Semalam Romo Carolus, OMI dari Cilacap menerima Penghargaan Maarif Award 2012 bersama Ahmad Bahruddin di Studio Metro TV Kedoya, sebagai penghargaan atas karya beliau. Ia dikenal juga sebagai Romo Kyai. Pelayanannya luar biasa. Saya harus angkat topi sama beliau ini.
Siapa Romo Carolus yang nama aslinya Charles Patrick Edward Burrows OMI? Kalau ada yang pernah mengunjungi LP Nusa Kambangan pasti kenal beliau. Saya pernah mengunjungi LP Nusa Kambangan bersama Romo Yance Mangkey, MSC, Mgr. Soenarko (Uskup Keuskupan Purwokerto), Romo Suratman dan 5 Romo beserta sebagian besar umat Kristoforus. Romo Carolus, OMI sangat sederhana, tapi memiliki motivasi pelayanan yang sangat kuat. Secara pribadi, saya kurang kenal, tetapi dalam pelayanan kami sering jumpa bahkan kemarin pagi beliau sempat BB rencana acara serah terima Award tadi malam.
Penghargaan
Apa saja nilainya, apakah dalam bentuk ceremonial, upacara hadiah semua memiliki nilai spiritual yang sangat tinggi. Sebagai contoh, penghargaan buat Bunda Maria sebagai Immaculata Conception ( yang dikandung tanpa dosa) membuat berjuta orang harus bertekuk lutut untuk menghormatinya dan membuat karya penyelematan bagi dunia.
Mengapa harus melalui penghargaan? Bukankah kita melayani tidak perlu di hargai? Untuk itu perlu kita cerna secara positif. Yesus mendapat penghargaan Kristus. Para martir mendapat penghargaan Santo/Santa. Liturgi gereja penuh dengan puji-pujian dan penghargaan untuk memuliakan Tuhan. Perayaan Hari Pentakosta merupakan penghargaan kepada Roh Kudus. Roh Kudus yang telah menjadikan suatu perobahan besar dalam hidup Kristiani.
Dari awal suatu kehidupan, ada penghargaan. Dimulai dengan cinta kasih dalam keluarga. Bagaimana suami memberikan penghargaan buat istri dan sebaliknya. Bagaimana orangtua memberikan penghargaan kepada anak-anak. Demikianpun bagaimana anak-anak belajar menghargai orangtua sebagai suatu kewajiban sosial religius (bandingkan dengan perintah ke-4 dari Sepuluh Perintah Allah). Penghargaan diberikan tidak harus dalam bentuk materi, uang, barang tetapi penghargaan dapat juga di berikan dalam bentuk cinta, perhatian bahkan pengorbanan. Cinta, penghargaan dan pengorbanan itulah yang menentukan keharmonisan dalam setiap bentuk relasi.
Ibu Ani, seorang penjaja kue keliling, anaknya masih kecil-kecil ada 3 orang dalam usia sekolah. Suaminya lumpuh hanya bekerja sebagai penganyam niru/tempeh. Namun, Ibu Ani tidak pernah mengeluh. Dia bekerja untuk menghidupi keluarga tanpa keluh kesah. Ia masih rajin ke gereja. Suatu hari, ketika pulang didapatinya suaminya tergeletak jatuh dari tempat tidur. Sementara anak-anaknya menangis semua. Ternyata sang suami telah meninggal dunia.
Ibu Ani menangis dan menggenggam tangan suaminya. Ternyata ada kertas digenggaman suami yang tulisannya miring-miring bunyinya : “Istriku, engkau dewi penolongku, hidupku, dan anak-anak kita, namun aku tidak bisa bertahan hidup, terimalah PENGHARGAANku, yakni JIWAKU, yang akan memenmanimu tanpa raga”
Ibu Ani, hanya bisa menangis. Inilah penghargaan tertinggi yang pernah di terimanya. Waktu berlalu demikian cepat, salah seorang Ibu mendapat penghargaan dari Majalah Femina, karena ia berhasil mendidik anak-anaknya menjadi pejabat negara, pengusaha dan seorang misionaris dari awal menjual kue dan spiritual selembar kertas yang tetap disimpan (dilaminating) tulisan suaminya sebagai motor pendorong kerja keras, Ibu Ani.
Pagi ini saya akan menghadiri Misa di Gereja St. Kristoforus. Ada pelantikan. GOTA, AYO SEKOLAH. Ceremoni ini juga merupakan suatu penghargaan. Misa akan dipimpin Vikjen Keuskupan Agung Jakarta Romo Yohanes Subagyo, Pr. Sehabis misa kita ada rencana muter-muter gereja trus cari makan siang.
Tuhan mendampingi setiap nilai penghargaan yang kita berikan kepada siapa saja, karena Tangan Tuhan sendiri akan berkarya, termasuk menghapus semua air mata yang dapat membuat kita lemah. Hidupku dalam Tuhan penuh berkat suka cita
#Perayaan Hari Pentakosta : Minggu, 27 Mei 2012