HIDUP ini seperti film yang diputar, tetapi kita tidak menontonnya, orang lain yang akan menceritakannya.

AVATAR arahan James Cameron kokoh menduduki peringkat pertama film terlaris sepanjang masa dengan perolehan Rp 26,328 triliun.
Film memang luar biasa, karena merupakan gabungan Inspirasi cerita, sutradara, para aktor, watak dan teknologi. Tentu saja tidak lupa para pendukung bintang figuran dan lagu soundtracknya.
Seperti halnya film Mgr. Soegiyapranoto, yang diputar dengan cara semi paksaan untuk menonton namun bagus juga. Lain halnya Film Batman dan Spiderman yang justru memecah Box Office tanpa harus menggiring penontonnya. Seharusnya memang demikian kalau sesuatu yang bagus, pasti akan dengan sendirinya menjadi pusat perhatian. Demikian juga halnya hidup. Ilustrasi di atas mengangkat bahwa hidup seperti film. Ada yang disia-siakan. Ada yang dipuja-puja. Ada pula yang berjalan seperti air mengalir.
Hari sudah sore mendekati magrib, aku pulang dari kantor proyek Pelabuhan Ratu dan di tengah jalan kami dihentikan oleh segerombolan crew film. Mohon maaf katanya karena jalan akan ditutup karena arus lalu lintas akan dialihkan sehubungan dengan pembukaan atau pembuatan awal Film Nyi Loro Kidul. Mas ACIL, seorang pria kerdil yang mengenal baik aku, mempersilahkan rombonganku turun karena bisa menyaksikan ritual pembuatan film. Rombongan kami pun berhenti. Mumpung ada makan gratis juga. Akhirnya doa diselesaikan dan acara shooting dimulai. Usai makan bersama kami lalu meninggalkan lokasi shooting terus menuju hotel.
Yang menarik buatku adalah di dalam doanya, mereka sama sekali tidak menyinggung agar film ini laris, melainkan minta agar semua peserta pemeran film ini dihindarkan dari segala mara bahaya dan mohon ijin penguasa Laut Kidul. Doa itu tidak menjadi kendala buatku, karena kuanggap doa selalu baik buat siapa saja, tidak perlu memikirkan negatifnya, tetapi tanggapan positif saja.
Malam hari aku masih sempat bertemu dengan beberapa pemeran film di hotel karena mereka malam nanti mau bersemadi di kamar tertentu di hotel sebagai tempat ritual atau berdoa.
Sebenarnya aku ingin sekali ikut, tapi ada rasa serem juga. Jadi, aku memilih duduk ngobrol daripada ikut. Banyak kisah yang diceritakan dan menjadi inspirasi penulis untuk menulis cerita dan menjadikannya layar hidup.
Aku sendiri termasuk kolektor film sendiri. Sebab mulai dari dahulu kala sejak menggunakan kamera 8 mm bisu dengan Betamax sampai Sony cassette dan DVD. Mulai dari anak-anakku bayi sampai film cucu-cucu. Kadang-kadang istriku marah melihat aku menggendong kamera dengan berat 5kg di pundak, tapi sekarang kami bisa melihat cerita semasa anak-anakku masih kecil.
Coba kita melihat film kenangan kita pada saat pernikahan di gereja! Aku tidak bisa membayangkan kalau ada keluarga yang berantakan kemudian melihat film mereka. Saat janji perkawinan di gereja atau di pesta. Silahkan melihat pesta perkawinan Pangeran Charles dan Putri Diana. Begitu megahnya sehingga menggemparkan seluruh dunia, tetapi semua harus berakhir dengan demikian miris. Demikian juga ada keluarga yang pecah dan penuh dengan dendam ke sumat, perkelahian dan lebih dalam lagi dengan perusakan hidup.
Oleh karena seperti halnya film itu sendiri kita bisa melihat kehidupan kita. Sayangnya kita tidak menonton, orang lain yang bercerita. Kalau saja kita sering menonton film kita sendiri, Tuhan mungkin senang melihat anak-anaknya penuh suka cita menikmati hidup, seperti janji perkawinan bahwa mereka bersama di waktu untung dan malang dan di waktu sehat dan sakit. Film kehidupan kita sekarang terus diputar, tetapi kita tidak ada waktu untuk menontonnya.
Film Satanic Verse dari novel Slaman Rusdi, akhirnya diputuskan tidak boleh masuk Indonesia. Masih beruntung Davinci Code akhirnya boleh beredar di Indonesia. Dahulu sama juga terjadi dengan Jesus Christ Super Star sebagai film yang dilarang beredar di Indonesia. Aku beruntung bisa menyaksikan semua film tersebut. Menurut saya semuanya baik adanya tergantung sudut pandang kita dan juga pencerahan iman yang kita dapat. Masih jauh lebih baik dari banyak film yang merusak moral kita dan anak cucu kita.
Kita memang sedang bermain peran dalam hidup kita, namun Sutradara sedang menyusun scenerio tentang hidup kita, tentang segala yang kita jalani dan akan direkam, baik untuk kita sendiri maupun untuk disaksikan oleh sahabat-sahabat kita.
Pada kunjungan Bapa Suci Paus Yohanes Paulus ke II ke penjara mengunjung Ali Aqsa yang menembaknya, beliau mengatakan bahwa aku telah mengampuni kesalahanmu, seperti halnya Tuhan mengasihi anak-anak-Nya. Ini akan direkam biar bisa dilihat kelak oleh keturunan. Saya teringat ucapan Bunda Maria (sayang dulu tidak ada kamera untuk merekam), kata beliau bahkan dinyanyikan : “Semua keturunan akan mengatakan aku bahagia”! Sama halnya kita semua, bagaimana kalau kita sepakat mengatakan: “Semua keturunan akan mengatakan kita bahagia, tentu melalui film yang kita buat”! Bagaimana kalau film yang kita buat itu film sedih, dan yang menonton akan mengalirkan air mata, bukan menangis sedih tetapi menangis karena melihat kita tidak bahagia, seperi sebuah lagu “Sad Movie” make me cry, but theres no movie, theres me.
CINTA memang luar biasa, berapa banyak penulis kisah CINTA dalam Novel, Cerpen dan tulisan-tulisan lainnya? Seakan-akan tidak ada habis- habisnya. Demikian juga lagu-lagu Cinta. Tante Titiek Puspa, pakar pencipta lagu juga tidak ketinggalan dengan lagu “CINTA”, yang liriknya cukup indah dan telah diangkat menjadi film layar lebar. Banyak sekali kisah cinta yang diangkat dan aku rasa tinggal Kisah CINTA yang kita buat yang belum diangkat ke layar lebar.
Terima kasih Tuhan, atas berkat yang diberikan kepada kita manusia. CINTA yang begitu besar buat kita untuk membuat cerita. Semoga kita semua bisa menjadikan dunia lebih baik.