Jalan Tol

Pagi-pagi subuh saya dan istri berangkat menuju ke Bandung, untuk menghadiri dua pesta perkawinan sahabat di Kota Kembang itu. Di pagi hari udara segar sekali langit pun terang benderang dan jalanan kurang macet.
Pada bulan Pebruari 2012 lalu, saya menghadiri sebuah seminar di Hotel Mandarin Jakarta, yang di selenggarakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Pemerintah Daerah DKI Jakarta. Topiknya adalah “Solusi Kemacetan di Jalan Tol”. Sebetulnya saya adalah salah satu pembicara mendampingi bapak Menteri PU, namun saya tidak memberikan konfirmasi karena jadwal terbatas, tetapi last minute saya bisa, jadi saya hadir sebagai pendengar saja.
Jalan tol atau jalan bebas hambatan di Jakarta selalu macet. Aneh! Kalau di luar negeri, bayar masuk tol sudah berarti aman dan bebas hambatan, dan pemakai jalan puas. Kadang-kadang ada hambatan kalau ada accident. Sebaliknya, bayar masuk tol di Jakarta memicu stress karena macetnya menyesakan, jalan tidak aman, rambu-rambua tidak jelas, cuma sekali-kali lancer. Apa lagi kalau long week end Jakarta kosong dan mobil tumpah ke jalan tol.
Dalam seminar tersebut ada beberapa solusi, antara lain membatasi kendaraan masuk tol, membatasi Exit dan Entrance gate. Masih ada beberapa masalah yang diberikan para nara sumber. Yang menarik buat saya bahwa Jalan Tol adalah bebas hambatan jadi seharusnya tidak boleh macet atau tidak ada hambatan apapun yang bisa menyebabkan kemacetan di jalan. Sebab, kita membayar tol agar kita dapat keistimewaan bukan disuguhkan adegan macet dan seringnya kecelakaan atau mobil mogok di jalan. Pagi ini saya menyaksikan tujuh tabrakan beruntun di KM 88 Cipularang sampai KM 99. Kondisi mereka cukup parah. Saya menduga penyebabnya adalah kurangnya rambu ditambah orang masih ngantuk di pagi hari.
Membangun jalan tol seperti juga kita membangun GEREJA. Gereja adalah Jalan Tol kita menuju Nirwana Loka, Swarga. Tetapi kalau kita membangun Gereja tanpa perencanaan dan tiada pengaturan maka akan sama halnya dengan membangun jalan tol di Jakarta. Artinya jalan alternatif atau jalan biasa dipilih karena mungkin lebih cepat sampai. Persis halnya saat kita membangun iman. Kita juga memerlukan perencanaan bahkan harus membuat Master Plan secara baik. Dalam hati saya kok semua disamakan dengan kemacetan di jalan tol. Kebetulan sekarang saya di Jalan Tol Cikampek dan sedang macet total.
Iman kepercayaan juga merupakan jalan tol Doa-Doa kita agar bisa sampai ke Bapa di Surga. Tetapi beruntunglah mereka yang tidak beriman, tapi bisa sampai duluan, seperti kata Yesus Kristus di kayu salib kepada penyamun di sampingnya. “Hari ini juga engkau bersama-Ku di Surga.” (ini jalan tol). Lalu apa kemacetan yang kita hadapi dalam membangun Iman Kepercayaan kita. Ada banyak escape clause (kambing abu-abu istilah saya) sebagai penyebabnya sehingga kita kadang-kadang tersamar atau tertutupi olehnya sehingga kita tidak melihat inti permasalahannya. Perceraian, misalnya, adalah kecelakaan di jalan tol (bagi orang Katolik kan tidak mungkin cerai, macet tapi toh macetnya banyak). Alasannya tidak cocok!
Tuhan membangun jalan tol buat kita dengan segala kemudahan. Sebaliknya, kita membuatnya macet karena kita tidak disiplin. Kita tidak mampu membaca rambu-rambu. Kita tidak memelihara tubuh, jiwa dan roh kita (kendaraan kita). Konsekuensinya adalah kita lambat dan tersendat macet.
Sahabat semua, kita berada di jalan tol karena pembaptisan. Oleh karena itu, berhati-hatilah mengemudi. Iman dan kepercayaan kita harus diselamatkan sampai kita tiba di tujuan.

1 thought on “Jalan Tol

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s