Ada suka cita saat merekam peristiwa kehidupan dalam kenangan dan melihatnya kembali dengan kamera (Adh)
Suatu hari saya bertemu seorang sahabat lama, namanya Johnny.
Beliau orangnya ramah dan baik hati, suka menolong orang dan hobbynya foto. Kemana-mana selalu bawa kamera. Setiap kali ketemu saya, dia selalu minta difoto bersama. Dia juga berbisnis foto dengan menjadi photographer dan ahli dalam bidang foto. Saking seringnya difoto, aku suka ngomel, dia buat aku jadi narsis juga. Tetapi dia juga suka marahin saya, karena dia jadi begini gara-gara saya, karena saat SMA dia belajar foto dari saya, malah sekarang dia jadi keterusan.
Beliau bilang,”Hidupnya ibarat kamera dan ingin merekam sebanyak mungkin peristiwa, sehingga bisa dilihat di kemudian hari.” Saya suka sekali juga merekam peristiwa mulai anak-anak saya lahir, masa kanak-kanak mereka sampai dewasa, termasuk juga cucu-cucu. Untuk suatu saat ditonton bersama.
Memang benar disana ada suka cita besar sekali.
Ada seorang sahabat lama saya lebih unik lagi. Beliau selalu membuat 2 foto sama tapi berbeda tahun. Ada foto beliau bertiga dengan temannya di tempat sama tetapi yang satu dibuat tahun 60-an dan satu lagi tahun 2000-an, tempat sama, baju motif sama, rambut potongan sama, sayang teman saya sudah botak, lalu kedua foto itu dipajang bersebelahan, indah sekali nilai persahabatan yang disajikan.
Kamera memang menjadi bagian dari hidup saya, baik handycam atau camera biasa, dan merekam atau membuat foto menjadikan kebiasaan dan hobi. Buat saya kamera memiliki nilai rohani sangat tinggi. Ketika kita bisa membuat sebuah kenangan manis, maka dalam hati ada suatu kepuasan yang luar biasa. Pada saat kita stres, sulit dan keadaan tertekan, maka membuat foto diri akan menjadi bagian terapi tersendiri. Kalau tidak percaya cobalah maka anda pasti tersenyum sendiri, tapi jangan keterusan bahaya.
Seperti yang pernah saya tulis sebelumnya tentang kamera hati, yang akan merekam semua kehidupan kita, kali ini saya mau menekankan bahwa kamera hati dalam konteksnya dengan pola hidup kita. Jadi saat kita merekam kehidupaan kita sehari-hari, maka setiap hari juga akan menjadi sosial controle dari kehidupan kita, seperti halnya kita memandang wajah kita di kaca cermin.
Tidak begitu sulit untuk memulai, tetapi yang sulit adalah merefleksinya kembali dan melihat diri kita sendiri.
Mengenal diri sendiri dalam segala kelemahan kita dan mau memperbaikinya dengan bantuan kamera hati akan menjadi sumber suka cita besar bagi kehidupan kita. Semoga Tuhan memberkati. Salam dan doa.
Adharta
