Singapura

Persahabatan di Atas Segalanya

Oleh : Adharta
Ketua Umum
KRIS

Tulisan
Pengalaman pribadi

Lavender
Sabtu
13 September 2025

Juga untuk mengenang para sahabat Singapura yang telah mendahului kita semua

Aku selalu mengenang sahabat dalam persahabatan

Hidup itu kadang seperti naik pesawat.

Ada rencana, ada jadwal, ada tiket di tangan.
Tetapi kita semua tahu, mesin pesawat bisa rusak, cuaca bisa berubah, pilot bisa mengumumkan, “Maaf, penerbangan kita tertunda dua jam.”

Begitu juga perjalanan saya ke Singapura baru-baru ini.
Penerbangan Batik Air 7153 yang seharusnya berangkat pukul 08.00 WIB harus ganti pesawat karena kerusakan mesin pesawat

Sambil menunggu, saya berpikir:
“Duh, bagaimana ini, jam 14.00 saya sudah ada janji dengan dokter jantung
Dr. Devinder Singh di Mount Elizabeth hospital Orchard.”

Namun, Tuhan memang pandai mengatur waktu. Walau sempat resah, saya tetap tiba tepat waktu.
Bahkan ada bonus
saya dan istri saya Lena sempat makan Tori-Q di Paragon
Makanan favorit istri saya, Lena
sebelum bertemu dokter.

Rasanya seperti pesan sponsor:

“Santai saja, semua baik-baik saja.

Bahkan masih ada waktu makan enak!”

Rumah Sakit Kedua saya Bernama Mount Alvernia

Pertemuan dengan dokter Devinder kali ini bukan hal kecil.
Untuk mempersiapkan tindakan pemasangan ICD (Implantable Cardioverter Defibrillator).

Bagi saya, ini bukan operasi pertama, bahkan bukan yang kedua.
Ini operasi keenam! Kalau ada penghargaan frequent flyer untuk pasien rumah sakit, mungkin saya sudah dapat kartu platinum.

Kenapa saya pilih Singapura? Jawabannya sederhana

kepercayaan.
Sejak 2019, ketika saya terkena serangan jantung, saya ditangani oleh Dr. Nicolas Wanahita di Mount Elizabeth Novena.
Selama lima tahun ini, beliau bukan hanya dokter, tetapi penjaga setia kesehatan saya.

Rasanya seperti punya bodyguard khusus jantung haha

Namun sesungguhnya, hubungan saya dengan Singapura dalam dunia medis sudah jauh lebih lama.

Tahun 1980, saya lumpuh total setelah kecelakaan motor.
Di Indonesia waktu itu, diagnosa masih samar-samar.
Saya hampir putus asa.
Tapi kemudian Singapura memanggil ini berkat dorongan dari kakak saya Risal dan seorang sahabat Michael Teo

Saya bertemu Prof. Dr. John A. Tambyah, bahkan sebagai wakil Menteri Kesehatan Singapura kala itu.
Beliau yang menangani sakit saya sampai operasi Tyroid toxicosia

Tahun 1982, saya menjalani operasi di Mount Alvernia
dan itulah awal persahabatan saya dengan negeri kecil ini.

Persahabatan yang Tidak Bisa Dibeli
Singapura sering disebut Fine City
bukan hanya kota indah, tapi juga kota penuh denda.

Buang sampah sembarangan? Denda.
Makan permen karet di MRT? Denda.
Merokok sembarangan? Denda.
Bahkan salah parkir bisa bikin kantong lebih tipis.

Ada juga yang menyebut Singapura itu Pay and Pay. Semua serba mahal.
Mau minum kopi di Orchard Road? Kadang bisa bikin kita kaget,
“Lho, ini kopi atau cicilan KPR rumah ?”

Tapi bagi saya, Singapura bukan soal mahalnya biaya atau banyaknya denda.

Singapura adalah negeri persahabatan. Persahabatan itu yang menyelamatkan, yang menguatkan, yang membuat biaya tak lagi terasa.
Saya ingat bagaimana almarhum sahabat saya,
Yusuf Kamarudin,

memperkenalkan saya kepada Dr. Ong
Menteri Kesehatan Singapura yang bekerja sama dengan Killcovud-19 selama masa pandemi

Pertemuan itu terjadi di klinik Marina East, saat saya juga berkenalan dengan mantan PM Goh Cho Tong
Dari situ persahabatan berkembang, bahkan sampai ke bisnis bersama teman teman
Ada Canadian Two-in-One Pizza dan Pizza Sarpino.

Kalau diingat-ingat, persahabatan kami bukan cuma di meja rumah sakit, tapi juga di meja makan pizza!

Ada pula sahabat baik saya,
Mr. Richard Ong, beliau Duta Besar negara Seychelles untuk Singapura.

Hubungan kami lebih dari sekadar sahabat; beliau sudah seperti keluarga, kakak angkat.
Kalau saya datang ke Singapura, rasanya belum lengkap kalau tidak bertemu Mr. Richard Ong.

Nostalgia Rasa
Bak Kut Teh
Pagi itu di Singapura, sebelum bertemu dokter, saya sempat bernostalgia. Sarapan Bak Kut Teh di Ya Hua Outram,
Tanjong Pagar. Restoran ini sudah jadi langganan sejak 1980-an.
Uniknya, rasa kuahnya tidak pernah berubah. Mungkin inilah rahasia Singapura: konsistensi.
Di sini, bahkan sup iga babi pun punya komitmen lebih kuat daripada sebagian yang jadi politikus kita.

Selesai sarapan, saya melanjutkan perjalanan bertemu sahabat lain,
Bapak Anton Liu, tokoh muda koperasi.
Kami bertemu di Starbucks Mount Elizabeth Novena.
Anton Liu
sedang berjuang melawan kanker paru-paru, menjalani 81 kali kemoterapi. Bayangkan, empat tahun berjuang, seminggu dua kali terapi.

Saat kami bertemu, ia sudah mencapai terapi ke-78.
Kami duduk, minum kopi, bercerita tertawa dan bercanda

Saya kagum pada keteguhannya. Kalau saya diberi gelar frequent flyer pasien rumah sakit, mungkin Anton Liu
pantas diberi gelar marathon fighter.

Kami berdua tertawa kecil di tengah cerita, karena terkadang tawa adalah obat terbaik yang tidak dijual di apotek.

Singapura
Pusat Medis Dunia
Mengapa Singapura bisa menjadi pusat kesehatan dunia?

Jawabannya terletak pada kombinasi disiplin, inovasi, dan investasi.
Standar Internasional
Hampir semua rumah sakit di Singapura sudah terakreditasi
JCI (Joint Commission International).

Artinya, standar layanan medis mereka setara dengan rumah sakit top dunia.

Dokter Berkelas Dunia
Banyak dokter Singapura menempuh pendidikan di universitas ternama seperti Harvard, Oxford, Cambridge, Johns Hopkins. Mereka pulang dengan ilmu, tapi tetap rendah hati melayani pasien Asia.

Teknologi Mutakhir
Dari operasi robotik, terapi gen, hingga penelitian stem cell,
Singapura tidak pernah ketinggalan. Bahkan pasien dari Eropa dan Timur Tengah sering datang ke sini.

Empati dalam Layanan
Walaupun sangat profesional, dokter dan perawat Singapura tetap ramah.

Mereka tidak hanya menyuntik obat, tetapi juga memberi semangat. Kadang satu kalimat

“You’ll be fine” bisa jadi vitamin tambahan.
Touching keluarga juga menarik
Saya dengan dokter Nicolas Wanahita
Tapi istri Beliau Alice juga sering menyapa walau tidak ada hubungannya namun persahabatan merembet sampai keluarga
(Hal ini yang tidak ada di jumpai di Indonesia)
Catatan saya buat yang menangani PEO
Patient Experiences Officer

Ajak Dokter menyapa pasien diluar jadwal dokter
Luangkan waktu sejenak

Apakah sudah minum Obat pagi hari?
Bagaimana tensi darah hari ini
Less then 1 minute touching tapi lebih dari a thousand hope

Singapura
Medical Tourism
Sebelum pandemi, lebih dari 500 ribu pasien internasional datang ke Singapura setiap tahun.
Indonesia termasuk penyumbang terbesar.
Banyak orang bilang:
“Kalau sakit serius, pergilah ke Singapura.”
Sure pasti sembuh

Singapura
Negeri Pendidikan
Selain medis, Singapura juga unggul di bidang pendidikan.
Universitas Dunia
NUS (National University of Singapore)
dan NTU (Nanyang Technological University)
selalu masuk 20 besar dunia.
(Salam hormat saya buat sahabat di Nanyang dan Parkway)

Bayangkan, negara sekecil Jakarta Selatan, punya universitas setara Harvard.

Sekolah Dasar yang Serius
Anak-anak Singapura sudah dibiasakan berpikir kritis sejak dini.

Tidak heran mereka sering juara olimpiade matematika atau sains.

Dukungan Pemerintah
Hampir 20% anggaran negara untuk pendidikan.

Pemerintah sadar, kekayaan alam Singapura terbatas.
Tapi otak manusia, kalau diasah, bisa jadi sumber daya tak terbatas.

Link ke Industri
Pendidikan di Singapura erat kaitannya dengan dunia kerja.
Lulusan politeknik dan universitas langsung siap kerja karena magang dan proyek industri menjadi bagian dari kurikulum.
Kalau medis adalah salah satu sayap Singapura, maka pendidikan adalah sayap lainnya.

Dua sayap inilah yang membuat Singapura bisa terbang tinggi.

Ada Humor Kecil Tentang Disiplin
Singapura
memang disiplin.
Kadang terlalu disiplin.

Saya pernah bercanda dengan seorang teman:
“Di Singapura, kalau kamu buang sampah sembarangan, kamu didenda.
Kalau kamu merokok di tempat terlarang, kamu didenda. Kalau kamu meludah sembarangan, juga didenda.
Tapi kalau kamu senyum sembarangan, siapa tahu malah dapat pacar.”
Karena di Singapura sesuai data Wanita jauh lebih banyak dari Pria
Jadi laki laki
Sangat laku di Singapura

Teman saya tertawa: “Betul, tapi pacarnya pun disiplin.
Kalau janji jam 2, jangan datang jam 2.15. Bisa diputusin!”

Humor-humor kecil ini justru membuat saya semakin kagum.
Karena disiplin yang ketat itu memang yang membuat Singapura bisa maju.

Sungapura
Renungan di Tengah Persahabatan
Kini,
menjelang operasi pemasangan ICD, saya merenung.

Enam kali operasi, bukan perjalanan mudah.
Tapi saya bersyukur. Di balik semua biaya dan rasa sakit,
ada sahabat-sahabat yang menemani.
Ada dokter yang penuh dedikasi.
Ada istri Lena dan anak cucu
Tidak lupa besan besan dan keluarga
(Sempat ketemu keluarga Besan di Singapura)
Semua
yang selalu mendukung.

Saya percaya, Tuhan menaruh orang-orang baik di sekitar kita agar perjalanan hidup tidak terasa terlalu berat.

Singapura mengajarkan saya bahwa persahabatan lebih mahal dari biaya rumah sakit, lebih berharga dari harga obat, dan lebih langka daripada tiket murah ke Orchard Road.

Negeri Persahabatan
Bagi sebagian orang,
Singapura adalah negeri mahal,
negeri penuh denda,
negeri yang serba ketat.

Tetapi bagi saya, Singapura adalah negeri persahabatan. Negeri yang menyelamatkan saya dari lumpuh.
Negeri yang memberi saya dokter dan sahabat.
Negeri yang mengajarkan bahwa dengan disiplin, ketekunan, dan persahabatan, tidak ada batas untuk harapan.

Persahabatan di atas segalanya. Itulah Singapura bagi saya.

Saya mencari sahabat
Untuk mengawali persahabatan

Www.kris.or.id
Www.adharta.com

Leave a comment