Film Dongji Rescue (东极 TV岛) karya sutradara Guan Hu dan Fei Zhenxiang
Oleh : Adharta
Ketua Umum
KRIS
Jakarta
Rabu
15 Oktober 2025
Malam ini
Saya diajak bapak Lend
Bapak Dwi dan bapak Harling menonton film di Puri Lippo Mall
Film bagus durasi 2 setengah jam
Lumayan untuk di tonton
Kisah yang cukup menarik untuk saat ini
Bukan laut yang memilih
Tapi Manusia yang memilih untuk menolong
merupakan salah satu film sejarah paling menggugah dari perfilman Tiongkok tahun 2025. Mengambil inspirasi dari kisah nyata tragedi kapal Lisbon Maru yang tenggelam pada tahun 1942 di perairan Zhoushan, film ini tidak hanya mengangkat sisi kelam perang dunia, tetapi juga menyoroti kemanusiaan yang melampaui batas kebangsaan. Dibintangi oleh Zhu Yilong, Wu Lei, dan Ni Ni, Dongji Rescue berhasil memadukan kekuatan akting, sinematografi megah, dan nilai moral yang dalam menjadi sebuah tontonan yang menyentuh hati sekaligus membuka mata.
Sejak awal, film ini sudah memikat dengan pembukaan yang tenang namun mencekam. Adegan laut di perairan Dongji, dengan nelayan-nelayan sederhana yang hidup damai, kontras dengan berita tentang perang yang semakin dekat. Guan Hu, yang dikenal lewat karya-karya seperti The Eight Hundred (2020), kembali menunjukkan kepiawaiannya dalam menggambarkan skala besar tragedi perang tanpa kehilangan fokus pada kisah kemanusiaan di dalamnya.
Kisah berawal ketika kapal Lisbon Maru, yang membawa lebih dari 1.800 tawanan perang Inggris dan Sekutu, diserang dan tenggelam oleh kapal selam Amerika tanpa mengetahui bahwa di dalamnya ada tahanan.
Saat kapal itu karam, ratusan tawanan yang selamat terkatung-katung di laut. Nelayan-nelayan Tiongkok di kepulauan Dongji, yang kala itu hidup di bawah ancaman pendudukan Jepang, menemukan mereka dan dihadapkan pada pilihan sulit: menolong para tawanan musuh dengan risiko nyawa mereka sendiri, atau berpaling demi keselamatan desa mereka.
Zhu Yilong berperan sebagai Lin Zhenhai, seorang nelayan sekaligus kepala perahu yang bijak dan berhati besar. Lewat tatapan mata dan dialog yang hemat kata, Zhu berhasil memperlihatkan dilema moral yang luar biasa berat: antara ketakutan akan hukuman Jepang dan nurani kemanusiaan yang tak bisa dibungkam. Wu Lei tampil impresif sebagai putra Lin yang impulsif dan berani, mewakili semangat muda yang menolak tunduk pada ketidakadilan. Sementara itu, Ni Ni memerankan istrinya Lin Zhenhai yang tegar dan penuh empati, menjadi suara nurani yang memperkuat keputusan suaminya untuk menolong para tawanan.
Keunggulan utama Dongji Rescue terletak pada keseimbangan antara realisme sejarah dan sentuhan emosional yang kuat. Adegan penyelamatan di tengah badai laut digarap dengan intensitas tinggi: kamera bergerak lincah mengikuti ombak, hujan, dan jeritan manusia yang berjuang antara hidup dan mati. Namun di balik ketegangan itu, penonton disuguhkan pemandangan menggetarkan ketika nelayan-nelayan kecil tanpa senjata berusaha mengangkat tubuh asing yang hampir tenggelam — bukti nyata bahwa kemanusiaan tak mengenal warna bendera.
Guan Hu dan Fei Zhenxiang juga berhasil menghindari jebakan propaganda nasionalistik yang sering muncul dalam film bertema perang. Dongji Rescue tidak menonjolkan heroisme satu bangsa, melainkan memperlihatkan solidaritas manusia dalam penderitaan bersama. Narasi ini menjadi sangat relevan di masa kini, ketika dunia kembali menghadapi perpecahan dan konflik. Film ini mengingatkan bahwa keberanian sejati sering kali lahir bukan dari senjata atau pangkat, melainkan dari hati manusia yang rela menolong sesama, bahkan mereka yang disebut “musuh”.
Dari sisi teknis, sinematografi film ini patut diacungi jempol. Pengambilan gambar di kepulauan Zhoushan menampilkan keindahan alam laut Tiongkok Timur yang memukau sekaligus menegangkan. Warna-warna dingin dan pencahayaan alami memberi kesan dokumenter yang realistis. Musik latar garapan Chen Guang menambah lapisan emosional pada setiap adegan, terutama pada momen pengorbanan para nelayan ketika kapal Jepang datang memburu mereka.
Dialog film cenderung sederhana, bahkan minimalis, tetapi penuh makna. Misalnya ketika Lin Zhenhai berkata, “Laut tidak memilih siapa yang hidup atau mati — hanya manusia yang bisa memilih untuk menolong.” Kalimat ini menjadi inti pesan moral film: bahwa di tengah kekacauan perang, kemanusiaan adalah satu-satunya mercusuar yang layak diikuti.
Meski begitu, Dongji Rescue tidak sepenuhnya sempurna. Beberapa bagian tengah terasa agak lambat, terutama ketika film berusaha memperdalam latar belakang karakter nelayan dan kehidupan desa. Namun kekurangan ini tertutupi oleh klimaks yang menggugah emosi — sebuah adegan pengorbanan kolektif yang membuat banyak penonton meneteskan air mata.
Secara keseluruhan, Dongji Rescue bukan sekadar film perang, melainkan perayaan atas keberanian moral dan kasih sesama manusia. Guan Hu berhasil menciptakan karya yang menggetarkan jiwa, memadukan kekuatan sejarah dengan keindahan sinema modern. Film ini mengajarkan bahwa kemanusiaan bisa lahir bahkan di tengah kegelapan perang, dan bahwa kepahlawanan sejati sering datang dari mereka yang tak pernah disebut dalam buku sejarah.
Dengan akting gemilang, penyutradaraan kuat, dan pesan universal yang menyentuh, Dongji Rescue layak disebut sebagai salah satu film Tiongkok terbaik tahun 2025 — sebuah penghormatan kepada mereka yang berani memilih kebaikan ketika dunia dilanda kebencian.
Ayo nonton
