Menanti landasan, melebar sayap, menyusur angin, mendarat dengan santai, bandara itu rinduku (Capt. Pilot Iwan Setiawan)
Saya mendarat di bandar udara Changi Singapura kemarin sore hari, cuaca cerah dan pendaratan sangat mulus sekali. Suasana airport sangat ramai sekali, sepintas saya teringat beberapa sahabat saya yang menjadi captain pilot di Garuda, sudah sangat lama tidak jumpa, tetapi saya selalu ingat puisi d irumah Capt Iwan,
“Menanti landasan,
Melebar sayap,
Menyusur angin,
Mendarat dengan santai,
Bandara itu rinduku”
Juga bersama Capt Bobby, Capt Yudho dan Capt Boy. Keempat kawan saya ini yang mempelopori wacana baru penerbangan dalam negeri walau sempat grounded setahun lebih. Sering kami berkumpul berbincang dan bercerita terutama mengenai bandara, sehingga saya juga mengerti sedikit tentang bandara, arah angin bahkan komunikasi, juga strategi bagaimana melakukan approach pendaratan agar penumpang merasa nyaman.
Bercerita tentang Bandar Udara tentu mengingatkan kita terhadap beberapa hal yang juga berguna bagi kita semua, terutama kehidupan kita.
Pertama kalau berbicara tentang bandara, kita akan mengutamakan keselamatan, dan seluruh fasilitasnya. Para insinyur merancang bagaimana keamanan prima, baik konstruksinya, maupun zonningnya, fasilitas gedung dan kenyamanan bagi para penumpang. Kedua, adalah fasilitas komunikasi, baik radio radar sampai ke komunikasai menara saat lepas landas maupun saat mendarat. Ketiga, adalah pengaruh cuaca di lokasi, angin, hujan dan badai, di sini kemampuan atau skill pilot sangat diperlukan, pengalaman dan jam terbang.
Sore hari ini kenangan itu mengingatkan saya saat Tsunami terjadi di Aceh, bantuan dari MSF (Medecins Sans Frontieres – Dokter Lintas Batas atau Doctor without Border). Mereka pertama kali mengirimkan bantuan dengan pesawat Ilusion 76 yang sayapnya sangat lebar bisa 4 kali pesawat Boeing 737. Ternyata landasan yang bisa dipakai hanya Soekarno Hatta dan akhirnya bisa mendarat dan semua kesulitan bisa diatasi. Semua ini dikarenakan kesiapan bandara.
Dalam kehidupan kita, mari kita membangun bandara di hati kita, sehingga siapa saja yang mendarat di hati kita akan merasa nyaman, aman, tentram dan damai sejahtera. Betapa sulitnya membangun suatu instalasi dalam hati yang demikian rumitnya namun dengan ketekunan dalam kasih dan pengharapan saya yakin bahwa kita semua pasti mampu dan bisa.
Semoga kita semua diberkati dengan berkemampuan membangun sebuah bandara di hati kita semua dan membangun dengan cinta dan membangun dengan harapan sampai kita menemukan
bandara adalah rinduku. Salam dan doa.