Monthly Archives: September 2025

CD Penjaga Irama Jantung

ICD Penjaga Irama Jantung

Oleh : Adharta
Ketua Umum
KRIS

Bahan :
Mount Alvernia Hospital Singapore
Mount Elisabeth Orchard Singapore
Primaya Hospital. jakarta

Pendahuluan

Jantung, Sahabat Kehidupan
Setiap detak jantung adalah anugerah.

Dalam heningnya, jantung kita bekerja tanpa lelah sejak kita lahir sampai hari terakhir kehidupan.
Kita jarang menyadarinya, sampai suatu saat ia mulai memberi tanda-tanda lemah, berdebar tidak beraturan, atau bahkan berhenti tiba-tiba.

Penyakit jantung, terutama gangguan irama jantung, telah menjadi salah satu penyebab utama kematian mendadak di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Namun, ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan tidak pernah berhenti berkembang. Salah satu terobosan besar yang telah menolong jutaan nyawa adalah

ICD – Implantable Cardioverter Defibrillator.

Alat kecil ini sering disebut sebagai “si kecil penyelamat jiwa”,

karena fungsinya sederhana tapi luar biasa: menjaga detak jantung tetap stabil.

Dan besok, di Mount Alvernia Hospital Singapura, Adharta ketua umum KRIS
akan menjalani langkah penting: pemasangan ICD.

Ini bukan hanya tindakan medis, melainkan sebuah babak baru dalam perjalanan hidup Adharta.

Mari kita pahami, apa sebenarnya ICD itu, mengapa begitu penting, dan bagaimana kisah-kisah inspiratif lahir dari orang-orang yang sudah ditemani oleh sahabat kecil ini.
Apa Itu ICD?

ICD adalah sebuah perangkat kecil, ukurannya hanya sebesar token bank BCA yang ditanam di bawah kulit dada.

Fungsinya mirip dengan alat pacu jantung, tapi lebih canggih ICD mampu
Mendeteksi jika jantung berdenyut terlalu cepat, terlalu lambat, atau tidak beraturan.

Merespons cepat dengan mengirimkan kejutan listrik kecil untuk mengembalikan irama jantung.
Menjadi penjaga setia yang bekerja 24 jam sehari, tanpa henti, tanpa lelah.

Alat ini terdiri dari generator kecil dengan baterai yang dapat bertahan hingga 10 – 15 tahun, dan kabel tipis (elektroda) yang dihubungkan langsung ke jantung melalui pembuluh darah besar.

Jadi, setiap kali ada ancaman serius terhadap ritme jantung, ICD segera bertindak sebelum terlambat.

Siapa yang Membutuhkannya?

Tidak semua orang dengan masalah jantung perlu ICD. Namun, bagi mereka yang punya risiko tinggi henti jantung mendadak, ICD bisa menjadi penyelamat hidup.

Misalnya:
Pasien yang pernah mengalami serangan jantung dengan gangguan ritme serius.
Orang yang pingsan akibat aritmia ventrikel.

Pasien gagal jantung dengan kontraksi jantung lemah.
Mereka yang memiliki penyakit jantung bawaan berisiko.

ICD bukan sekadar alat medis, tapi jaring pengaman.
Ia ada di sana, diam-diam, tetapi siap beraksi jika sewaktu-waktu bahaya datang.

Bagaimana Prosedur Pemasangannya?

Banyak orang membayangkan operasi besar ketika mendengar kata “ditanam”. Padahal, prosedur pemasangan ICD relatif sederhana:
Dilakukan dengan bius lokal atau bius rotal jika diperlukan, jadi pasien tetap sadar setengah sadar atau pulas total

Dokter membuat sayatan kecil di dada bagian atas.
Generator ICD diletakkan di bawah kulit.
Kabel elektroda disambungkan ke jantung melalui pembuluh darah besar.

Setelah dipasang, alat langsung diuji untuk memastikan berfungsi baik.
Dalam beberapa hari, pasien sudah bisa beraktivitas kembali.

Ada beberapa hal yang perlu dijaga, seperti menghindari medan magnet kuat, tapi pada dasarnya hidup bisa berjalan normal.

Mengapa ICD Disebut Penyelamat Jiwa?

Gangguan irama jantung bisa terjadi tiba-tiba, tanpa peringatan. Kadang tidak terasa sama sekali, tapi bisa langsung menyebabkan kehilangan kesadaran, bahkan kematian mendadak.

ICD bertindak dalam hitungan detik, jauh lebih cepat dari tenaga medis mana pun bisa menjangkau.

Bagi banyak pasien, ICD bukan hanya alat, melainkan pelindung hidup. Dengan adanya ICD, ketakutan akan
“apakah jantung saya akan berhenti tiba-tiba?” berubah menjadi ketenangan, karena ada penjaga setia di dada.

Kisah Inspiratif: Hidup Baru dengan ICD
Mari kita bayangkan sebuah kisah.

Seorang pria sahabat saya kental
berusia 60 tahun di Surabaya, ayah dari tiga anak, tiba-tiba pingsan saat sedang berbincang dengan keluarganya. Dokter kemudian menemukan bahwa ia mengalami fibrilasi ventrikel, gangguan irama jantung yang mematikan.
Ia dipasangkan ICD.
Awalnya, ia takut. Bagaimana mungkin sebuah alat kecil bisa menyelamatkannya?
Tapi beberapa bulan kemudian, saat ia berjalan santai di pagi hari, jantungnya tiba-tiba berdebar tidak beraturan.
ICD langsung bekerja. Iapun merasa ada hentakan singkat di dadanya, lalu ritme kembali normal.
Saat itu ia tersadar, alat kecil ini benar-benar menjadi penjaga hidupnya.
Sejak saat itu, ia menjalani hidup lebih penuh syukur.
Ia masih bercengkerama dengan cucunya, masih bisa berjalan pagi, masih bisa memeluk istrinya.
Semua itu mungkin berkat “sahabat kecil” di dadanya.
Untuk Adharta Babak Baru Kehidupan
Besok, 16 September 2025, Adhatta akan menjalani prosedur pemasangan ICD di Mount Alvernia Hospital, Singapura.

Rasa khawatir, cemas, bahkan takut tentu wajar.
Namun ingatlah
ini bukan akhir, melainkan awal kehidupan baru.
Dengan ICD, Anda tidak lagi sendirian melawan gangguan irama jantung.
Ada teknologi cerdas yang akan menjaga setiap detak jantung Anda.

Ada sahabat kecil yang selalu siaga, bahkan ketika Anda tertidur lelap.

Setiap kali Anda merasa cemas, bayangkanlah
ada sebuah cahaya kecil di dalam dada Anda, yang menyala setiap kali badai datang, yang memastikan Anda tetap hidup, tetap bisa tersenyum, tetap bisa mencintai dan dicintai.

Tips Menjalani Hidup dengan ICD
Hidup dengan ICD berarti hidup dengan sahabat baru.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
Hindari medan magnet kuat, seperti speaker besar atau mesin industri tertentu.

Jangan khawatir tentang aktivitas sehari-hari. Anda masih bisa berjalan, bekerja, bahkan berolahraga ringan termasuk. Main Golf bersama teman teman
Kontrol rutin ke dokter.

Baterai dan fungsi ICD akan diperiksa secara berkala.
Hiduplah sehat. Jaga pola makan, olahraga sesuai anjuran, dan kelola stres.
Ingat, ICD bukan pengganti gaya hidup sehat, melainkan pendamping. Dengan menjaga diri, Anda memberi kesempatan alat itu bekerja lebih efektif.

Inspirasi Adharta

Setiap Detak Adalah Anugerah
Hidup sering kali kita jalani begitu saja, tanpa sadar bahwa setiap detak jantung adalah hadiah.

Namun ketika jantung mulai rapuh, kita baru merasakan betapa berharganya satu detak itu.

ICD hadir bukan hanya untuk memperpanjang hidup, tapi untuk memberi kesempatan kedua

kesempatan untuk lebih menghargai waktu, orang-orang yang kita cintai, dan mimpi-mimpi yang belum selesai.

Bayangkan saat Anda membuka mata setelah operasi besok. Ada alat kecil di dalam dada Anda, diam-diam bekerja, seolah berkata:

“Tenanglah, aku ada di sini. Aku akan menjagamu. Lanjutkan hidupmu, lanjutkan cintamu, lanjutkan mimpimu.”

Doa di akhir persiapan Adharta

Harapan Baru
Besok adalah hari besar.
Hari ketika teknologi dan cinta Tuhan berpadu untuk menjaga hidup Adharta.
ICD hanyalah alat, tetapi di baliknya ada kasih Tuhan yang mengizinkan Adharta diberi kesempatan baru.
Janganlah melihat operasi ini sebagai beban, tapi lihatlah sebagai pintu menuju masa depan yang lebih terjaga. Adharta masih punya banyak cerita untuk ditulis, banyak senyum untuk dibagikan, banyak doa untuk dipanjatkan.

Percayalah, ini bukanlah akhir perjalanan, melainkan awal babak baru. ICD adalah sahabat kecil yang akan berjalan bersama Adharta

Selamat menyambut hari esok dengan hati tenang.

Tuhan menyertai langkah Adharta, dan setiap detak jantung Anda akan menjadi saksi betapa berharganya hidup ini.

Www.kris.or.id
Www.adharta.com

Terima kasih semua pihak yang telah mendoakan saya
Semoga kisah ini memberi inspirasi pencegahan
Mengenang sahabatku
Martinus yang pagi pagi sudah tidak ada kehidupannya
Doaku

Singapura

Persahabatan di Atas Segalanya

Oleh : Adharta
Ketua Umum
KRIS

Tulisan
Pengalaman pribadi

Lavender
Sabtu
13 September 2025

Juga untuk mengenang para sahabat Singapura yang telah mendahului kita semua

Aku selalu mengenang sahabat dalam persahabatan

Hidup itu kadang seperti naik pesawat.

Ada rencana, ada jadwal, ada tiket di tangan.
Tetapi kita semua tahu, mesin pesawat bisa rusak, cuaca bisa berubah, pilot bisa mengumumkan, “Maaf, penerbangan kita tertunda dua jam.”

Begitu juga perjalanan saya ke Singapura baru-baru ini.
Penerbangan Batik Air 7153 yang seharusnya berangkat pukul 08.00 WIB harus ganti pesawat karena kerusakan mesin pesawat

Sambil menunggu, saya berpikir:
“Duh, bagaimana ini, jam 14.00 saya sudah ada janji dengan dokter jantung
Dr. Devinder Singh di Mount Elizabeth hospital Orchard.”

Namun, Tuhan memang pandai mengatur waktu. Walau sempat resah, saya tetap tiba tepat waktu.
Bahkan ada bonus
saya dan istri saya Lena sempat makan Tori-Q di Paragon
Makanan favorit istri saya, Lena
sebelum bertemu dokter.

Rasanya seperti pesan sponsor:

“Santai saja, semua baik-baik saja.

Bahkan masih ada waktu makan enak!”

Rumah Sakit Kedua saya Bernama Mount Alvernia

Pertemuan dengan dokter Devinder kali ini bukan hal kecil.
Untuk mempersiapkan tindakan pemasangan ICD (Implantable Cardioverter Defibrillator).

Bagi saya, ini bukan operasi pertama, bahkan bukan yang kedua.
Ini operasi keenam! Kalau ada penghargaan frequent flyer untuk pasien rumah sakit, mungkin saya sudah dapat kartu platinum.

Kenapa saya pilih Singapura? Jawabannya sederhana

kepercayaan.
Sejak 2019, ketika saya terkena serangan jantung, saya ditangani oleh Dr. Nicolas Wanahita di Mount Elizabeth Novena.
Selama lima tahun ini, beliau bukan hanya dokter, tetapi penjaga setia kesehatan saya.

Rasanya seperti punya bodyguard khusus jantung haha

Namun sesungguhnya, hubungan saya dengan Singapura dalam dunia medis sudah jauh lebih lama.

Tahun 1980, saya lumpuh total setelah kecelakaan motor.
Di Indonesia waktu itu, diagnosa masih samar-samar.
Saya hampir putus asa.
Tapi kemudian Singapura memanggil ini berkat dorongan dari kakak saya Risal dan seorang sahabat Michael Teo

Saya bertemu Prof. Dr. John A. Tambyah, bahkan sebagai wakil Menteri Kesehatan Singapura kala itu.
Beliau yang menangani sakit saya sampai operasi Tyroid toxicosia

Tahun 1982, saya menjalani operasi di Mount Alvernia
dan itulah awal persahabatan saya dengan negeri kecil ini.

Persahabatan yang Tidak Bisa Dibeli
Singapura sering disebut Fine City
bukan hanya kota indah, tapi juga kota penuh denda.

Buang sampah sembarangan? Denda.
Makan permen karet di MRT? Denda.
Merokok sembarangan? Denda.
Bahkan salah parkir bisa bikin kantong lebih tipis.

Ada juga yang menyebut Singapura itu Pay and Pay. Semua serba mahal.
Mau minum kopi di Orchard Road? Kadang bisa bikin kita kaget,
“Lho, ini kopi atau cicilan KPR rumah ?”

Tapi bagi saya, Singapura bukan soal mahalnya biaya atau banyaknya denda.

Singapura adalah negeri persahabatan. Persahabatan itu yang menyelamatkan, yang menguatkan, yang membuat biaya tak lagi terasa.
Saya ingat bagaimana almarhum sahabat saya,
Yusuf Kamarudin,

memperkenalkan saya kepada Dr. Ong
Menteri Kesehatan Singapura yang bekerja sama dengan Killcovud-19 selama masa pandemi

Pertemuan itu terjadi di klinik Marina East, saat saya juga berkenalan dengan mantan PM Goh Cho Tong
Dari situ persahabatan berkembang, bahkan sampai ke bisnis bersama teman teman
Ada Canadian Two-in-One Pizza dan Pizza Sarpino.

Kalau diingat-ingat, persahabatan kami bukan cuma di meja rumah sakit, tapi juga di meja makan pizza!

Ada pula sahabat baik saya,
Mr. Richard Ong, beliau Duta Besar negara Seychelles untuk Singapura.

Hubungan kami lebih dari sekadar sahabat; beliau sudah seperti keluarga, kakak angkat.
Kalau saya datang ke Singapura, rasanya belum lengkap kalau tidak bertemu Mr. Richard Ong.

Nostalgia Rasa
Bak Kut Teh
Pagi itu di Singapura, sebelum bertemu dokter, saya sempat bernostalgia. Sarapan Bak Kut Teh di Ya Hua Outram,
Tanjong Pagar. Restoran ini sudah jadi langganan sejak 1980-an.
Uniknya, rasa kuahnya tidak pernah berubah. Mungkin inilah rahasia Singapura: konsistensi.
Di sini, bahkan sup iga babi pun punya komitmen lebih kuat daripada sebagian yang jadi politikus kita.

Selesai sarapan, saya melanjutkan perjalanan bertemu sahabat lain,
Bapak Anton Liu, tokoh muda koperasi.
Kami bertemu di Starbucks Mount Elizabeth Novena.
Anton Liu
sedang berjuang melawan kanker paru-paru, menjalani 81 kali kemoterapi. Bayangkan, empat tahun berjuang, seminggu dua kali terapi.

Saat kami bertemu, ia sudah mencapai terapi ke-78.
Kami duduk, minum kopi, bercerita tertawa dan bercanda

Saya kagum pada keteguhannya. Kalau saya diberi gelar frequent flyer pasien rumah sakit, mungkin Anton Liu
pantas diberi gelar marathon fighter.

Kami berdua tertawa kecil di tengah cerita, karena terkadang tawa adalah obat terbaik yang tidak dijual di apotek.

Singapura
Pusat Medis Dunia
Mengapa Singapura bisa menjadi pusat kesehatan dunia?

Jawabannya terletak pada kombinasi disiplin, inovasi, dan investasi.
Standar Internasional
Hampir semua rumah sakit di Singapura sudah terakreditasi
JCI (Joint Commission International).

Artinya, standar layanan medis mereka setara dengan rumah sakit top dunia.

Dokter Berkelas Dunia
Banyak dokter Singapura menempuh pendidikan di universitas ternama seperti Harvard, Oxford, Cambridge, Johns Hopkins. Mereka pulang dengan ilmu, tapi tetap rendah hati melayani pasien Asia.

Teknologi Mutakhir
Dari operasi robotik, terapi gen, hingga penelitian stem cell,
Singapura tidak pernah ketinggalan. Bahkan pasien dari Eropa dan Timur Tengah sering datang ke sini.

Empati dalam Layanan
Walaupun sangat profesional, dokter dan perawat Singapura tetap ramah.

Mereka tidak hanya menyuntik obat, tetapi juga memberi semangat. Kadang satu kalimat

“You’ll be fine” bisa jadi vitamin tambahan.
Touching keluarga juga menarik
Saya dengan dokter Nicolas Wanahita
Tapi istri Beliau Alice juga sering menyapa walau tidak ada hubungannya namun persahabatan merembet sampai keluarga
(Hal ini yang tidak ada di jumpai di Indonesia)
Catatan saya buat yang menangani PEO
Patient Experiences Officer

Ajak Dokter menyapa pasien diluar jadwal dokter
Luangkan waktu sejenak

Apakah sudah minum Obat pagi hari?
Bagaimana tensi darah hari ini
Less then 1 minute touching tapi lebih dari a thousand hope

Singapura
Medical Tourism
Sebelum pandemi, lebih dari 500 ribu pasien internasional datang ke Singapura setiap tahun.
Indonesia termasuk penyumbang terbesar.
Banyak orang bilang:
“Kalau sakit serius, pergilah ke Singapura.”
Sure pasti sembuh

Singapura
Negeri Pendidikan
Selain medis, Singapura juga unggul di bidang pendidikan.
Universitas Dunia
NUS (National University of Singapore)
dan NTU (Nanyang Technological University)
selalu masuk 20 besar dunia.
(Salam hormat saya buat sahabat di Nanyang dan Parkway)

Bayangkan, negara sekecil Jakarta Selatan, punya universitas setara Harvard.

Sekolah Dasar yang Serius
Anak-anak Singapura sudah dibiasakan berpikir kritis sejak dini.

Tidak heran mereka sering juara olimpiade matematika atau sains.

Dukungan Pemerintah
Hampir 20% anggaran negara untuk pendidikan.

Pemerintah sadar, kekayaan alam Singapura terbatas.
Tapi otak manusia, kalau diasah, bisa jadi sumber daya tak terbatas.

Link ke Industri
Pendidikan di Singapura erat kaitannya dengan dunia kerja.
Lulusan politeknik dan universitas langsung siap kerja karena magang dan proyek industri menjadi bagian dari kurikulum.
Kalau medis adalah salah satu sayap Singapura, maka pendidikan adalah sayap lainnya.

Dua sayap inilah yang membuat Singapura bisa terbang tinggi.

Ada Humor Kecil Tentang Disiplin
Singapura
memang disiplin.
Kadang terlalu disiplin.

Saya pernah bercanda dengan seorang teman:
“Di Singapura, kalau kamu buang sampah sembarangan, kamu didenda.
Kalau kamu merokok di tempat terlarang, kamu didenda. Kalau kamu meludah sembarangan, juga didenda.
Tapi kalau kamu senyum sembarangan, siapa tahu malah dapat pacar.”
Karena di Singapura sesuai data Wanita jauh lebih banyak dari Pria
Jadi laki laki
Sangat laku di Singapura

Teman saya tertawa: “Betul, tapi pacarnya pun disiplin.
Kalau janji jam 2, jangan datang jam 2.15. Bisa diputusin!”

Humor-humor kecil ini justru membuat saya semakin kagum.
Karena disiplin yang ketat itu memang yang membuat Singapura bisa maju.

Sungapura
Renungan di Tengah Persahabatan
Kini,
menjelang operasi pemasangan ICD, saya merenung.

Enam kali operasi, bukan perjalanan mudah.
Tapi saya bersyukur. Di balik semua biaya dan rasa sakit,
ada sahabat-sahabat yang menemani.
Ada dokter yang penuh dedikasi.
Ada istri Lena dan anak cucu
Tidak lupa besan besan dan keluarga
(Sempat ketemu keluarga Besan di Singapura)
Semua
yang selalu mendukung.

Saya percaya, Tuhan menaruh orang-orang baik di sekitar kita agar perjalanan hidup tidak terasa terlalu berat.

Singapura mengajarkan saya bahwa persahabatan lebih mahal dari biaya rumah sakit, lebih berharga dari harga obat, dan lebih langka daripada tiket murah ke Orchard Road.

Negeri Persahabatan
Bagi sebagian orang,
Singapura adalah negeri mahal,
negeri penuh denda,
negeri yang serba ketat.

Tetapi bagi saya, Singapura adalah negeri persahabatan. Negeri yang menyelamatkan saya dari lumpuh.
Negeri yang memberi saya dokter dan sahabat.
Negeri yang mengajarkan bahwa dengan disiplin, ketekunan, dan persahabatan, tidak ada batas untuk harapan.

Persahabatan di atas segalanya. Itulah Singapura bagi saya.

Saya mencari sahabat
Untuk mengawali persahabatan

Www.kris.or.id
Www.adharta.com

Menyambut Hari Ulang tahun KRIS (Killcovid-19)ke 5

8 September 2020 – 28 September 2025

Oleh : Adharta
Ketua Umum
KRIS

Perjalanan Panjang Killcovid-19 hingga Menjadi KRIS
(Killcovid-19 Relief International Services)

Pendahuluan

Lahir dari Kepedulian
Tanggal 28 September 2020 menjadi titik bersejarah.

Saat bangsa Indonesia tengah berjuang menghadapi pandemi Covid-19 yang menggemparkan dunia, sekelompok orang dengan hati nurani besar berdiri dan membentuk sebuah komunitas yang diberi nama Killcovid-19
singkatan dari Komunitas Indonesia Lawan Libas Covid-19.

Pandemi telah menciptakan duka mendalam
(Ada puisi dan lagu
Luka dan duka Corona )
Semua
rumah sakit penuh, pasien terbaring di selasar dengan hanya beralaskan tikar, tenaga kesehatan kelelahan, dan masyarakat panik mencari obat maupun ruang rawat.

Dalam situasi genting itu, Killcovid-19 hadir bukan sekadar sebagai komunitas, melainkan sebagai gerakan moral dan kemanusiaan.

Gerakan Awal
Little Circle Kesehatan, Home Hospital, dan Vaksinasi serra pembagian obat obatan

Sejak awal, Killcovid-19 bergerak dengan program-program yang nyata.
Salah satu program unggulannya adalah little Circle Kesehatan, sebuah gerakan edukasi berbasis komunitas yang mengajarkan pencegahan Covid-19, gaya hidup sehat, dan pendampingan bagi keluarga yang terdampak.
Selain itu, ada Home Hospital konsep mendekatkan layanan kesehatan langsung ke rumah warga yang sakit, dengan menyediakan bantuan medis sederhana, vitamin, serta akses konsultasi dokter secara daring.

Namun, yang paling menggetarkan adalah program vaksinasi. Killcovid-19 menjadi salah satu pionir gerakan vaksinasi masyarakat, dengan menghadirkan berbagai jenis vaksin:
Gratis

Vaksin andalan Sinovac, Moderna, AstraZeneca, Inavac
Valsin
Berbayar dengan harga sangat terjangkau: Sinopharm
Program vaksinasi ini bukan hanya berlangsung di Jakarta, melainkan menjangkau hampir seluruh penjuru negeri

Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Lombok, NTT, hingga Maluku.
Ratusan ribu orang menerima manfaat, banyak di antaranya adalah masyarakat kecil yang awalnya tidak tahu bagaimana cara mendaftar atau mendapatkan vaksin.

Jejak Perjuangan di Provinsi-provinsi
Sumatera
Di Medan, tim Killcovid-19 bekerja sama dengan rumah sakit lokal, menyalurkan obat-obatan gratis seperti Avigan dan Ivermectin.

Antrean panjang terjadi di halaman RS, namun semangat relawan tidak surut.
Di Bandar Lampung, spanduk
spanduk bertuliskan pesan
“Ayo Vaksin, Lindungi Keluarga”

terpasang di jalan utama.

Edukasi tentang 3M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak) digaungkan lewat media sosial dan pengeras suara di kampung-kampung.

Di Palembang, vaksinasi massal dilakukan di balai kota.
Ribuan orang hadir, bahkan ada yang rela menunggu sejak pukul 3 dini hari.

Jawa
Di Cianjur dan Cipanas, tim edukasi mendatangi pasar-pasar tradisional, labrik pabrik sepatu membagikan masker gratis, serta mengingatkan pentingnya mencuci tangan.

Di Surabaya, salah satu kota yang sempat mengalami lonjakan kasus, Killcovid-19 mendirikan posko oksigen darurat.

Tabung-tabung oksigen dari donatur diletakkan di gudang logistik, lalu dibagikan gratis kepada keluarga pasien.

Nusa Tenggara Timur (NTT)
Di Mataloko, Bajawa, sebuah kisah mengharukan tercatat.

Tim edukasi Killcovid-19 datang menemui para nakes lokal, melatih mereka agar siap melaksanakan vaksinasi ke desa-desa terpencil di seluruh NTT.

Medan yang berat, jalan terjal, bahkan harus menyeberang sungai, tidak menyurutkan semangat.
Korban ketua Killcovid-19 bapak Payan Sianturi meninggal karena Covid-19

“Kalau kami tidak datang, siapa lagi yang akan melindungi saudara-saudara kita di pelosok?” kata salah seorang relawan.
Sulawesi & Kalimantan
Di Manado, Killcovid-19 menggandeng tokoh agama untuk meyakinkan masyarakat agar tidak takut divaksin.

Gereja, masjid, dan balai desa menjadi pusat edukasi sekaligus lokasi vaksinasi massal.

Di Balikpapan, relawan mendistribusikan paket vitamin dan masker ke kampung nelayan. Anak-anak kecil tersenyum gembira saat menerima masker warna-warni.
Untuk Kalimantan Timur Ketua Killcovid-19 bapak Werner Goana
Mendapqt penghargaan dari Panglima TNI dan Gubernur
Juga beberapa Ketua Killcovid beberapa propinsi menerima penghargaan khusus

Yogyakarta
Ketua Killcovid-19
Dr Teddy Yanong
Meninggal dunia karena Covid-19
Beliau juga mendapat penghargaan khusus bersama Rumah sakit Panti Rapih Yogyakarta

Bali & Maluku
Di Bali, program vaksinasi menyasar pekerja pariwisata. Mereka adalah garda depan pemulihan ekonomi, dan Killcovid-19 hadir memastikan mereka terlindungi.

Di Maluku, para relawan menempuh perjalanan laut untuk membawa vaksin dan obat. Ombak besar bukan penghalang, karena yang mereka bawa adalah harapan.
Program Edukasi dan Gerakan 3M
Selain vaksinasi, Killcovid-19 mencetak lebih dari 200.000 spanduk berisi ajakan 3M. Tidak hanya itu, ratusan ribu buku edukasi dibagikan gratis ke sekolah-sekolah dan komunitas.
Di media sosial, kampanye besar-besaran dilakukan dengan pesan sederhana namun kuat
“Jangan Lelah Melawan Covid-19.

Satu Masker, Sejuta Nyawa Selamat.”

Kisah Nyata Perjuangan Relawan & Tenaga Kesehatan
Banyak kisah heroik lahir dari lapangan.

Di sebuah rumah sakit di Jakarta, relawan Killcovid-19 menyaksikan pasien terpaksa tidur di lantai koridor.
Mayat jenasah bergelimpangan tiada yang mengurus
Mungkin cerita detail nanti bisa disampaikan ibu Monica Joseph dalam pengalaman pribadinya

Para penyintas pasien
Mereka hanya beralaskan selimut tipis, sementara oksigen terbatas. Relawan pun segera menggalang donasi untuk membeli oxygen generator dan tabung tambahan.

Di Cianjur, seorang relawan perempuan jatuh sakit setelah berminggu
minggu mengatur vaksinasi massal.
Namun setelah sembuh, ia kembali turun ke lapangan.

“Kalau saya berhenti, siapa yang akan melanjutkan?” katanya dengan mata berkaca-kaca.

Kolaborasi dengan Pemerintah & Rumah Sakit
Killcovid-19 tidak berjalan sendiri. Dukungan datang dari berbagai pihak

Menteri Kesehatan, Bapak Budi Gunadi Sadikin dan jajarannya
BNPB, almarhum Bapak Doni Monardo yang dengan penuh dedikasi mengawal penanganan pandemi
Para
Gubernur dan Walikota di seluruh Indonesia

144 rumah sakit yang menjadi mitra resmi
Kerja sama ini memperkuat jejaring Killcovid-19 sehingga mampu menjangkau hampir seluruh kota besar di 23 provinsi.
Ambulans, Obat Gratis, dan Bantuan Peralatan Kesehatan

Bantuan datang dari berbagai pihak, termasuk Alumni FE Tarumanagara yang menyumbangkan 1 unit ambulans, serta Yayasan Vivere yang dan beberapa yayasan sosial termasuk Yayasan Adharta yang mengimpor obat Lian Hoa bersama BNPB

Yang mendukung dengan fasilitas tambahan.
Ambulans
ambulans ini kini tersebar di PMI Jakarta, Departemen Kesehatan, serta beberapa rumah sakit daerah.

Killcovid-19 juga membagikan ribuan dosis obat Avigan, Ivermectin, dan berbagai vitamin secara gratis.

Tidak sedikit keluarga yang merasa terselamatkan berkat bantuan ini.

Akhir Pandemi dan Transformasi menjadi KRIS

Pada 1 Juni 2024, Presiden Joko Widodo resmi mengumumkan berakhirnya pandemi Covid-19.

Bagi Killcovid-19, ini adalah momen penuh haru tugas besar telah diselesaikan,
namun perjuangan belum usai.

Hari itu juga, Killcovid-19 resmi bertransformasi menjadi KRIS (Killcovid-19 Relief International Services).

Moto baru pun digemakan:
“Satu Hati, Satu Jiwa, Satu Tujuan
Indonesia Sehat.”

KRIS dan Arah Baru

Menuju Indonesia Emas 2045

KRIS hadir dengan visi jangka panjang: mengawal kesehatan rakyat Indonesia menuju Indonesia Emas 2045.

Fokus baru yang diemban meliputi

Edukasi kesehatan masyarakat secara luas
Penanganan stunting, dengan proyek percontohan di TTU (Timor Tengah Utara), Sulawesi Tenggara, Brebes, dan beberapa daerah lain
Kolaborasi internasional, membawa semangat solidaritas Indonesia ke dunia

KRIS tidak lagi hanya melawan Covid-19, tetapi membangun peradaban sehat untuk generasi mendatang.

Doa dan Semangat Abadi
Sejarah Killcovid-19 adalah bukti bahwa kekuatan gotong royong bangsa Indonesia mampu menghadapi krisis terbesar sekalipun.

Dari Mataloko hingga Medan, dari Surabaya hingga Manado, dari Jakarta hingga Maluku

ribuan relawan dan tenaga kesehatan telah memberikan yang terbaik.

Kini, melalui KRIS, semangat itu terus menyala.
Satu hati, satu jiwa, satu tujuan: Indonesia sehat, menuju Indonesia emas 2045.

📞 Call Center KRIS: 0811-9620-888 (WhatsApp)

Www.kris.or.id
Www.adharta.com

Lahir di laut

Oleh : Adharta
Ketua Umum
KRIS

Cerpen no 008

Medio September 2025

Tulisan ini buat keluarga besar saya
Mengenang masa sulit yang lalu
Tapi Tuhan maha baik memberikan perlindungan buat keluarga

Lahir di Laut

Kisah Keluarga yang Pulang ke Tiongkok

Ombak yang Menyimpan Rahasia
Tahun 1960, laut biru di antara Indonesia dan Tiongkok menjadi saksi bisu ratusan ribu manusia yang dilepaa oleh sejarah.

Di atas kapal-kapal yang berlayar ke arah utara, ada tangis, doa, dan harapan yang terbawa angin.

Mereka pergi bukan karena kemauan penuh, melainkan karena sebuah peraturan pemerintah
PP No. 10 Tahun 1960
yang menutup pintu rezeki bagi warga Tionghoa di tanah kelahiran mereka, Indonesia.

Di antara rombongan itu, ada seorang perempuan yang tengah hamil tua, hampir genap sembilan bulan. Ombak mengguncang kapal, udara asin menusuk, dan di atas geladak sempit itu, seorang bayi laki-laki lahir.

Tangisnya mengalahkan suara badai.
Bayi itu diberi nama Hai Hoa, yang berarti “bunga laut.” Sebuah nama sederhana, namun sarat doa, agar kelak anak itu bisa tumbuh tegar seperti karang di tengah samudera.

Pulang yang Tak Pernah Benar-Benar Pulang

Propaganda kala itu begitu manis.

Dari radio, surat kabar, dan pernyataan resmi, Tiongkok digambarkan sebagai negeri modern, penuh mesin otomatis, di mana semua serba tinggal menekan tombol.
Para perantau Tionghoa di Indonesia pun tergoda.
Banyak yang rela meninggalkan usaha, rumah, bahkan tanah kelahiran demi mengejar bayangan negeri makmur.

Namun kenyataan jauh berbeda.
Saat keluarga tante saya menjejakkan kaki di pelabuhan Tiongkok, yang ada hanyalah lahan tandus, rumah kumuh, dan pekerjaan kasar.

“Tombol” yang katanya akan membawa kemakmuran, ternyata hanyalah pacul dan sekop.

Mereka harus bekerja membalik tanah keras, memikul kayu ratusan kilo, berjalan hingga 10 kilometer setiap hari.

Tante saya yang melahirkan Hai Hoa di laut
menjadi simbol keteguhan.
Ada Tante saya lagi dari paman tertua
Sampai usia 80 tahun, ia masih terlihat memikul kayu, tubuhnya bungkuk, tangannya kapalan, tapi matanya tetap menyimpan semangat hidup.

Kisah Cinta Naxia dan Gao Liu
Di Hainan, di sebuah desa kecil yang terhimpit laut dan gunung, tinggal seorang gadis bernama Naxia bermarga Dung. Ia pernah bekerja sebagai tour guide, juga guru muda sebelum hidupnya dipaksa berubah oleh aturan negara.
Ia jatuh cinta pada Gao Liu, seorang lelaki sederhana, pekerja lepas sekaligus kuli bangunan.

Kisah cinta mereka bukan kisah manis yang penuh bunga, melainkan perjuangan.

Mereka hanya bertemu sekali setahun selama satu bulan. Selebihnya, Naxia harus bekerja, sementara Gao Liu berpindah-pindah proyek mencari nafkah.

Meski begitu, cinta tetap tumbuh. Mereka menikah sederhana, hanya dengan segenggam beras dan doa keluarga.
Tahun pertama pernikahan, lahirlah seorang anak perempuan yang diberi nama Ling Xia, mengambil nama belakang dari ibunya, karena keluarga ingin mengenang garis keturunan perempuan yang kuat.

Namun kebahagiaan itu tidak sepenuhnya utuh.
Pemerintah saat itu menerapkan kebijakan satu anak.
Tidak ada ruang untuk anak kedua.
Banyak pasangan yang hanya bisa berangan.

Ling Xia tumbuh cepat. Kini usianya tiga puluh tahun.
Ia bekerja sebagai pegawai negeri, namun hingga kini belum menikah. Kehidupannya stabil, tapi bayang-bayang kesulitan orang tuanya tetap melekat di hatinya.
Ia tahu, hidupnya adalah hadiah dari pengorbanan generasi sebelumnya.

Kenangan masa lalu
Hidup dengan Kupon
Hari-hari keluarga ini berjalan dengan kesulitan.
Semua kebutuhan pokok dibeli dengan kupon.
Setiap keluarga mendapat jatah terbatas.

Hilang uang, masih bisa dicari. Tapi hilang kupon, artinya hilang makan.
Bayangkan seorang ibu yang menangis semalaman karena kuponnya tercecer di jalan. Tidak ada belas kasihan, tidak ada pengganti.

Anak-anak hanya bisa menatap perut lapar mereka sambil berharap esok ada mukjizat.
Di pasar, orang-orang saling berebut, menukar kupon dengan beras, minyak, atau kain.
Dua mata uang
sama-sama RMB
beredar dengan fungsi berbeda: satu untuk rakyat, satu untuk militer dan pejabat.

Jurang sosial begitu terasa.
Namun, di tengah penderitaan itu, keluarga belajar satu hal
kebersamaan. Mereka berbagi nasi, berbagi garam, berbagi tenaga.
Sesama perantau dari Indonesia saling menolong.

Catatan sejarah

Kisah Keluarga Lain

Bukan hanya tante saya. Banyak keluarga lain yang bernasib serupa.
Ada keluarga Tan dari Surabaya, yang menjual rumah besar mereka untuk pulang ke Tiongkok.

Setibanya di sana, mereka hanya mendapat gubuk kecil. Ayah mereka yang dulunya pedagang sukses, akhirnya menjadi buruh tambang batu.

Anak-anaknya harus berhenti sekolah demi membantu keluarga.
Ada pula keluarga Lim dari Semarang, yang membawa serta piano tua ke kapal, berharap bisa mengajar musik di negeri baru. Tapi piano itu rusak terkena air laut.

Bertahun-tahun kemudian, anak perempuan mereka hanya bisa menekan papan kayu sambil membayangkan denting nada.
Namun tidak semua berakhir duka.

Kini, sebagian besar dari mereka telah melewati penderitaan panjang.

Anak-anak mereka menjadi dokter, insinyur, pengusaha, bahkan profesor.

Meski luka lama tak pernah hilang, kehidupan kini jauh lebih baik.

Kisah romantika

Surat yang Tak Pernah Sampai
Selama tiga dekade lebih, komunikasi dengan keluarga di Indonesia hampir terputus.

Surat-surat sering ditahan sensor, kabar datang terlambat, bahkan ada yang hilang sama sekali.

Bayangkan seorang ibu di Tiongkok yang menulis surat penuh rindu kepada adiknya di Indonesia, namun surat itu tidak pernah sampai. Sebaliknya, di Indonesia, seorang kakak hanya bisa menatap kosong ke arah laut, berharap kabar.
Baru setelah tahun 1990-an, komunikasi mulai lancar.

Telepon internasional, kemudian internet, mempertemukan kembali keluarga yang terpisah oleh politik.

Tangis bahagia pun pecah. Banyak yang kembali berkunjung, membawa cucu dan cicit.

Hatiku bahagia

Dari Derita ke Bahagia
Kini, ketika saya melihat keluarga besar mama, saya melihat wajah-wajah yang penuh syukur.

Mereka pernah merasakan pahitnya dipaksa pulang, pernah memikul kayu puluhan kilo, pernah hidup dengan kupon yang rawan hilang.
Tapi kini, mereka hidup senang.

Rumah-rumah berdiri kokoh, anak-anak mereka terdidik, bahkan banyak yang sudah berkeliling dunia.
Dan di antara semua kisah itu, saya selalu mengingat satu nama:
Hai Hoa.
Bayi yang lahir di laut, di antara tanah air yang ditinggalkan dan tanah baru yang belum dikenal.
Tangisnya di atas kapal dulu, kini bergema menjadi pengingat bahwa sejarah bukan hanya tentang kebijakan negara, tetapi tentang air mata manusia, tentang cinta yang bertahan, dan tentang harapan yang tak pernah padam.

Salam dalam doa

Inilah kisah keluarga saya, juga kisah ribuan keluarga lain yang menjadi korban sejarah PP No. 10 tahun 1960.

Sebuah kisah yang membuat kita sadar, betapa beratnya harga yang harus dibayar oleh generasi sebelum kita, demi kelangsungan hidup anak-cucu mereka.

Jika hari ini kita hidup dengan nyaman, jangan lupa, itu karena ada generasi yang rela menukar kenyamanan mereka dengan penderitaan.

Ada ibu yang kehilangan kupon demi anaknya. Ada ayah yang memikul batu demi sesuap nasi.
Ada bayi yang lahir di laut, yang tangisnya menjadi simbol keteguhan hidup.
Dan mungkin, di setiap tetes air mata itu, ada doa yang kini terkabul.

Www.kris.or.id

Www.adharta.com

Tulisan ini juga buat Adik ku
Hai Hoa
Aku rindu

Kesehatan itu mahal

Oleh : Adharta
Ketua Umum
KRIS

Jakarta
Rabu
10 September 2025

Berbahagialah buat anda yang sehat lahir batin
Dan buat anda yang mau hidup sehat buat semua sahabat

Saya melakukan Check up dengan Dr Nico Wanahita di Mount Elisabeth Novena Singapura
Sejak paska operasi Jantung saya selama 5 tahun terakhir dan operasi HNP tahun lalu dengan Dr Luthfi Gatam di Rumah Sakit Eka Hospital di BSD

Relomendasi
Dr. Nico Wanahita
Saya harus menjalani terapi jantung dengan operasi pemasangan alat ICD sejenis pacu jantung yang di tanamkan di dada
Rencana tindakan di tangani Dr Devinder Singh di Mount Elisabeth Novena
Pada hari Selasa Minggu depan

Semua sahabat ku terkasih

Saya ingin menyumbangkan pemikiran saya tentang kesehatan
Buat semua sahabat
Keluarga
Anak dan cucu semua

Kesehatan Itu Mahal

Mengapa dan Apa yang Harus Kita Siapkan?

Pernahkah para sahabat mendengar pepatah,

“Sehat itu mahal”

Pepatah ini bukan sekadar kata-kata.
Coba bayangkan: untuk operasi kecil saja bisa butuh puluhan juta rupiah.

Belum lagi kalau penyakit yang dihadapi bersifat kronis seperti kanker, diabetes, atau gagal ginjal dan Jantung

Bukan hanya biaya rumah sakit, obat, dan dokter, tetapi juga waktu, tenaga, bahkan penghasilan keluarga ikut terkuras.

Kenapa Kesehatan Mahal?
Biaya rumah sakit tinggi. Teknologi medis semakin canggih, tapi biaya ikut melonjak.

Akses terbatas. Tidak semua daerah punya fasilitas lengkap.

Penyakit gaya hidup. Junk food, rokok, kurang olahraga penyakit kronis.

Terlambat diperiksa. Banyak orang baru ke dokter setelah parah.
Hilang produktivitas.

Sakit berarti tidak bisa bekerja.

Apa yang Bisa Kita Siapkan Sejak Dini?

Pola hidup sehat. Makan bergizi, olahraga teratur, tidur cukup, jauhi rokok dan alkohol.

Kesehatan mental. Kelola stres, bangun relasi positif, cari bantuan profesional bila perlu.
Check-up rutin.

Lebih baik tahu sejak awal daripada terlambat.

Lingkungan bersih.
Air, udara, rumah sehat.

Persiapan finansial berupa
Asuransi kesehatan, dana darurat, tabungan.
Edukasi keluarga.

Ajarkan anak sejak kecil pentingnya hidup sehat.

Kesehatan adalah investasi terbaik.
Jangan tunggu sakit baru sadar berharganya tubuh sehat. Ingat, mencegah jauh lebih murah dan lebih mudah daripada mengobati.

Buat semua sahabat ku
Pengalaman yang saya alami ini memberikan kita sesuatu yang berharga

Kesehatan sebagai Investasi

Mengapa Mahal dan perlu Persiapan Sejak Dini

Kesehatan merupakan modal utama kehidupan manusia.
Tanpa kesehatan, produktivitas menurun, kualitas hidup merosot, dan beban sosial-ekonomi meningkat.

Ungkapan “kesehatan itu mahal” mengandung makna bahwa nilai kesehatan baru benar-benar dirasakan ketika seseorang jatuh sakit, dan pada saat itulah biaya yang harus dikeluarkan sering kali jauh lebih besar daripada yang diperkirakan.

Faktor Penyebab Kesehatan Mahal
Biaya pengobatan modern. Teknologi kedokteran dan obat-obatan berstandar tinggi membutuhkan investasi besar.

Keterbatasan layanan kesehatan. Distribusi fasilitas tidak merata menyebabkan pasien harus mengeluarkan biaya tambahan.

Penyakit degeneratif. Penyakit jantung, kanker, dan diabetes membutuhkan pengobatan jangka panjang.

Keterlambatan deteksi. Minimnya pemeriksaan rutin memperbesar risiko biaya besar.

Sahabat ku terkasih

Dampak ekonomi. Sakit tidak hanya mengeluarkan uang, tetapi juga mengurangi pendapatan keluarga.
Kesehatan mental. Gangguan psikologis juga memerlukan perawatan intensif dan biaya yang tidak sedikit.

Para sahabat sehat

Persiapan Sejak Dini
Pola hidup sehat. Nutrisi seimbang, olahraga, istirahat cukup, dan menghindari kebiasaan merokok.
Kesehatan mental. Manajemen stres, relasi sosial yang sehat, serta keberanian mencari bantuan profesional.
Pemeriksaan kesehatan berkala.
Medical check-up, vaksinasi, dan tes laboratorium rutin.

Kebersihan dan lingkungan sehat. Upaya menjaga sanitasi dan lingkungan yang bebas polusi.

Para sahabat dan rekan sejawat di bidang kesehatan

Perlindungan finansial. Asuransi kesehatan, dana darurat, dan investasi kesehatan jangka panjang.

Pendidikan kesehatan. Edukasi sejak dini mengenai pentingnya menjaga tubuh dan pikiran.
Kesimpulan
Kesehatan adalah investasi jangka panjang yang tidak ternilai harganya.

Mahalnya biaya pengobatan seharusnya menyadarkan masyarakat bahwa pencegahan merupakan strategi terbaik. Dengan persiapan yang matang sejak dini, baik secara fisik, mental, maupun finansial, setiap individu dapat mengurangi risiko sekaligus memastikan kualitas hidup yang lebih baik.

Sahabat sehat
Tidaklah kita menyadari kondisi ini

Marilah mulai sekarang kita memberikan sedikit waktu luang setiap hari bagi kita yang mau hidup sehat
Kita bertanya pada diri kita masing masing

Apa yang saya persiapkan hari ini supaya saya hidup bisa sehat

Terima kasih buat keluarga ku
Iatri tercinta
Yang setiap pagi dan malam mengingatkan saya harus minum obat
Setiap malam mau tidur dan bangun pagi
Berdoa bersama
Tuhan berilah kami kesehatan

Terima kasih buat para Dokter yang merawat saya selama ini

Terima kasih Tuhan buat berkatmu bagiku dan bagi sahabatku semua

Www.kris.or.id
Www.adharta.com

Cerita dari Bulan Purnama, Kenangan, dan Harapan

Cerita dari Bulan Purnama, Kenangan, dan Harapan

Oleh : Adharta
Ketua Umum
KRIS

Jakarta
Senen
8 September 2025

Saya bersama pastor Sumpana MSC dan Bapak Sanny District Governor Rotary Club 3410
Kita menikmati makan malam di Haidilao Restauran Taman Anggrek

Sungguh nyaman malam ini sambil makan kita banyak bercerita masa lalu

Sepanjang jalan kita melihat kiri kanan banyak sekali orang sudah mulai jual moon cake atau kue bulan
Yang puncaknya akan dirayakan pada tanggal
6 Oktober 2025 nanti

Saya tertarik menulis tentang moon cake lebih awal karena kisah ini memberikan inspirasi buat kita memasuk festival mid autum nantinya

Sahabat ku

Bulan, Keluarga, dan Sepotong Kue

Setiap kali bulan purnama menggantung di langit musim gugur, ada suasana yang berbeda.

Cahaya bulan terasa lebih lembut, lebih bulat, lebih sempurna.

Malam itu, orang-orang di berbagai penjuru Asia menyalakan lampion, duduk bersama keluarga, dan menatap langit sambil berharap sesuatu yang indah.

Malam itulah yang disebut Mid-Autumn Festival atau Festival Pertengahan Musim Gugur.

Dan di tengah perayaan, ada satu makanan yang selalu hadir: kue bulan.

Kue berbentuk bundar ini bukan sekadar camilan manis.

Ia adalah cerita, legenda, simbol cinta, dan doa.

Dalam sepotong kue bulan, tersimpan sejarah panjang dari zaman raja-raja hingga zaman kita sekarang, dari dapur tradisional nenek-nenek di kampung hingga toko kue modern di mal besar.

Seperti yang barusan saya lihat dan nikmati

Dari Langit ke Piring: Legenda
Dewi Bulan
Mari kita mulai dari kisah paling tua dan paling romantis

legenda Chang’e, Dewi Bulan.

Alkisah, langit pernah memiliki sepuluh matahari. Panasnya membakar bumi, membuat tanah kering dan manusia menderita. Seorang pemanah gagah, Hou Yi, lalu menembakkan panahnya hingga sembilan matahari jatuh. Tinggallah satu matahari, cukup untuk menghangatkan bumi.

Sebagai hadiah, Hou Yi diberi pil keabadian. Tetapi ia ragu meminumnya, karena ia mencintai istrinya, Chang’e, dan tak ingin hidup abadi sendirian. Suatu hari, pil itu nyaris dicuri oleh orang jahat.

Untuk menyelamatkan suaminya, Chang’e menelan pil tersebut. Seketika tubuhnya melayang ke langit dan ia menetap di bulan.

Sejak itu, Hou Yi setiap malam menatap bulan dengan penuh rindu. Orang-orang pun percaya, pada malam Mid-Autumn Festival, Chang’e muncul dengan paling terang di langit. Untuk menghormatinya, mereka membuat persembahan kue bundar
yang kelak kita kenal sebagai moon cake.

Kue Bulan dan Pemberontakan Rahasia

Selain kisah cinta, ada pula kisah heroik tentang kue bulan.

Pada masa Dinasti Yuan, ketika bangsa Mongol berkuasa di Tiongkok, rakyat Han ingin memberontak. Tapi bagaimana caranya menyebarkan pesan tanpa ketahuan penjaga?

Jawabannya: kue bulan.
Di dalam kue, mereka selipkan pesan rahasia

“Bangkitlah pada malam bulan purnama.”

Dengan cara itulah kabar pemberontakan menyebar dari desa ke desa. Pada malam Mid-Autumn, rakyat bangkit serentak, dan pemberontakan pun berhasil.
Sejak saat itu, moon cake tak lagi sekadar makanan.

Ia menjadi simbol persatuan dan harapan akan kebebasan.
Kue Bulan Tradisional: Rasa yang Sarat Makna
Jika kita lihat kue bulan klasik, bentuknya selalu bundar.
Itu bukan kebetulan. Lingkaran adalah simbol kesempurnaan dan kebersamaan.

Isinya pun penuh filosofi:
Pasta biji teratai

lambang kesucian.
Kacang merah
simbol kebahagiaan.

Kuning telur asin:
melambangkan bulan purnama yang bulat.
Campuran kacang dan biji-bijian
tanda kemakmuran.
Kulit kue dihiasi ukiran cantik
huruf keberuntungan, gambar kelinci, atau bunga. Setiap detail punya arti, seakan kue bulan bukan sekadar makanan, melainkan doa yang bisa dimakan.
Dari Dapur Nenek ke Hotel Bintang Lima

Dulu, kue bulan dibuat sederhana di rumah-rumah. Anak-anak membantu menekan adonan ke cetakan kayu, lalu menunggu sabar di depan oven tradisional.

Rasanya manis legit, teksturnya padat, dan aromanya memenuhi rumah.
Kini, moon cake berevolusi.

Ada snow skin moon cake yang lembut seperti mochi, disajikan dingin dengan warna pastel. Ada yang berisi cokelat, matcha, kopi, bahkan durian.

Ada pula versi sehat: rendah gula, bebas gluten, bahkan vegan.

Hotel-hotel berbintang dan toko kue terkenal berlomba membuat moon cake edisi terbatas dengan kotak mewah.

Memberi moon cake pun jadi bagian dari etika bisnis, semacam cara halus untuk berkata:

“Saya menghargai hubungan kita.”

Meski begitu, entah sederhana atau modern, moon cake tetap punya tujuan yang sama
mendekatkan hati kita kepada orang yang kita cintai dan juga kepada yang Maha Kuasa

Sepotong Moon Cake, Segenggam Kenangan
Di balik setiap moon cake, ada kisah pribadi.

Saya ingin bercerita dari kisah di ceritakan Mama saya

Seorang ibu di Tiongkok selalu mengirim moon cake pada putrinya yang kuliah di Amerika.
Meski ribuan kilometer memisahkan, mereka percaya bulan yang sama menyatukan hati. Saat si anak menggigit moon cake, ia seperti merasakan pelukan ibunya.

Kalau cerita dari Ayah saya

Di Singapura, ada pasangan lanjut usia yang tiap tahun membeli moon cake dari toko yang sama sejak mereka pacaran.

Kini rambut mereka memutih, tapi setiap gigitan moon cake selalu mengembalikan mereka ke masa muda, ke jalan kecil penuh lampion di Chinatown.
Di Indonesia, banyak keluarga Tionghoa berkumpul pada malam Mid-Autumn. Anak-anak menyalakan lampion, orang tua berbagi cerita, lalu bersama-sama memotong moon cake.

Meski sederhana, momen itu jadi harta berharga yang tersimpan dalam hati setiap anggota keluarga.

Filosofi yang Manis
Apa yang bisa kita pelajari dari moon cake?

Tentang berbagi: Moon cake selalu dipotong untuk semua orang. Kebahagiaan tidak untuk dimakan sendiri.

Tentang ingatan: Rasa manis moon cake membawa kita pada kenangan masa kecil, orang tua, atau kampung halaman.
Tentang harapan

Bulatnya moon cake dan purnama jadi lambang doa
agar hidup kita juga bulat, utuh, tanpa kekurangan.

Moon Cake, Bulan, dan Kita
Bulan purnama selalu membuat manusia berhenti sejenak.

Menatap langit, kita merasa kecil tapi juga terhubung dengan sesuatu yang besar

Moon cake membantu kita merayakan perasaan itu
rasa syukur, kerinduan, dan harapan.

Dulu, moon cake menyelamatkan bangsa lewat pesan rahasia. Kini, moon cake menyatukan keluarga yang berjauhan lewat rasa dan kenangan.

Dulu, moon cake dipersembahkan pada Dewi Bulan.

Kini, moon cake dipersembahkan pada cinta yang tak lekang oleh waktu.

Sahabat ku dimana pun anda berada terimalah Salam ku melalui kue Bulan

Sepotong Bulan di Tangan Kita
Di dunia modern yang serba cepat, tradisi sering kali tergerus.

Namun, selama orang masih menyalakan lampion, selama keluarga masih duduk di bawah bulan purnama dan membagi moon cake, tradisi ini akan tetap hidup.

Moon cake bukan hanya kue. Ia adalah sepotong sejarah, sepotong cinta, sepotong bulan yang bisa kita genggam.

Dan mungkin, saat kita menggigit moon cake sambil menatap langit malam, kita sedang menyatukan diri dengan masa lalu, masa kini, dan masa depan.

Karena dalam setiap moon cake, ada bulan yang tak pernah padam. 🌕

Adharta

Untuk yang mau pesan Moon Cake
Bisa menghubungi
Call Centre KRIS
0811962088
Atau WA saja
Stock cukup

Ada harga khusus buat semua sahabat

Www.kris.or.id
Www.adharta.com

Sabda yang Hidup 150 Tahun

Serikat Sabda Allah

Oleh : Adharta
Ketua Umum
KRIS

Menatap masa depan

Sebuah undangan hadir di hadapan aku dari Pastor profesor Dr. Bernadus Boli Udjan SVD dari Ledelero Flores

Rasanya kepingin terbang kesana tapi sayang waktu tempat keadaan memisahkan kita
Namun tulisan ini mewakili aku hadir di Ledelero

Salam dan Doaku

Di sebuah rumah sederhana di Steyl,
Belanda,
pada tanggal
8 September 1875, seorang imam bernama Arnoldus Janssen menyalakan lilin kecil.

Lilin itu bukan hanya tanda doa, melainkan awal sebuah perutusan besar.

Di tengah situasi sulit Kulturkampf yang menekan Gereja di Jerman, Janssen melangkah dengan iman yang melampaui logika.
Ia mendirikan sebuah serikat misionaris baru

Societas Verbi Divini (SVD) — Serikat Sabda Allah.

Siapa yang menduga, lilin kecil itu akan bertumbuh menjadi terang besar yang menyinari dunia hingga hari ini?

Serikat Sabda Allah kini hadir di lebih dari 80 negara, melintasi benua, bahasa, dan budaya.

Tahun ini, Gereja bersyukur atas 150 tahun karya misi SVD

Sebuah perjalanan iman yang penuh haru, darah, air mata, sekaligus sukacita.

Sabda yang Menjadi Daging
Nama SVD menyimpan makna terdalam perutusan ini. Bagi Janssen, Yesus Kristus adalah Sabda yang hidup

Sabda yang menjadi manusia. Maka, setiap misionaris SVD dipanggil bukan sekadar mengajar atau berkhotbah, tetapi menghidupkan Injil di tengah masyarakat.
Motto mereka jelas:

“Vivit Verbum Dei
Sabda Allah itu hidup.”

Sabda Allah bukan teks mati, tetapi kuasa yang mengubah hidup, membebaskan yang tertindas, menguatkan yang lemah, dan membawa harapan bagi yang putus asa.
Perjalanan Panjang ke Ujung Dunia
Sejak awal, SVD dikenal sebagai serikat misionaris yang berani menyeberangi batas.

Hanya empat tahun setelah berdiri, misionaris pertama dikirim ke Tiongkok (1879).
Dari sana, pintu-pintu misi terbuka ke Jepang, Afrika, India, Papua Nugini, Amerika Latin, dan akhirnya Indonesia.

Mereka pergi tanpa banyak bekal, seringkali dengan risiko kehilangan nyawa.

Banyak yang wafat muda karena penyakit, konflik, atau kerasnya alam. Namun, semangat mereka tak padam: Injil harus hadir di tempat yang paling sulit sekalipun.

Flores: Tanah Subur Sabda
Indonesia mencatat bab penting dalam kisah SVD.

Pada tahun 1913, tiga misionaris SVD menjejakkan kaki di Flores

Pater Arnold Verstraelen, Pater J. H. Lichtenberg, dan Bruder H. Lemaire.

Mereka menemukan tanah yang keras namun hati yang subur.
Dari Ende hingga pelosok pegunungan, mereka berjalan kaki, menyeberangi sungai, mendaki bukit, dan tinggal bersama rakyat kecil.

Mereka bukan hanya mengajar iman, tetapi juga membangun sekolah, membuka pelayanan kesehatan, dan mendampingi masyarakat.

Dari tanah Flores inilah, Gereja Katolik Indonesia bertumbuh kokoh.

Lembaga pendidikan seperti Ledalero melahirkan ratusan imam, teolog, dan pemimpin Gereja.

Tak berlebihan jika Flores disebut sebagai “jantung misi SVD di Indonesia.”

Misi yang Menyentuh Hidup
Yang khas dari SVD adalah pendekatan mereka yang holistik.
Injil diwartakan bukan hanya lewat kata-kata, tetapi lewat pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan sosial.
Di sekolah-sekolah SVD, anak-anak belajar membaca, menulis, dan mengenal dunia.
Di rumah sakit Katolik, masyarakat kecil mendapat pelayanan tanpa membedakan agama.

Di desa-desa, para pastor SVD menjadi sahabat, guru, bahkan petani bagi umatnya.
Misi ini menunjukkan wajah Allah yang penuh kasih
Allah yang hadir dalam keheningan doa sekaligus dalam peluh kerja sehari-hari.

Tiga Warisan Spiritualitas
Dalam perayaan 150 tahun, SVD kembali menekankan tiga nilai utama yang diwariskan Santo Arnoldus Janssen:
Kerasulan doa doa sebagai sumber tenaga misi.

Kerja sama dengan awam misi adalah tugas seluruh umat, bukan hanya imam.

Semangat misi sejagat
setiap misionaris siap diutus ke mana saja, tanpa batas.

Nilai-nilai ini tidak pernah usang. Justru di zaman modern, ketika dunia dilanda konflik, kesenjangan, dan krisis lingkungan, semangat universal dan solidaritas lintas batas sangat dibutuhkan.
Perayaan di Ende:

Sabda yang Menyala
Keuskupan Agung Ende, sebagai pusat karya SVD di Indonesia, mempersiapkan perayaan penuh makna.

Menurut Pater Sandro, SVD, Ketua Panitia HUT, pesta ini bukan sekadar nostalgia, tetapi ajakan memperbarui semangat komunio dan sinodalitas.
Paroki-paroki mengadakan lomba Kitab Suci, turnamen futsal, hingga festival paduan suara. Puncaknya, pada 19 September 2025, ribuan umat akan berkumpul dalam perayaan syukur bersama

Bapak Uskup.
Suasana ini mengingatkan bahwa misi SVD tidak hanya dimiliki para imam, tetapi juga ditanggung bersama oleh umat Allah.
Menyongsong Masa Depan
Seratus lima puluh tahun adalah usia matang. Namun bagi SVD, ini bukan akhir, melainkan awal babak baru. Tantangan zaman terus berubah: digitalisasi, pluralisme agama, ketidakadilan sosial, perubahan iklim, hingga krisis panggilan.

Tetapi Sabda Allah tetap hidup. Dan serikat ini tetap dipanggil untuk menjadi garam dan terang di dunia. Dari Steyl ke Flores, dari Papua hingga Eropa, dari desa terpencil hingga kota besar, misi SVD tetap sama: menghadirkan kasih Allah bagi semua orang.
Penutup: Lilin yang Tak Pernah Padam
Ketika Arnoldus Janssen menyalakan lilin di Steyl, mungkin ia tak membayangkan cahaya itu akan menyinari dunia hingga 150 tahun kemudian.

Namun hari ini, kita melihat lilin itu masih menyala
bahkan lebih terang.
Sabda Allah sungguh hidup. Ia hidup dalam doa para misionaris, dalam kerja keras para bruder, dalam senyum anak-anak sekolah, dalam harapan para pasien miskin, dalam setiap umat yang berani terlibat dalam misi.

Seratus lima puluh tahun adalah bukti

Sabda Allah tidak mati.
Ia terus bergerak, menyalakan hati, dan mengubah dunia.

Www.kris.or.id
Www.adharta.com

Kisah Hidup Santo Carlo Acutis

Kisah Hidup Santo Carlo Acutis

Oleh : Adharta
Ketua Umum
KRIS

Jakarta
Sabtu 6 September 2025

Semalam pastor Berty Tijow MSC
Kepala paroki Santo Kristoforus Grogol

Mengirim kabar berita bahwa reliqui Rambut Santo Carlo Acutis
tiba di pariki Santo Kristoforua Grogol
Saya sangat terinspirasi untuk membuat kisah beliau semoga bisa menjadi inspirasi bagi anak anak Muda sekarang

Awal Kehidupan dan Lahir

Santo Carlo Acutis
lahir pada 3 Mei 1991 di London, Inggris, dari orang tua berkebangsaan Italia.

Saat masih kecil, ia tinggal di Milan, Italia, dan menunjukkan minat besar sejak usia dini terhadap kehidupan iman dan teknologi

Pengalaman Iman
Sejak usia tiga tahun, Carlo sudah memiliki spiritualitas yang menawan. Ketika kakeknya meninggal, Carlo yang belum mencapai usia sekolah berkata ingin berdoa di gereja untuk mendoakan kakeknya
penanda hubungan batin yang kuat dengan iman.

Pada usia 12 tahun, ia sudah menjadi katekis di parokinya, Santa Maria Segreta, dan bahkan membantu teman-temannya memahami iman.

Ia menunjukkan penghormatan mendalam terhadap beberapa santo seperti Fransiskus Asisi, Maria Magdalene de’ Pazzi, dan malaikat pelindungnya,
St. Mikael

Hasrat di Dunia Digital
Carlo dikenal pula sebagai “computer geek”.
Ia ahli dalam bahasa pemrograman seperti Java dan C++,

sering membantu orang-orang dengan masalah teknis.

Ia membuat halaman web untuk paroki dan juga organisasi volunteer
masing-masing menjadi pemenang kompetisi nasional di Italia

Namun yang paling luar biasa adalah ketika ia menciptakan website katalog mukjizat Ekaristi dan kemunculan Maria di seluruh dunia.

Situs ini diluncurkan pada 4 Oktober 2006, hanya beberapa hari sebelum ia meninggal
Sebuah warisan digital yang menyebar ke 17 bahasa dan dipamerkan secara global

Perjuangan Hidup & Kematian

Tak lama setelah peluncuran web tersebut, Carlo dinyatakan menderita leukemia.

Meskipun harapan sembuh sangat minim, ia tetap tegar:

“Death has become the passage towards life,”

katanya kepada ibunya, sebuah pengakuan iman yang dalam.
Ia meninggal pada usia 15 tahun, meninggalkan warisan besar bagi dunia digital dan iman

Beatifikasi dan Pengakuan Ajaib
Carlo dibeatifikasi pada 10 Oktober 2020 di Biara Santo Fransiskus Asisi, mewakili Paus Fransiskus

Doa-doa kepada Carlo dikaitkan dengan dua mukjizat yang diakui oleh Vatikan:

Penyembuhan seorang anak di Brasil dengan kelainan pankreas bawaan sekitar tahun 2020.

Kesembuhan seorang mahasiswi, Valeria, setelah kecelakaan bersepeda serius pada 2022

Kanonisasi:

Menjadi Santo Millennials Pertama
Pengangkatan Carlo sebagai santo resmi ditetapkan pada 7 September 2025 besok
oleh Paus Leo XIV. Ia akan dikanonisasi bersama dengan Pier Giorgio Frassati
sosok muda lain yang penuh inspirasi.
Acutis menjadi santo generasi milenial pertama, simbol iman dan teknologi yang berpadu harmonis

Relikui:

Rambut dan Hati
Relikui Carlo telah tersebar di berbagai lokasi di dunia.

Ada potongan rambutnya (relikui kelas pertama)
yang disertai sertifikat resmi dari Uskup Assisi, Domenico Sorrentino, menunjukkan otentisitas dan disimpan dengan hormat

Relikui ini juga dibawa ke beberapa tempat suci, misalnya ke Washington, D.C., di Saint John Paul II National Shrine

Sementara itu, Gereja di Malta
Gereja San Francesco di Rabat (Gozo)
juga menyimpan relikui rambut Carlo yang sama untuk devosi umat

Kehidupan yang Inspiratif untuk Generasi Muda
Modern namun Sakral
Carlo mengenakan kaus santai, headphone, atau membawa laptop sambil memegang rosario atau Ekaristi
simbol iman yang melekat dalam keseharian digital.

Cambridge of Faith & Tech
Ia duduk di depan layar komputer sambil merancang situs mukjizat Ekaristi, dengan ekspresi penuh semangat untuk berbagi iman.

Momen Tenang & Doa

Carlo berlutut dalam adorasi Ekaristi, dikelilingi cahaya lembut
gambar simbolik bahwa “menghadirkan Tuhan” menjadi pusat hidupnya.
Warisan bagi

Kaum Muda

Carlo memimpin kelompok muda, mengajarkan iman di paroki, sambil mengajar cara membuat situs web rohani
menyatukan kepercayaan dan kreativitas.

Relikui & Devosi

Gambar relikui rambutnya yang terjaga aman, dikelilingi sinar dan tangan umat yang berdoa sebagai wujud pengabdian.
Penutup
Kehidupan Carlo Acutis membuktikan bahwa generasi muda mampu menjadi jembatan antara teknologi dan iman, antara dunia digital dan dunia rohani.

Meskipun hidup hanya 15 tahun, warisannya luar biasa
sebagai santo milenial pertama, pengembang digital, dan teladan cinta akan Ekaristi

Www.kris.or.id
Www.adharta.com

Cewama Eka Tayai

(Mengabdi untuk Persatuan)

Cerpen 007

Oleh : Adharta
Ketua Unun KRIS

Kisah ini kupersembahkan buat anak cucuku
Dan para sahabat Pilot

Menatap masa depan

Tahun 1980. Udara di Tangerang masih bersih dan lengang, jauh berbeda dengan hiruk-pikuk kota metropolitan Jakarta yang hanya berjarak beberapa puluh kilometer.

Di sinilah Jimmy menapaki jejak hidupnya sebagai taruna muda Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia,

Curug
Tak seorang pun menduga, anak kampung yang dulu hanya putra seorang pegawai negeri kecil di Surabaya itu, kelak akan dikenal sebagai sosok pilot tangguh yang mengabdi tidak hanya untuk keluarganya, tetapi juga bagi bangsa Indonesia.

Asal-Usul Sederhana
Jimmy lahir sebagai anak kedelapan dari sepuluh bersaudara. Ayahnya seorang pegawai negeri sederhana, ibunya membuka warung kecil di depan rumah untuk menambah penghasilan.

Hidup mereka jauh dari kata cukup.
Sering kali Jimmy kecil harus menahan lapar karena nasi hanya cukup untuk kakak-kakaknya.

Namun, dari kerasnya hidup itulah ia belajar arti ketekunan.
Sejak SMP, Jimmy sadar bahwa untuk bisa keluar dari lingkaran kemiskinan, ia harus bersekolah setinggi-tingginya.

Namun harapan itu bagai mimpi. Bagaimana mungkin orang tua dengan sepuluh anak bisa membiayai kuliah semuanya?

Bahkan, salah satu kakaknya yang berhasil kuliah di sebuah universitas swasta di Jakarta, harus bekerja serabutan untuk membayar biaya kuliah sendiri.

Namun tekad Jimmy tidak pernah surut. Setelah lulus SMA di Surabaya, ia berangkat ke Jakarta bersama dua sahabatnya, Freddy dan Johnny.
Mereka bertiga menumpang kereta ekonomi, membawa tas kecil, dan sejuta mimpi di kepala.
Hidup di Jakarta

Jakarta menyambut mereka dengan wajah keras. Mereka harus bekerja sambil mencari peluang sekolah. Freddy dan Johnny beruntung, mereka diterima di universitas swasta dengan bantuan keluarga.
Jimmy tidak seberuntung itu. Ia mencoba mendaftar di beberapa universitas, tetapi biaya menjadi tembok penghalang.
Untuk bertahan hidup, Jimmy bekerja sebagai sopir taksi gelap di kawasan Gajah Mada, tepat di depan klub malam Blue Ocean di Jalan Hayam Wuruk.

Malam demi malam ia berkeliling kota, menjemput tamu asing, pejabat, hingga pengunjung klub. Kehidupan keras di jalanan membuat Jimmy semakin matang menghadapi dunia.
Suatu malam, nasib mempertemukannya dengan seorang penumpang istimewa: seorang perwira tinggi TNI bernama
Kolonel Suryadi. Percakapan singkat di dalam mobil itu membuka jalan baru.
Melihat kejujuran dan kesopanan Jimmy, Suryadi menawarinya pekerjaan sebagai sopir pribadi keluarganya. Tanpa pikir panjang, Jimmy menerima.
Menjadi Bagian Keluarga
Sejak hari itu, Jimmy tinggal bersama keluarga Suryadi di Kebayoran Baru.

Di sana, ia bertemu dengan Budi, putra Suryadi yang seusia dengannya. Meski Jimmy hanya seorang sopir, Budi tidak pernah memandang rendah.

Mereka justru menjadi sahabat karib.
Budi bercita-cita menjadi pilot dan mendaftar di STPI Curug. Jimmy yang setia mengantarnya ke kampus, suatu hari bertemu dengan dosen bernama Pak Megi. Pertemuan itu unik

mobil Pak Megi mogok, dan Jimmy dengan sigap menawarkan tumpangan ke Jakarta.

Dari situlah hubungan baik terjalin. Pak Megi, kagum dengan sikap tulus Jimmy, menawarkan beasiswa terbatas agar ia bisa juga bersekolah di STPI.
Jimmy hampir tak percaya. Dari seorang sopir taksi gelap, kini ia punya kesempatan menjadi taruna penerbangan. Keluarga Suryadi menyambut kabar itu dengan sukacita.

Bahkan, mereka menganggap Jimmy sudah seperti anak sendiri.
Taruna Teladan
Hari-hari di STPI Curug menjadi masa terindah sekaligus terberat.

Jimmy belajar dengan giat, tak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Ia dan Budi sama-sama menjadi taruna teladan, disegani karena kedisiplinan dan kecerdasannya.
Setelah lulus,

Budi melanjutkan sekolah penerbangan untuk memperoleh CPL (Commercial Pilot License). Jimmy, sementara itu, tetap membantu Pak Suryadi yang saat itu naik jabatan di TNI AU.

Dari sanalah jalannya semakin terbuka.
Jimmy kemudian direkrut menjadi perwira muda TNI AU, menjalani pendidikan khusus di Halim Perdanakusuma. Dari langit, ia menemukan panggilannya.

Ia bukan hanya mengendarai pesawat, tetapi juga merasakan makna mengabdi untuk negeri.
Misi di Papua
Salah satu pengalaman yang membekas adalah ketika Jimmy ditugaskan membawa pesawat kargo ke Wamena, Papua, untuk mengantar bahan makanan. Daerah itu sulit dijangkau, dan pesawat kerap menjadi satu-satunya jalur suplai.
Di sana ia bertemu Ratna, seorang dokter muda lulusan Universitas Indonesia yang sedang menjalani tugas pengabdian. Perjumpaan pertama sederhana, namun meninggalkan kesan mendalam. Ratna kagum pada keberanian Jimmy, sedangkan Jimmy terpesona oleh ketulusan Ratna merawat pasien di pelosok.
Pertemuan demi pertemuan membuat benih cinta tumbuh. Meski kehidupan mereka keras, keduanya merasa menemukan pasangan sejiwa.

Dengan restu keluarga Suryadi yang menggantikan orang tua Jimmy yang sudah wafat
mereka akhirnya menikah.
Keluarga yang Hangat
Jimmy dan Ratna membangun rumah tangga sederhana di Kemayoran. Kehidupan mereka penuh kehangatan. Anak pertama, Andi, tumbuh cerdas dan bercita-cita menjadi diplomat.

Anak kedua, Maya, mewarisi jiwa ibunya dan ingin menjadi dokter.
Makan malam selalu menjadi momen penting. Ratna menyiapkan masakan sederhana, Jimmy bercerita tentang pengalaman terbang, dan anak-anak berbagi kisah sekolah.

Gelak tawa memenuhi rumah mereka.
Di balik kesibukan sebagai pilot dan dokter, keluarga ini selalu menemukan waktu untuk saling mendukung.
Dari Militer ke Komersial
Setelah beberapa tahun mengabdi di TNI AU, Jimmy memutuskan beralih ke penerbangan komersial. Ia bergabung dengan maskapai nasional, namun tetap dipanggil untuk misi khusus pemerintah, terutama yang berhubungan dengan diplomasi udara dan bantuan kemanusiaan.
Ia pernah terlibat dalam misi Garuda di Timur Tengah, membawa pasukan perdamaian Indonesia. Baginya, meski sudah bukan tentara aktif, jiwa pengabdian tidak pernah pudar.
Mengabdi Lewat Usaha
Kesuksesan tidak membuat Jimmy lupa asal. Ia mendirikan lembaga pelatihan penerbangan kecil di pinggiran Jakarta, khusus untuk anak-anak dari keluarga tidak mampu. “Kalau dulu saya bisa mendapat kesempatan, mengapa tidak saya teruskan untuk orang lain?” katanya.
Ratna pun mendirikan klinik swadaya untuk masyarakat miskin.

Klinik itu melayani pasien dengan biaya sukarela. Mereka berdua menjadikan keberhasilan bukan hanya milik keluarga sendiri, tetapi juga jalan untuk memberdayakan sesama.
Cetama E9ka Tayai
Di setiap kesempatan, Jimmy selalu mengingatkan anak-anak dan para taruna muda tentang semboyan yang ia pegang:

“Cewama Eka tayai
Mengabdi untuk persatuan.”

Baginya, persatuan bukan hanya untuk negara, tapi juga untuk keluarga, sahabat, dan masyarakat. Mengabdi tidak harus selalu di medan perang, tapi juga lewat kasih, ketulusan, dan berbagi kesempatan.

Penutup
Di usia senja, Jimmy duduk di beranda rumahnya bersama Ratna. Cucu-cucunya berlarian di halaman, Andi sudah menjadi diplomat muda yang bertugas di luar negeri, sementara Maya tengah menjalani pendidikan dokter spesialis.
Jimmy tersenyum haru. Dari anak kampung yang nyaris tak mampu kuliah, ia kini melihat generasi penerusnya berdiri dengan gagah. Ia berbisik kepada Ratna,

“Hidup ini adalah pengabdian. Kita mungkin lahir sederhana, tapi jika hati kita ikhlas untuk mengabdi, hidup akan menjadi cerita indah yang bermanfaat bagi bangsa.”

Ratna menggenggam tangannya erat. Sore itu, langit Jakarta berwarna jingga, seakan mengamini perjalanan panjang seorang manusia yang setia pada semboyan hidupnya

Cewama Eka tayai Mengabdi untuk persatuan.

Www.kris.or.id
Www.adharta.com

Situasi dan Kondisi Jakarta dan Indonesia Pasca Demonstrasi

Jakarta, Rabu 3 September 2025

Oleh : Adharta
Ketua Umum
KRIS

Beberapa hari terakhir, suasana Jakarta masih berada dalam kondisi yang belum sepenuhnya pulih.
Meski inti demonstrasi telah selesai, namun sisa-sisa ketegangan sosial masih terlihat.

Di sejumlah titik, masyarakat masih berkerumun, sebagian tanpa tujuan jelas, sebagian lagi terbawa arus euforia massa.

Kerusuhan memang tidak lagi meluas, tetapi tetap ada titik-titik rawan yang memerlukan penanganan serius dari aparat keamanan.

Pidato Presiden yang menegaskan perlunya langkah tegas dari pemerintah menjadi sinyal kuat bahwa negara tidak boleh kalah dari kekacauan. Namun, yang menarik perhatian publik adalah munculnya insiden penjarahan, bahkan disebutkan beberapa anggota DPR dan seorang menteri ekonomi seperti Sri Mulyani ikut terdampak.

Hal ini menimbulkan tanda tanya besar: mengapa aparat seolah membiarkan, dan apakah ini bentuk strategi untuk menghindari korban jiwa?

Tulisan ini akan mencoba menimbang secara netral situasi tersebut, menguraikan untung dan rugi dari adanya demonstrasi, siapa yang diuntungkan dan dirugikan, serta langkah-langkah apa yang seharusnya ditempuh setelah demonstrasi berakhir.

Pada bagian tertentu saya akan memberikan pandangan pribadi sebagai bentuk refleksi.

Gambaran Situasi Jakarta dan Indonesia

Jakarta sebagai ibu kota selalu menjadi barometer stabilitas nasional.

Ketika Jakarta bergejolak, hampir pasti seluruh Indonesia merasakan dampaknya. Demonstrasi besar yang awalnya dimaksudkan untuk menyuarakan aspirasi, pada akhirnya sering berkembang menjadi kerumunan tanpa arah.

Di sinilah terjadi pergeseran: dari gerakan massa yang terorganisir menjadi kumpulan orang-orang yang sekadar ikut-ikutan.

Kerusuhan yang masih tersisa di beberapa titik menunjukkan adanya tiga kelompok berbeda:

  1. Pendemo murni mereka yang benar-benar datang untuk menyampaikan aspirasi.
  2. Massa oportunis – mereka yang hanya ikut-ikutan tanpa memahami isu.
  3. Kelompok anarkis – mereka yang memanfaatkan situasi untuk menjarah atau menimbulkan ketakutan.

Dari sisi aparat, kehadiran TNI dan Polri cukup efektif menekan eskalasi.

Namun kritik tetap muncul, terutama saat terjadi penjarahan di beberapa pusat ekonomi. Tindakan yang dianggap terlalu pasif atau membiarkan peristiwa terjadi menimbulkan kecurigaan bahwa ada kalkulasi politik maupun keamanan di balik itu.

Untung dan Rugi dari Demonstrasi

  1. Keuntungan

Meskipun kerusuhan membawa banyak kerugian, demonstrasi tetap memiliki sisi positif

Aspirasi tersampaikan: Demonstrasi adalah saluran demokratis untuk mengingatkan pemerintah bahwa ada suara rakyat yang harus didengar. Tanpa demonstrasi, aspirasi bisa terpendam.

Kontrol sosial
Demonstrasi menegaskan bahwa kekuasaan tidak absolut. Pemerintah dipaksa untuk mendengar dan menimbang kembali kebijakan yang diambil.

Kesadaran publik :

Isu yang tadinya hanya dibicarakan terbatas bisa menjadi pembicaraan nasional.

Misalnya, kebijakan ekonomi, ketidakadilan, atau korupsi.

Kebangkitan solidaritas: Dalam situasi tertentu, masyarakat bisa bersatu memperjuangkan hal yang dianggap benar.

  1. Kerugian

Namun, sisi negatif jauh lebih nyata terlihat, terutama jika demonstrasi berkembang menjadi kerusuhan

Kerusakan fasilitas umum: Gedung, jalan, transportasi, dan infrastruktur rusak, yang biaya perbaikannya ditanggung oleh negara (artinya rakyat juga yang menanggungnya dan membiayai).

Kerugian ekonomi: Aktivitas perdagangan terhenti, investor kehilangan kepercayaan, dan citra Indonesia di mata dunia menurun.

Ketidakamanan sosial

Penjarahan dan anarki menimbulkan rasa takut, terutama bagi masyarakat kecil yang paling rentan.

Polarisasi masyarakat: Demonstrasi sering memecah belah antara yang pro dan kontra.

Hal ini meninggalkan luka sosial yang tidak cepat sembuh.

Citra pemerintah melemah

Jika pemerintah dianggap lamban atau tidak tegas, wibawa negara ikut turun.

Secara pribadi, saya menilai keuntungan dari demonstrasi akan terasa jika berlangsung damai dan terorganisir.

Namun ketika berubah menjadi anarki, kerugian yang ditimbulkan jauh lebih besar daripada manfaatnya.

Siapa yang Diuntungkan ?

  1. Kelompok politik tertentu
    Demonstrasi besar sering dimanfaatkan oleh elit politik untuk menekan lawan atau mendongkrak citra diri.

Dalam kondisi kacau, pihak-pihak tertentu bisa menampilkan diri sebagai “penyelamat bangsa”.

  1. Kelompok anarkis dan kriminal
    Mereka mendapatkan keuntungan material langsung dari penjarahan.

Bagi mereka, kerusuhan adalah “kesempatan emas”.

  1. Media massa dan media sosial

Di era digital, setiap gejolak menjadi konten. Media bisa meraih rating, engagement, bahkan keuntungan iklan dari situasi kerusuhan.

Siapa yang Dirugikan ?

  1. Masyarakat umum
    Warga kecil paling merasakan dampak
    warung ditutup, jalan macet, transportasi terhenti, rasa takut meningkat.
  2. Pelaku usaha
    Dari pedagang kaki lima sampai pengusaha besar, semua kehilangan omset.

Investor asing pun bisa menarik modal karena merasa tidak aman.

  1. Pemerintah dan negara
    Citra stabilitas runtuh.

Jika dianggap gagal mengendalikan situasi, pemerintah akan kehilangan legitimasi.

  1. Generasi muda
    Mereka melihat contoh buruk tentang bagaimana konflik diselesaikan dengan kekerasan, bukan dialog. Ini bisa menjadi preseden berbahaya.

Pemdapat pribadi saya
yang paling dirugikan justru adalah rakyat biasa, yang tidak punya akses ke kekuasaan maupun keuntungan politik.

Mereka hanya ingin hidup aman, mencari nafkah, dan membesarkan keluarga.

Mengapa Penjarahan Terjadi?

Kasus penjarahan yang melibatkan fasilitas tertentu bahkan menimpa pejabat negara menimbulkan tanda tanya.

Ada beberapa kemungkinan

Aparat memilih strategi “biarkan” untuk menghindari bentrokan yang bisa menimbulkan korban jiwa.

Dalam kalkulasi keamanan, material bisa diganti, nyawa tidak.

Keterbatasan personel dan kendali. Dalam kerumunan besar, tidak semua titik bisa diawasi.

Kemungkinan infiltrasi kelompok tertentu yang sengaja menciptakan chaos untuk tujuan politik.

Opini saya pribadi
meskipun ada alasan strategis, membiarkan penjarahan jelas berbahaya.

Ini memberi pesan kepada publik bahwa hukum bisa dinegosiasikan, dan aparat seolah tidak berdaya.

Langkah-Langkah Setelah Demonstrasi Berakhir

Untuk keluar dari situasi ini, ada beberapa langkah yang harus diambil:

  1. Pemulihan keamanan total

TNI dan Polri harus memastikan tidak ada lagi sisa kerusuhan. Titik-titik rawan harus dijaga, tetapi dengan pendekatan humanis agar tidak menimbulkan luka baru.

  1. Proses hukum tegas
    Pelaku penjarahan dan anarki harus ditindak, tanpa pandang bulu. Proses hukum yang adil akan mengembalikan wibawa negara.
  2. Pemulihan ekonomi
    Pemerintah perlu memberikan stimulus bagi pelaku usaha kecil yang terdampak, serta memastikan distribusi barang dan jasa kembali normal.
  3. Dialog nasional
    Pemerintah harus membuka ruang komunikasi dengan berbagai elemen masyarakat, termasuk oposisi, agar aspirasi bisa tersalurkan dengan baik.
  4. Penguatan literasi publik
    Edukasi kepada masyarakat penting, agar mereka memahami bahwa demonstrasi boleh, tetapi harus damai. Jangan mau dimanfaatkan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Refleksi Pribadi

Sebagai warga negara, saya merasakan kesedihan melihat Jakarta kembali bergejolak. Setiap kali kerusuhan terjadi, yang hancur bukan hanya gedung atau jalan, melainkan juga rasa percaya antarwarga bangsa.

Saya percaya, Indonesia terlalu besar untuk dibiarkan larut dalam konflik horizontal.

Namun, saya juga memahami bahwa demonstrasi adalah bagian dari demokrasi. Pemerintah tidak boleh alergi kritik.

Yang salah adalah ketika ruang dialog tertutup sehingga rakyat merasa hanya bisa didengar lewat jalanan.

Karena itu, menurut saya, langkah paling penting setelah ini adalah mengembalikan kepercayaan publik.

Pemerintah harus hadir bukan hanya dengan kekuatan aparat, tetapi juga dengan empati.

Aspirasi rakyat harus ditanggapi dengan kebijakan nyata, bukan sekadar pidato.

Penutup

Situasi Jakarta pada 3 September 2025 adalah pengingat bahwa demokrasi selalu memiliki dua sisi

Peluang dan ancaman.

Demonstrasi bisa menjadi sarana koreksi, tetapi juga bisa berbalik menjadi bumerang jika berubah menjadi anarki.

Keuntungan demonstrasi adalah tercapainya ruang kebebasan dan pengawasan terhadap pemerintah. Namun kerugian jauh lebih besar ketika keamanan, ekonomi, dan kehidupan masyarakat terganggu.

Yang diuntungkan hanyalah segelintir pihak, sementara mayoritas rakyat menjadi korban.

Langkah ke depan adalah memastikan bahwa kerusuhan benar-benar berakhir, hukum ditegakkan, ekonomi dipulihkan, dan dialog dibuka selebar-lebarnya
Dengan begitu, kita bisa belajar dari peristiwa ini dan bergerak menuju Indonesia yang lebih dewasa dalam berdemokrasi.

Saya percaya, dengan kesabaran, ketegasan, dan keterbukaan, bangsa ini akan mampu melewati badai.

📌 damai Indonesiaku

Www.kris.or.id
Www.adharta.com