan jauh lebih besar daripada manfaatnya.

Siapa yang Diuntungkan ?

  1. Kelompok politik tertentu
    Demonstrasi besar sering dimanfaatkan oleh elit politik untuk menekan lawan atau mendongkrak citra diri.

Dalam kondisi kacau, pihak-pihak tertentu bisa menampilkan diri sebagai “penyelamat bangsa”.

  1. Kelompok anarkis dan kriminal
    Mereka mendapatkan keuntungan material langsung dari penjarahan.

Bagi mereka, kerusuhan adalah “kesempatan emas”.

  1. Media massa dan media sosial

Di era digital, setiap gejolak menjadi konten. Media bisa meraih rating, engagement, bahkan keuntungan iklan dari situasi kerusuhan.

Siapa yang Dirugikan ?

  1. Masyarakat umum
    Warga kecil paling merasakan dampak
    warung ditutup, jalan macet, transportasi terhenti, rasa takut meningkat.
  2. Pelaku usaha
    Dari pedagang kaki lima sampai pengusaha besar, semua kehilangan omset.

Investor asing pun bisa menarik modal karena merasa tidak aman.

  1. Pemerintah dan negara
    Citra stabilitas runtuh.

Jika dianggap gagal mengendalikan situasi, pemerintah akan kehilangan legitimasi.

  1. Generasi muda
    Mereka melihat contoh buruk tentang bagaimana konflik diselesaikan dengan kekerasan, bukan dialog. Ini bisa menjadi preseden berbahaya.

Pemdapat pribadi saya
yang paling dirugikan justru adalah rakyat biasa, yang tidak punya akses ke kekuasaan maupun keuntungan politik.

Mereka hanya ingin hidup aman, mencari nafkah, dan membesarkan keluarga.

Mengapa Penjarahan Terjadi?

Kasus penjarahan yang melibatkan fasilitas tertentu bahkan menimpa pejabat negara menimbulkan tanda tanya.

Ada beberapa kemungkinan

Aparat memilih strategi “biarkan” untuk menghindari bentrokan yang bisa menimbulkan korban jiwa.

Dalam kalkulasi keamanan, material bisa diganti, nyawa tidak.

Keterbatasan personel dan kendali. Dalam kerumunan besar, tidak semua titik bisa diawasi.

Kemungkinan infiltrasi kelompok tertentu yang sengaja menciptakan chaos untuk tujuan politik.

Opini saya pribadi
meskipun ada alasan strategis, membiarkan penjarahan jelas berbahaya.

Ini memberi pesan kepada publik bahwa hukum bisa dinegosiasikan, dan aparat seolah tidak berdaya.

Langkah-Langkah Setelah Demonstrasi Berakhir

Untuk keluar dari situasi ini, ada beberapa langkah yang harus diambil:

  1. Pemulihan keamanan total

TNI dan Polri harus memastikan tidak ada lagi sisa kerusuhan. Titik-titik rawan harus dijaga, tetapi dengan pendekatan humanis agar tidak menimbulkan luka baru.

  1. Proses hukum tegas
    Pelaku penjarahan dan anarki harus ditindak, tanpa pandang bulu. Proses hukum yang adil akan mengembalikan wibawa negara.
  2. Pemulihan ekonomi
    Pemerintah perlu memberikan stimulus bagi pelaku usaha kecil yang terdampak, serta memastikan distribusi barang dan jasa kembali normal.
  3. Dialog nasional
    Pemerintah harus membuka ruang komunikasi dengan berbagai elemen masyarakat, termasuk oposisi, agar aspirasi bisa tersalurkan dengan baik.
  4. Penguatan literasi publik
    Edukasi kepada masyarakat penting, agar mereka memahami bahwa demonstrasi boleh, tetapi harus damai. Jangan mau dimanfaatkan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Refleksi Pribadi

Sebagai warga negara, saya merasakan kesedihan melihat Jakarta kembali bergejolak. Setiap kali kerusuhan terjadi, yang hancur bukan hanya gedung atau jalan, melainkan juga rasa percaya antarwarga bangsa.

Saya percaya, Indonesia terlalu besar untuk dibiarkan larut dalam konflik horizontal.

Namun, saya juga memahami bahwa demonstrasi adalah bagian dari demokrasi. Pemerintah tidak boleh alergi kritik.

Yang salah adalah ketika ruang dialog tertutup sehingga rakyat merasa hanya bisa didengar lewat jalanan.

Karena itu, menurut saya, langkah paling penting setelah ini adalah mengembalikan kepercayaan publik.

Pemerintah harus hadir bukan hanya dengan kekuatan aparat, tetapi juga dengan empati.

Aspirasi rakyat harus ditanggapi dengan kebijakan nyata, bukan sekadar pidato.

Penutup

Situasi Jakarta pada 3 September 2025 adalah pengingat bahwa demokrasi selalu memiliki dua sisi

Peluang dan ancaman.

Demonstrasi bisa menjadi sarana koreksi, tetapi juga bisa berbalik menjadi bumerang jika berubah menjadi anarki.

Keuntungan demonstrasi adalah tercapainya ruang kebebasan dan pengawasan terhadap pemerintah. Namun kerugian jauh lebih besar ketika keamanan, ekonomi, dan kehidupan masyarakat terganggu.

Yang diuntungkan hanyalah segelintir pihak, sementara mayoritas rakyat menjadi korban.

Langkah ke depan adalah memastikan bahwa kerusuhan benar-benar berakhir, hukum ditegakkan, ekonomi dipulihkan, dan dialog dibuka selebar-lebarnya
Dengan begitu, kita bisa belajar dari peristiwa ini dan bergerak menuju Indonesia yang lebih dewasa dalam berdemokrasi.

Saya percaya, dengan kesabaran, ketegasan, dan keterbukaan, bangsa ini akan mampu melewati badai.

📌 damai Indonesiaku

Www.kris.or.id
Www.adharta.com

KITA ADALAH INDONESIA

Oleh : Adharta

Saudaraku
Sahabatku
Indonesia

Jakarta yang mencekam,
di jalanan yang penuh resah,

kita lahir dari rahim yang sama
ibu pertiwi yang bernama Indonesia.

Boleh saja langit kelabu,
Boleh saja Laut bergelombang
boleh saja kabar berhembus getir,
namun jiwa bangsa ini
tak akan pernah tunduk pada gelap dan derita

Wahai saudaraku,
Sahabatku
Indonesia

kita ini bukan sekadar berjuta manusia,
kita adalah
Satu nadi,
Satu nafas,
Satu janji

Merah di bendera kita adalah keberanian,

Putihnya adalah kesucian hati.

Selama itu masih berkibar,
Indonesia tidak akan runtuh.

Mari saling genggam erat tangan
Saudara,
Sahabat
Indonesia

Hapus air mata dengan pelukan Cinta bangsa.

Bersama kita kuat,
Bersatu kita abadi.

Ingatlah:
Indonesia bukan hanya tanah, bukan hanya laut,
Indonesia adalah kita

kita semua,
yang tak akan pernah menyerah,
yang akan selalu bangkit,
dan berjalan menuju terang.

Saudaraku
Sahabatku
Indonesia

Hanya satu kata
Bersatu

Www.kris.or.id
Www.adharta.com

Jejak Persahabatan

Cerpen 007
Oleh : Adharta
Ketua Umum
KRIS

Akhir Aguatus 2025

Mengenang Orang tua saya yang telah meninggal 27 tahun lalu

Surat Pertama dari Penjara

Malam pertama di penjara Bangkok,
Ling Ling diberi selembar kertas usang dan pensil kecil.
Dengan tangan gemetar, ia menulis:

Untuk sahabatku, Jeany…

Aku tidak tahu harus mulai dari mana.

Semuanya terasa seperti mimpi buruk.
Aku masih bisa mendengar teriakan petugas di bandara, masih bisa merasakan tangan mereka menarik lenganku.

Jeany, aku tidak menyalahkanmu. Jangan pernah merasa bersalah.
Aku tahu kamu hanya ingin membuatku bahagia dengan perjalanan ini. Aku yang terlalu polos, terlalu senang, sampai tidak berpikir.

Hari ini aku tidur di lantai dingin, bersama belasan orang asing.
Aku takut, Jeany. Aku benar-benar takut.

Tapi yang membuatku kuat adalah bayanganmu
sahabatku yang selalu menggenggam tanganku di saat paling gelap.

Tolong jaga ibuku di Bangka. Jangan biarkan dia mendengar kabar ini dari orang lain.

Aku tidak sanggup membayangkan wajahnya menangis.

Sahabatmu,
Ling Ling

Surat itu sampai ke tangan Jeany sehari kemudian. Ia membacanya sambil menangis di kamar hotel. Air matanya menodai tinta di kertas itu.

Jeany Menulis Balasan

Jeany menulis balasan panjang dengan tinta biru:

Ling Ling, sahabatku…

Aku janji, kamu tidak sendiri. Setiap langkahmu, aku akan ada di sampingmu. Jangan pernah merasa kamu merepotkan aku atau keluargaku. Kamu bukan beban kamu bagian dari keluarga kami.

Aku sudah berbicara dengan pengacara internasional. Percayalah, kami tidak akan diam. Kami akan berjuang sampai napas terakhir untuk membebaskanmu.

Ingatlah, Ling. Persahabatan kita lebih kuat dari dinding penjara.

Kamu tidak akan pernah hilang dariku.

Dengan cinta,
Jeany

Kehidupan di Penjara Bangkok

Hari-hari Ling Ling di penjara bukan sekadar penderitaan fisik, tapi juga cobaan batin. Ia berbagi sel dengan perempuan dari berbagai negara: ada yang terjebak sindikat narkotika, ada pula yang benar-benar pelaku.

Setiap malam, ia menatap bintang kecil dari celah jendela berjeruji. Dalam hatinya ia selalu mengulang doa:

“Tuhan, beri aku kekuatan. Jangan biarkan Jeany berhenti percaya padaku.”

Ling Ling kemudian mulai menulis buku harian. Ia menuliskan pengalamannya: betapa sulitnya bertahan hidup dengan makanan seadanya, bagaimana ia harus bekerja membuat kerajinan tangan untuk mengisi waktu, hingga persahabatannya dengan sesama napi.

Namun yang paling sering ia tulis adalah Jeany nama sahabat yang menjadi satu-satunya cahaya dalam kegelapan.

Percakapan di Ruang Kunjungan

Setiap bulan, Jeany terbang ke Bangkok. Mereka bertemu di ruang kunjungan, dipisahkan kaca tebal, berbicara lewat telepon kecil.

Suatu hari, Ling Ling menempelkan tangannya ke kaca.
Wajahnya kurus, matanya cekung, tapi senyumnya tetap hangat.

Ling Ling: “Jeany, aku takut suatu hari kamu akan bosan menjengukku.”

Jeany: “Bosan? Ling, aku rela datang tiap hari kalau diizinkan. Kamu nggak ngerti betapa berharganya kamu buatku.”
Ling Ling: (terisak)

“Kalau bukan kamu, aku mungkin sudah gila di sini.”
Jeany: “Kamu harus kuat, Ling. Aku sedang bicara dengan beberapa organisasi HAM. Percayalah, masih ada harapan.”
Ling Ling: “Harapan itu kamu, Jeany. Kalau suatu hari aku tidak bisa keluar dari sini, aku cuma ingin kamu tahu… aku bersyukur Tuhan mengirimkan sahabat sepertimu.”

Kata-kata itu menusuk hati Jeany. Malamnya, ia menangis sampai tertidur.

Keluarga Jeany Ikut Terlibat

Ayah Jeany, seorang pengusaha berpengaruh, memanfaatkan segala koneksi. Ia bertemu pejabat, diplomat, bahkan mengeluarkan dana besar untuk mengupayakan keringanan hukuman.

Ibunya juga ikut mendampingi. Dalam hati kecilnya, ia sudah menganggap Ling Ling sebagai anak sendiri.

“Kalau bukan karena Jeany, Ling Ling mungkin tidak bisa kuliah. Kita punya tanggung jawab moral padanya,” ucap sang ibu.

Namun kenyataan pahit sulit diubah. Hukum Thailand tidak main-main terhadap narkotika. Semua banding ditolak.

Surat Terakhir (untuk saat ini)

Beberapa tahun berlalu. Rambut Ling Ling mulai memutih, tubuhnya semakin kurus. Tapi ia tetap menulis surat untuk Jeany.

Untuk Jeany, sahabatku…

Hari ini aku melihat seekor burung kecil hinggap di jendela penjara. Ia bebas, bisa terbang ke mana saja.

Aku menutup mata, membayangkan kita berdua duduk di pantai Bangka, makan otak-otak, tertawa seperti dulu.

Jeany, kalau pun aku harus menua di sini, aku tidak menyesal pernah mengenalmu. Persahabatanmu adalah hadiah terbesar dalam hidupku.

Jangan berhenti hidup hanya karena aku terkurung. Pergilah, wujudkan mimpimu.

Aku akan selalu ada di dalam hatimu.

Sahabatmu,
Ling Ling

Jeany menangis membaca surat itu. Ia berjanji dalam hati:

“Aku tidak akan menyerah. Selama aku masih hidup, aku akan mencari jalan membebaskanmu.”

Ada awal ada akhir
Kisah persahabatan Ling Ling dan Jeanny saat mereka berlibur di Singapura s
Semasa libur kuliah
Tak dinyana pertemuan dengan Jefry di atas pesawat yang menawarkan ticket dan Hotel di Bangkok mendatangkan mala petaka

Karena titipan barang berupa tas wanita ke tangan Ling Ling
Ternyata berisi Narkoba

Hingga kini,
Ling Ling masih berada di balik jeruji penjara Bangkok.

Jeany tetap setia datang, tetap setia berjuang.

Waktu mungkin merenggut kebebasan Ling Ling, tapi tidak bisa merenggut persahabatan mereka.

Di dunia yang penuh tipu daya, mereka membuktikan bahwa cinta dan persahabatan sejati bisa bertahan, bahkan di balik tembok penjara yang paling kelam sekalipun.

Catatan : Cerpen ini diangkat dari kisah nyata seorang sahabat dan cerita ini pun ada kemiripan dengan kisah sebuah film layar lebar
Dan rasanya masih banyak kasus kejadian yang mirip
Karrna orang titip barang ternyata isinya narkoba

Www.kris.or.id
Www.adharta.com

Pesan untuk Anggota keluarga KRIS sahabat dan Masyarakat Indonesia

Oleh : Adharta
Ketua Umum
KRIS

Jakarta

Sabtu. 30 Aguatus 2025

Jakarta dan kota-kota besar lain di Indonesia terasa semakin ruwet, padat, bahkan mencekam. Jalanan penuh dengan ketegangan; masyarakat gelisah dengan kabar politik yang tidak menentu, ekonomi yang masih goyah, serta ancaman kesehatan yang terus membayangi. Bising klakson bercampur dengan keluhan rakyat kecil yang masih berjuang mencari sesuap nasi. Ada rasa letih yang seakan menyelimuti udara, membuat banyak orang kehilangan arah.

Dalam situasi seperti inilah, Killcovid-19 Relief International Services (KRIS) harus hadir sebagai pelita, bukan sekadar komunitas.

KRIS lahir dari semangat membantu sesama di tengah pandemi, namun perjalanannya tidak boleh berhenti di situ. Tantangan bangsa tidak hanya soal virus penyakit, tetapi juga krisis moral, sosial, politik, dan ekonomi yang menekan rakyat.

Maka, anggota KRIS perlu mengambil peran sebagai garda penguat harapan.

  1. Menjaga Keteguhan Hati

Langkah pertama adalah menjaga hati agar tidak hanyut oleh arus ketakutan dan kabar yang menyesakkan. Anggota KRIS harus menanamkan keyakinan bahwa setiap krisis adalah ladang untuk menumbuhkan keberanian. Bila masyarakat hanya disuguhi pesimisme, maka bangsa ini akan runtuh oleh rasa takutnya sendiri.

Keteguhan hati bukan berarti menutup mata terhadap kenyataan. Justru, kita harus melihat realitas dengan jernih, lalu melatih diri agar mampu bersikap bijak. Bila jalanan macet, jangan menambah keruwetan dengan amarah. Bila berita politik menegangkan, jangan memperburuk keadaan dengan menyebar hoaks atau ujaran kebencian.

Seorang anggota KRIS ibarat obor kecil. Meski sederhana, sinarnya mampu menolong orang di sekitarnya agar tidak tersesat.

Maka, jaga hati, jaga ucapan, jaga sikap.

  1. Menjadi Sumber Informasi yang Menenangkan

Di tengah derasnya arus informasi, banyak orang kehilangan kemampuan memilah mana yang benar dan mana yang menyesatkan. Inilah peluang bagi KRIS untuk menjadi jembatan informasi yang menyejukkan dan menuntun pada kebaikan.

Setiap anggota KRIS perlu membiasakan diri mengecek sumber berita sebelum membagikannya. Jangan sampai komunitas yang dibangun atas dasar cinta kasih justru ikut memperkeruh keadaan. Tugas kita adalah menyampaikan kebenaran dengan cara yang santun, menenangkan, dan membangun harapan.

Gunakan media sosial sebagai sarana menyebarkan inspirasi, tips menjaga kesehatan, dan ajakan untuk saling peduli. Biarlah postingan dari KRIS dikenal sebagai penyegar di tengah timeline yang penuh keributan.

  1. Menguatkan Solidaritas Sosial

Jakarta dan kota-kota besar memang dipenuhi gedung-gedung tinggi, tapi di baliknya ada jutaan orang kecil yang hidup dengan penuh perjuangan. Saat ini, banyak keluarga menahan lapar, banyak anak kehilangan akses pendidikan, dan banyak lansia hidup sendirian tanpa dukungan.

Inilah momen bagi KRIS untuk menghidupkan kembali semangat solidaritas sosial. Anggota yang mampu bisa menyisihkan sebagian rezeki untuk membantu mereka yang membutuhkan. Bentuk bantuan tidak selalu uang; bisa berupa makanan, pakaian, atau bahkan tenaga untuk mendampingi mereka yang sedang kesulitan.

KRIS harus menjadi teladan bahwa kekuatan sejati bangsa ini bukan pada gedung-gedung tinggi atau kekuasaan politik, melainkan pada gotong royong dan kepedulian antarwarga.

  1. Menyuarakan Kesehatan Sebagai Prioritas Bangsa

Meski pandemi Covid-19 sudah berlalu, Indonesia masih menghadapi masalah kesehatan serius: hipertensi, diabetes, penyakit jantung, hingga kesehatan mental. Situasi kota yang mencekam semakin memperburuk kondisi psikologis masyarakat. Banyak orang merasa cemas, tertekan, dan kehilangan harapan.

KRIS harus terus menyuarakan pentingnya kesehatan. Jadilah agen penyebar gaya hidup sehat: olahraga ringan, makan bergizi, istirahat cukup, serta menjaga pikiran tetap positif. Tidak kalah penting, kita perlu mengingatkan masyarakat untuk merawat kesehatan mental dengan cara berbicara, mendengarkan, dan saling mendukung.

Kesehatan adalah modal utama untuk membangun bangsa. Tanpa tubuh yang kuat dan jiwa yang sehat, Indonesia akan sulit bangkit dari berbagai krisis.

  1. Menjadi Kekuatan Moral di Tengah Kekacauan

Kota-kota besar hari ini penuh dengan kegaduhan politik. Banyak orang saling hujat, saling menuding, hingga melupakan nilai kemanusiaan. Inilah saatnya KRIS hadir sebagai kekuatan moral yang menegakkan nilai kebaikan.

Jangan biarkan kebencian menguasai. Jangan biarkan korupsi dan ketidakadilan dianggap biasa. KRIS tidak harus masuk ke gelanggang politik praktis, tetapi KRIS bisa menegakkan suara moral: mengingatkan pemimpin agar jujur, mendesak pejabat agar adil, serta mengajak rakyat untuk menjaga persatuan.

Jika KRIS mampu berdiri sebagai suara hati nurani bangsa, maka kita akan menjadi pilar yang diperhitungkan dalam perjalanan Indonesia ke depan.

  1. Menggerakkan Pendidikan Karakter

Kebingungan di masyarakat tidak hanya lahir dari masalah ekonomi, tetapi juga karena rapuhnya karakter generasi muda. Mereka sering kali mudah terpengaruh oleh budaya instan, melupakan nilai kerja keras dan tanggung jawab.

KRIS dapat mengambil peran dengan mengadakan pelatihan, seminar, atau diskusi kecil yang menanamkan nilai kejujuran, kerja sama, disiplin, dan empati. Pendidikan karakter bukan tugas sekolah semata, melainkan tanggung jawab seluruh masyarakat.

Bayangkan bila setiap anggota KRIS membimbing beberapa anak muda di lingkungannya, memberikan motivasi dan teladan. Dalam lima tahun ke depan, akan lahir generasi baru yang kuat menghadapi badai zaman.

  1. Menyebarkan Optimisme di Tengah Kekacauan

Bangsa yang besar selalu lahir dari rakyat yang berani bermimpi. Jangan biarkan situasi kota yang mencekam hari ini mematikan harapan kita. Justru, inilah waktu terbaik untuk menyalakan optimisme.

KRIS harus menjadi komunitas yang penuh semangat. Dalam setiap pertemuan, baik langsung maupun daring, tebarkan kata-kata positif. Ajak anggota saling menyemangati, berbagi kisah inspiratif, dan mengingatkan bahwa badai pasti berlalu.

Optimisme bukan sekadar kata indah, melainkan energi yang mampu menggerakkan langkah nyata. Bila kita yakin Indonesia bisa bangkit, maka keyakinan itu akan menular ke masyarakat luas.

  1. Menyusun Aksi Nyata untuk Negeri

Ucapan indah tidak akan berarti bila tidak diikuti tindakan nyata. Maka, KRIS perlu menyusun program sederhana tapi berdampak:

  1. Posko Peduli Masyarakat – tempat berbagi makanan, obat-obatan dasar, atau konseling singkat.
  2. Gerakan Jalan Sehat KRIS – kampanye kesehatan sambil mempererat kebersamaan warga.
  3. Ruang Diskusi Publik – wadah bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi tanpa rasa takut.
  4. Beasiswa KRIS – dukungan pendidikan untuk anak-anak dari keluarga miskin.
  5. Kampanye Lingkungan Sehat – menanam pohon, membersihkan sungai, dan mengurangi sampah plastik.

Langkah-langkah sederhana ini akan menunjukkan bahwa KRIS bukan sekadar komunitas wacana, tetapi motor perubahan yang nyata.

Ajhir kata Harapan untuk Indonesia

Hari ini Jakarta terasa mencekam, kota-kota besar terasa ruwet, namun jangan sampai kita menyerah pada keadaan. KRIS ada untuk menjadi cahaya – cahaya kecil yang mampu mengusir kegelapan.

Ingatlah bahwa sejarah Indonesia selalu ditulis oleh orang-orang sederhana yang berani peduli. Bila kita terus menjaga hati, menebar solidaritas, menyuarakan kesehatan, menegakkan moral, membangun karakter, menyalakan optimisme, dan bergerak nyata, maka kita akan menjadi bagian dari solusi.

Untuk seluruh anggota KRIS, tetaplah berdiri teguh. Jangan biarkan situasi membuat kita kehilangan arah. Justru, inilah momen kita membuktikan bahwa KRIS adalah benteng kebaikan bagi Indonesia.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa menyertai langkah kita, memberikan kekuatan, dan menjadikan KRIS sebagai berkat bagi bangsa.

Www.kris.or.id
Www.adharta.com

Saya Putri

Saya Putri

Oleh : Adharta
Ketua Umum
KRIS

Cerpen nomor 006

Senja di batas kota

Harusnya Bahagia berubah jadi derita

Nama yang Biasa, Hati yang Luar Biasa

Nama saya Putri.
Saya dilahirkan di sebuah kota kecil bernama Kalabahi di pulau Alor
Diujung Timur Indonesia. Kota itu sederhana, tenang, dan penuh dengan orang-orang yang hidup apa adanya.

Tidak ada kilau lampu kota besar, tidak ada gedung menjulang, tapi ada langit biru yang luas, sawah yang menghijau, dan gereja-gereja kecil yang menjadi pusat kehidupan warganya.

Saya lahir bukan dari keluarga kaya, bukan dari keturunan terpandang. Wajah saya pun biasa saja
tidak ada yang akan menoleh dua kali bila saya berjalan di keramaian.

Cara bicara saya pun sederhana, polos, tanpa kepandaian merangkai kata yang indah. Tetapi sejak kecil, orangtua saya selalu menanamkan satu hal:

“Nak, jangan pernah khawatir kalau wajahmu biasa saja, kalau kehidupanmu sederhana saja.

Yang terpenting adalah hatimu. Milikilah hati yang kuat, hati yang penuh kasih, hati yang tahu bagaimana mencintai tanpa syarat.
Karena wajah akan memudar, harta bisa hilang, tapi hati yang penuh cinta akan selalu dikenang.”

Itulah yang membentuk saya.
Saya belajar mencintai dengan tulus, berdoa dengan sungguh-sungguhdan percaya bahwa setiap mimpi, sekecil apapun, bisa Tuhan wujudkan bila kita setia.

Dan mimpi terbesar saya sederhana saja: menikah di gereja kecil di kota saya. Saya tidak pernah memimpikan gaun mewah, pesta glamor, atau undangan ribuan orang. Saya hanya ingin berdiri di altar kecil itu, di hadapan Tuhan, orangtua saya, keluarga, sahabat, dan pria yang saya kasihi.

Pertemuan yang Mengubah Segalanya

Saya bertemu dengannya ketika hidup saya terasa biasa-biasa saja. Namanya Yohanes.
Dia bukan pangeran berkuda putih, bukan lelaki kaya dengan mobil mewah.

Dia hanya seorang pria sederhana, pekerja keras, yang selalu menyapa orang dengan senyum ramah.

Tetapi ada sesuatu dalam dirinya yang membuat hati saya berkata, “Inilah rumah yang aku cari.”

Yohanes punya caranya sendiri membuat saya merasa berharga.
Ketika orang lain melihat saya hanya sebagai perempuan biasa, Yohanes melihat saya sebagai seseorang yang layak dicintai. Dia sering berkata, “Putri, kamu mungkin merasa biasa saja.

Tapi bagiku, kamu luar biasa. Karena kamu punya hati yang tak semua orang miliki.”

Hubungan kami berjalan dengan penuh doa.

Kami percaya cinta bukan sekadar perasaan, tetapi juga komitmen dan anugerah. Dia mengajarkan saya arti kesetiaan, dan saya belajar dari dia tentang keteguhan iman. Kami merencanakan masa depan bersama, membangun mimpi sederhana tentang rumah kecil, tentang anak-anak yang berlari di halaman, tentang menua bersama.

Hingga akhirnya, kami sepakat: sudah waktunya mengikat janji di hadapan Tuhan.

Hari yang Dinanti

Hari itu ditetapkan.
Tanggal yang kami pilih bukan sekadar angka. Itu adalah hari yang kami yakini penuh makna, hari yang menjadi jawaban doa-doa panjang kami.

Persiapan pun dimulai.
Gaun putih sederhana yang saya idam-idamkan sejak remaja sudah tergantung rapi di lemari. Undangan sederhana sudah tersebar ke keluarga dan sahabat.

Bunga-bunga dipasang di gereja kecil itu, bangku-bangku sudah dihias dengan pita putih, dan lagu-lagu pujian sudah disiapkan.

Malam sebelum pernikahan, saya tidak bisa tidur. Saya duduk di kamar, menatap gaun putih itu, lalu berlutut berdoa.

Air mata saya menetes bukan karena sedih, tapi karena bahagia.

“Tuhan, terima kasih. Akhirnya, mimpi kecilku sebentar lagi jadi nyata. Aku tidak minta pesta mewah, aku tidak minta kekayaan. Aku hanya ingin menikah di hadapan-Mu, bersama orang yang aku cintai. Tuhan, lindungi dia, agar besok kami bisa berdiri di altar-Mu.”

Hari Bahagia

Pagi pun tiba.
Matahari bersinar terang, burung-burung berkicau, seolah alam pun ingin merayakan sukacita saya. Saya mengenakan gaun putih itu, wajah saya dirias dengan senyum yang tak pernah saya rasakan sebelumnya. Semua orang berkata,

“Putri, kamu cantik sekali hari ini.”

Hati saya berdebar menunggu Yohanes datang. Dia akan menjemput saya, lalu bersama-sama kami akan menuju gereja. Saya membayangkan momen ketika pintu gereja terbuka, semua mata tertuju pada kami, dan kami berjalan menuju altar dengan penuh sukacita.

Namun, hidup punya cara yang tak pernah bisa kita duga.

Ketika Kebahagiaan Direbut

Beberapa jam sebelum prosesi dimulai, telepon itu datang.

Saya masih ingat jelas suara panik di seberang sana.
Kata-kata itu membuat tubuh saya gemetar, tangan saya membeku, dan hati saya seakan berhenti berdetak.

“Putri… Yohanes kecelakaan. Keadaannya parah.”

Saya tidak percaya.

Saya menjerit, berlari, menangis. Semua orang mencoba menenangkan saya, tapi hati saya tidak bisa menerima. Saya berdoa keras, “Tuhan, jangan ambil dia dariku. Tidak hari ini. Bukan hari ini.”

Tapi takdir berkata lain. Yohanes tidak pernah sampai ke gereja. Dia pergi… meninggalkan dunia ini, meninggalkan saya, meninggalkan janji-janji yang belum sempat terucap di altar.

Hari yang seharusnya menjadi hari bahagia saya, berubah menjadi hari berkabung. Gaun putih saya basah oleh air mata. Gereja kecil itu tidak lagi dipenuhi nyanyian sukacita, melainkan isak tangis.

Bunga-bunga yang dipasang untuk pesta, kini dipindahkan untuk menghiasi peti jenazah.

Saya,
Putri, berdiri di sana
seorang pengantin tanpa mempelai.

Pengantin Tanpa Mempelai

Tidak ada yang lebih menyakitkan daripada berdiri di depan altar dengan gaun pengantin, sementara orang yang seharusnya ada di samping saya kini terbujur kaku dalam peti. Semua mata menatap saya dengan iba. Sebagian menangis, sebagian tidak sanggup berkata apa-apa.

Saya mendekati peti itu, menggenggam tangan dinginnya, dan berbisik:

“Yohanes, bukankah kita berjanji akan bersama seumur hidup? Mengapa hari ini justru aku harus mengucapkan selamat tinggal?

Aku mencintaimu, Yohanes. Dan cintaku tidak akan berhenti hanya karena maut memisahkan.”

Air mata saya jatuh membasahi tangannya. Saat itu saya merasa seluruh dunia runtuh.

Semua doa, semua harapan, semua mimpi, hancur seketika.

Tetapi di tengah kepedihan itu, saya teringat pada ajaran orangtua saya: miliki hati yang kuat, miliki hati yang tahu bagaimana mencintai tanpa syarat. Dan saya sadar, meski Yohanes pergi, cinta kami tidak pernah hilang.

Cinta yang Tak Mati

Hari itu saya belajar sesuatu yang tak pernah saya lupakan.
Bahwa hidup bisa berubah dalam sekejap. Bahwa kebahagiaan bisa direnggut seketika.

Bahwa tidak ada yang benar-benar milik kita kecuali kasih Tuhan.

Saya juga belajar bahwa cinta sejati tidak pernah mati.

Yohanes mungkin sudah pergi, tetapi cintanya tinggal di hati saya, menguatkan saya setiap hari. Dan saya percaya, suatu hari nanti, entah di dunia ini atau di surga nanti, kami akan bertemu kembali
bukan sebagai pengantin yang kehilangan, tetapi sebagai jiwa yang akhirnya dipersatukan untuk selamanya.

Kepada semua orang yang membaca kisah saya, saya ingin berpesan:
Hargailah setiap momen dengan orang yang kalian cintai.

Jangan pernah menunda untuk mengatakan “Aku mencintaimu.” Jangan menunda untuk meminta maaf, untuk memberi maaf, untuk memeluk lebih erat.

Karena kita tidak pernah tahu kapan waktu itu akan berhenti.

Saya,
Putri, adalah saksi bahwa cinta sejati tidak diukur dari lamanya kebersamaan, melainkan dari kedalaman kasih. Dan meski hari bahagia saya berubah menjadi hari berkabung, saya tetap percaya pada keajaiban doa, pada kasih Tuhan, dan pada cinta yang tidak pernah mati.

Www.kr>s.or.id

Www.adharta.com